21. dua puluh satu

3.8K 644 146
                                    

Maaf kalau ada typo :)

Baru kali ini Ara tidak terlihat bosan sama sekali melihat orang bermain basket. Biasanya Ara paling tidak mau kalau disuruh menemani Jay bermain basket.

Jake ternyata sangat mahir, melebihi perkiraan Ara. Kalau Jay, sudah tidak diragukan lagi. Dia bahkan barusan sudah berhasil memasukan bola.

"Bentar, gue capek." Heeseung mengangkat tangannya, memberi kode kepada yang lain.

Ara tentu tertawa, padahal Heeseung yang duluan mengajak tadi kenapa yang pertama menyerah.

Alhasil tinggal Jay, Jake dan Jungwon yang masih bermain basket.

"Eh Ara, masih disini ternyata." Ucap Heeseung lalu duduk disamping Ara.

"Masih lah."

Hening, karna Ara terlalu fokus melihat kearah lapangan. Sedangkan Heeseung dia sedang mengamati apa yang sebenarnya dilihat oleh Ara.

"Jangan diliatin terus kali, Ra. Salting nanti jadinya." Goda Heeseung sambil tersenyum jahil.

"Apaan coba. Eh Seung, boleh nanya sesuatu gak?"

"Nanya apa? Kalau soal cinta gue mundur, gue aja masih jomblo, Ra."

"Haha enggak. Gue cuman mau tanya. Ini kita gapapa kan cabut kelas pas jam kosong gini."

Heeseung malah tertawa, enggak heran sih kalau Ara takut sama masalah ginian. Secara Ara murid baik-baik beda sama dia.

"Tenang aja, asal gaada guru yang kesini terus lapor ke Pak Ong semua dijamin aman." Jelas Heeseung dan Ara hanya mengangguk tanda paham.

Ara kembali melihat Jake bermain basket. Sesekali juga tersenyum kala matanya dan Jake saling bertemu.

"Ini kenapa ada dilapangan kalian? Jamnya siapa kok malah keluyuran."

Ara dan Heeseung langsung berdiri, keduanya cuma bisa garuk kepala, bingung mau jawab apa pertanyaan dari Bu Wendy.

"ITU YANG MAIN BASKET BISA BERHENTI DULU GAK?"

Jake, Jay sama Jungwon auto kaget sama teriakan barusan.

Yaudah sih kalau udah ketauan gini pasrah aja. Orang juga bukan kali pertama buat mereka.

Tapi masalahnya di Ara. Dia cuma bagian nonton aja tapi kayanya bakal ikut keseret.

"SEMUA IKUT SAYA KERUANG BK."

"Jay, panas

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Jay, panas." Keluh Ara pelan. Tapi Jay masih bisa dengar, dia segera memajukan sedikit badannya agar bisa menutupi wajah Ara dari sengatan matahari.

"Masih kepanasan?"

Ara mengangguk, lalu menoleh kebelakang menatap Jake yang juga ikut dihukum hormat didepan tiang bendera.

Tiba-tiba kepala Ara terasa pusing.

"Jay, gue pusing banget. Kaya mau muntah juga." Ara memegangi kepalanya sambil memejamkan mata. Sungguh panas matahari kali ini benar-benar berbeda dari biasanya.

Jay langsung merangkul bahu Ara, kalau tidak segera ditahan takutnya malah keburu pingsan.

Jay gamau itu sampai kejadian. Kalau Ara sampai pingsan gatau bakal sekhawatir apa dia nanti.

"Gue bantu jalan pelan-pelan ya, kita ke uks."

"Hooh sana cepetan, nanti gue bilangin kalau Bu Wendy kesini." Sahut Jungwon, dia gatega banget sama Ara yang udah gak bertenaga gini.

"Mau gue ban-"

"Gausah!"

Belum selesai Jake menawarkan bantuan Jay udah dengan cepat menolak. Jadi ketahuan kan betapa sensinya Jay ke Jake.

"Pelan-pelan naiknya."

Sampai diuks Jay langsung suruh Ara untuk rebahan di ranjang uks. Sementara dia nyari perawat yang biasa ada diuks.

"Bu Seulgi pakai ilang segala sih." Jay frustasi sendiri, akhirnya dia ambil minyak oles aja didalam lemari. Kalau obat takutnya salah ambil.

"Tidur aja, gue olesin minyaknya." Jay mulai menuangkan minyak kejarinya lalu mengoleskannya pada leher juga pelipis Ara.

Perlahan Ara mulai tertidur juga, mungkin akibat bau dari minyak kayu putih yang menenangkan itu.

"Cuman pengen nonton Jake aja jadi kaya gini kan lo, kebiasaan emang. Harus selebay ini kalau suka sama orang." Omel Jay sambil memakaikan selimut ke Ara yang sudah tertidur pulas.

"Gue sebenernya juga capek, Ra. Tapi apa rasa capek gue akan terbalaskan kalau gue ungkapin perasaan ini."

"Mungkin gue cuman takut lo malah akan ngejauh dari gue. Gue kan bodoh, bisa-bisanya suka sama sahabat sendiri." Jay terkekeh disela ucapannya.

Dia seperti sedang menertawakan kisahnya sendiri. Tapi harusnya Jay bisa mulai optimis sekarang, karna semua tidak ada yang tahu akhir kisah ini akan seperti apa kan.

Akan sad atau happy ending?




Tbc

Tolong ini ekspresinya mendukung banget :)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tolong ini ekspresinya mendukung banget :)

Oh iya, kemungkinan next chapter bakal lama updatenya. Doain aja urusan aku cepet selesai biar bisa balik nulis problem.

Problem • Jay Park | EnhypenWhere stories live. Discover now