Chapter 3 | Om Iqbaal

3.9K 105 36
                                    

Ternyata bukan dua orang.
Gue di himpit dua orang di kursi belakang mobil , satu orang menyetir , satu orang memantau duduk di kursi depan. Jika di total ada empat orang.

Muka mereka datar semua , dan gue yakin , masing-masing memakai earpiece.

Gue berusaha diam , tiba-tiba salah satu dari mereka mengeluarkan borgol. Kedua tangan gue ditarik dan terkunci, ya, tangan gue di borgol.

Gue tatap dia yang senyum miring ke arah gue. Nafas gue tiba-tiba terengah , mobil melaju sangat kencang , gue gak tau bakal di bawa kemana. Pikiran gue terus mengatakan kalau gue akan segera di bunuh karna sudah lancang berciuman dengan Iqbaal.

Mayat gue bakal di buang jauh dari kota ini. Gue bakal diperkosa oleh empat orang lelaki ini. Tubuh kekar yang seolah tergoda dengan kehadiran gue di tengah-tengah mereka. Gue memejamkan mata , menahan agar tidak bersuara.

Aneh , di sepanjang jalan, tidak ada satupun mobil yang lewat. Seolah-olah ini adalah jalan khusus untuk mobil ini saja. Padahal ini bukan jalan pintas.

Apa Jessy setega ini ? membiarkan gue mati sia-sia di tangan ke empat lelaki?

Tak lama kemudian mobil belok ke sebuah rumah yang berukuran besar sekali, bertingkat tujuh. Mobil ini terparkir di ruang bawah tanah, sebelumnya melewati terowongan panjang, lampu berbaris berwarna emas, terasa jauh.

Rumah yang benar-benar luas. Tidak terhitung berapa ribu hektar. Mobil berjajar di sepanjang sudut. Apakah ini rumah yang berisi seribu anggota keluarga?

Mobil mewah ini terparkir di sudut sebelah kanan , salah satu lelaki itu menarik gue keluar. Sepatu hak tinggi yang gue pakai hampir saja membuat kaki gue terkilir. Untung saja dia dengan cepat menyeimbangi tubuh gue agar tidak terjatuh.

Gue di kawal dua orang , kedua tangan gue masih di borgol. Gue berjalan pelan , dengan rambut sedikit acak-acakan , dengan dress diatas lutut.

Kita masuk ke sebuah lift , menekan angka 6. Mereka melipatkan kedua tangannya di dada , membiarkan gue berdiri dibelakang mereka yang seolah menjaga.

ting..

Pintu lift terbuka , gue berjalan pelan keluar dari lift. Menuntun gue untuk masuk ke salah satu ruangan berpintu emas.

"Gue bakal di eksekusi mati?"

Tidak ada yang menjawabnya. Gue bener-bener mau kabur, mereka masih berjalan di depan gue , dan gue memanfaatkan keadaan ini untuk berputar arah kembali ke dalam lift.

Pas gue berlari kecil dan salah satu orang berteriak "Nona!"

Gue bener-bener takut.
Gue menoleh sebentar ke arah sumber suara , dan kembali berlari ke arah lift. Beberapa langkah lagi gue berhasil kabur , salah satu orang yang juga berpakaian sama seperti mereka menghalangi gue, hampir saja terjatuh dan gue berteriak.

Dia menggendong gue , berjalan santai mendekat ke arah pintu.

"Anda tidak bisa kabur dari sini" ucap salah satu orang itu.

Mereka menekan tombol untuk membuka pintu emas itu , posisi gue saat ini masih berada di pangkuan lelaki yang menghalangi gue tadi. Seolah-olah gue adalah manusia lumpuh yang harus di gendong dan tidak peduli seberapa keras teriakan gue.

Mereka membelah barisan.
Dan gue menoleh ke arah depan , melihat seseorang sedang memutarkan kursi dengan santainya.

Damn!
Itu Iqbaal , dia tersenyum ke arah gue. Kedua kakinya terangkat ke atas meja.

"Turun!" perintahnya.

Diturunkannya gue dengan pelan.
Tak lama dia berdiri dan menghampiri gue , dia benar-benar beda dari seorang Iqbaal yang gue temui di malam itu.

Dia angkat kedua tangan gue ke atas.
Gue mencoba mengatur nafas gue.

Iqbaal lagi-lagi tersenyum, dia berputar melihat tubuh gue dari bawah sampai atas, dan kembali berhenti tepat di depan gue.

"Keluar!" ucapnya dingin.

Gue pikir dia nyuruh gue keluar, tapi nyatanya itu adalah khusus untuk kelima lelaki yang tadi berdiri sejajar di belakang gue.

Pintu tertutup.

"Ingat saya?"

Gue hanya natap dia.

"Saya Iqbaal" bisiknya.

Gue seakan menolak bisikan dia dengan mengangkat sebelah bahu gue dan melihat arah lain. Gue gak suka dengan cara dia ingin bertemu dengan gue , melalui beberapa orang , tanpa dia melakukan ini gue bisa menemui dia.

"Kenapa? kamu gak suka?" tanya Iqbaal.

"Lepasin tangan gue!"

Dia menarik tangan gue dan hanya senyum lalu kembali memandang gue.
Gue bisa aja menendang dia ,tapi gue gak mungkin ngelakuin itu.

Iqbaal menarik salah satu kursi dan mendorong gue hingga duduk secara kasar disana. Dia duduk tepat di depan gue , arah matanya melihat ke bibir gue.

"Saya gak bisa lupain kamu"

Gue diam dan menatap datar.

Iqbaal mendekatkan wajahnya, matanya terus fokus ke bibir gue "Saya Iqbaal"

Gue berusaha memalingkan wajah gue. Tapi dia tarik kasar dagu gue hingga kita saling menatap "Stefhanie" ucapnya menyeringai.

Nafasnya hangat , wanginya masih sama. Dia meniupkan angin ke leher gue. Secara otomatis gue lolos mendongak ke atas. Membuat Iqbaal leluasa, dia mengeluarkan lidahnya dan menjilat pelan leher gue.

Dia menjauh dan menatap kedua mata gue. Nafas gue tak beraturan , ibu jarinya memaksa masuk kedalam mulut gue.

Oke , dia udah bisa gue taklukin. Gue mengangkat sebelah kaki gue , melingkar di pinggang iqbaal agar semakin mendekat , gue menjilat ibu jarinya , mengulumnya, sedikit menggigitnya "Ahh"

Gue dorong iqbaal dengan kaki sebelah kanan, dia terduduk kasar ,gue segera berdiri dengan tangan masih di borgol. Gue duduk di pangkuannya , Iqbaal menyeringai, gue cium telinganya dan menjilatnya. Menaik turunkan badan gue secara pelan hingga dia terpejam. Nafas Iqbaal pun tidak terkontrol, kita saling memandang.

"Saya ingin memiliki kamu" ucap Iqbaal.

***
Sorry ya gais , aku jarang up di wp. Tapi aku usahain up tiap 2 hari sekali :)

Du hast das Ende der veröffentlichten Teile erreicht.

⏰ Letzte Aktualisierung: Aug 12, 2020 ⏰

Füge diese Geschichte zu deiner Bibliothek hinzu, um über neue Kapitel informiert zu werden!

Om IqbaalWo Geschichten leben. Entdecke jetzt