Dua Puluh Enam

66 10 64
                                    

Butuh waktu lama membujuk Taehyung agar dia tidak mengeraskan hatinya untuk membangkang. Meski dengan berat hati, Taehyung mengikuti Marcus dan Ben yang memaksanya masuk ke mobil van hitam.

“Silahkan, Tuan.” Marcus membungkuk membukakan pintu mobil.

Aku menyerahkan benda pipih ukuran 30 x 30 cm padanya. “Ini untukmu. Lukisan Anselm Kiefer yang kemarin kujanjikan. Maaf baru sempat memberimu hari ini.”

Taehyung tersenyum, memeluk benda yang masih dibungkus oleh kertas motif polkadot tersebut. “Wah, kau selalu menepati janjimu, Ann. Terima kasih, aku akan menggantung ini di kamarku,” katanya riang.

Aku menghela napas sembari menatapnya sedih. “Apa kau akan baik-baik saja? Aku harap Isabella tidak murka padamu.”

“Jangan khawatir. Aku bisa mengatasinya,” kata Taehyung mengusap rambutku. “Aku pergi ya. Jaga dirimu baik-baik, Ann,” ucapnya mengecup pipiku. Marcus dan Ben berdehem serentak.

“Kalimatmu membuatku takut, V. Kau berkata seperti itu seolah-olah ingin menghilang jauh,” ucapku mengungkapkan kekhawatiranku.

“Aku tidak akan kemana-mana, Bae. Aku selalu di sini,” bisiknya lembut. Dia mengetuk jarinya tepat pada janntungku. “Aku akan selalu di sini,” ulangnya mempertegas sekali lagi.

Keheningan menyelimuti kami seperti sebuah jeda yang mengantarkan pada salam perpisahan menyakitkan.

“May I have a hug?” tanya Taehyung merentangkan kedua tangannya. Aku mengangguk.

Taehyung maju satu langkah untuk memelukku. “Aku akan merindukanmu,” bisiknya teramat pelan.

“Kita akan ketemu besok di sekolah, V. Kenapa kau seperti ini?”

Taehyung tidak menjawabku. Dia hanya mempererat pelukannya sampai aku merasa sesak.

“Aku menyayangimu,” katanya menenggelamkan jemarinya di antara helai rambutku.

Aku bertanya-tanya kenapa Taehyung sangat aneh hari ini. Apa dia akan pergi lagi?

Keesokan harinya aku mengetahui jawabannya. Taehyung tidak masuk sekolah. Besoknya lagi juga sama, dia tidak datang. Dia menghilang tanpa kabar.

Aku merasa sangat kehilangan. Bekal yang kubawa tidak pernah habis karena biasanya kami memakannya sama-sama. Tidak ada lagi kebersamaan di rooftop sambil menikmati angin dan menatap awan.

Pernahkah kau diberi harapan setinggi bintang, lalu tanpa ampun kembali dihempaskan ke palung lautan yang paling dalam?  Begitu yang kurasakan saat ini.

Aku merindukannya. Caranya tersenyum, tertawa, dan menangis. Aku merindukan semua tentangnya.

Taehyung bilang dia menyayangiku. Kalau begitu kenapa dia pergi?

***

“Bagaimana perasaaanmu sekarang? Sudah puas mencoreng nama baikku di depan Perdana Mentri Matthew?” omel Isabella menatap cucunya tajam.

Taehyung merasakan kepalanya pening. Yang ingin dia lakukan saat ini adalah mandi lalu mengurung diri di kamar. Kemudian tidur sampai besok pagi tanpa memikirkan apa pun yang berpotensi memicu emosinya.

“Taehyung, kau ingat apa yang selalu aku katakan? Bahwa setiap perbuatan ada konsekuensinya. Kau harus bertanggung jawab karena kekacauan ini,” ucap Isabella tegas dan tidak ingin dibantah.

“Aku tidak akan mengubah keputusanku, Grandma. Aku tidak mau menikah dengan perempuan ular itu,” jawab Taehyung memasang tampang bosan karena pembahasan basi ini.

Chasing You | KTH Where stories live. Discover now