Chapter 2 | Om Iqbaal

4.6K 109 35
                                    

"Lo kenal dia?" gue tanya Jessy yang masih tertawa.

Jessy lirik gue dan menggelengkan kepalanya.

"Terus? kenapa lo bisa tau namanya"

"Lo gak kenal dia?" tanya Jessy mengulang.

"No"

"Bukannya tadi lo ciuman sama dia?"

Jessy tersenyum miring dan mengeluarkan dompet tebal, dia menyimpannya di meja.

"Ini dompet dia," dia mengetuk oleh jarinya "Gue ambil tadi"

Gue kaget dong, bisa-bisanya dia ambil dompet si om-om yang tadi. Gue rebut dompet itu , gue cek satu persatu kartu yang ada di dalamnya.

"Iqbaal" ucap gue pelan sambil memandang kartu nama dia.

"Kaya raya" bisik Jessy.

Saat Jessy ngomong begitu , gue tatap dia dan senyum licik ke arahnya.

Oke , gue tau dimana alamat dia , gue tau dia siapa , gue tau jabatan dia apa, gue tau status dia apa , gue tau harta dia sebanyak apa, dan malam itu gue bener-bener ngabisin waktu buat nyari tau siapa dia.

Gue cek media sosial. Tertera nama dia , sebagai pewaris satu-satunya orang terkaya nomor satu di Indonesia.

Lagi-lagi gue tersenyum , dan mengigit kartu nama dia. Selama gue hidup, baru kali ini gue bener-bener mengincar seseorang, atas kemauan gue sendiri.

"Buat lo , dan kartu nama ini , buat gue" gue kembalikan dompet itu kepada Jessy.

"Gue rasa , dia gak akan mungkin sampai lapor polisi kehilangan uang segini, gue cuma butuh uangnya aja kok"

Jessy melemparkan dompet itu ke sembarang arah. Gue gak peduli , yang jelas gue udah dapat apa yang gue mau.

***

Tepat pukul 4 dinihari , gue balik ke apart.

Gue hidup cuma sendiri , orangtua gue masih ada , tapi masing-masing udah punya keluarga. Gue anak tunggal, jadi akhirnya , gue memutuskan untuk tidak ikut siapa-siapa.

Menyedihkan? nggak , ini pilihan hidup gue. Mereka gak bisa ngasih gue kasih sayang full tidak masalah , gue cuma butuh kehidupan gue terpenuhi , apa yang gue mau harus terlaksana.

Realistis kan? Setidaknya gue masih banyak temen, di sekolah , dan dimana pun.

Gue baru kelas 12, tapi pengalaman gue berasa udah usia 25 tahun. Gue sering ganti-ganti cowok , mabuk-mabukkan, balapan liar , hal-hal yang gak harus gue lakuin , gue lakuin.

Gak ada yang bisa rem apa yang gue mau.

Menyenangkan? Ya!

Gue merasa kebebasan adalah hidup gue. Ini adalah apa yang gue mau. Tidak harus memilih kata untuk menjadi alasan , tidak harus sibuk mengumpulkan alasan agar tidak dimarahi.

Uang yang gue punya saat ini , gue yakin gak akan habis tujuh turunan.

Gue jalan dan duduk di sofa.

Gue masih memegang kartu nama iqbaal. Mata gue terus memandang nama lengkapnya. Apa iya gue nyamperin dia? Gue terus berfikir , hingga akhirnya terlelap saat itu juga.

***

Suara alarm berbunyi , tepat pukul 7 pagi. Harusnya gue udah berangkat sekolah dari 30 menit lalu, tapi rasanya mata gue rapet banget gak bisa dibuka.

Om IqbaalWhere stories live. Discover now