2 Madeline

34 7 1
                                    

Gilbert terbangun ketika dia bisa merasakan tetesan air di wajahnya. Ternyata dia lupa menutup jendela sebelum tidur tadi. Hujan tengah turun, tidak begitu lebat tapi Gilbert yakin akan semakin lebat nantinya.

Gilbert menutup jendelanya dan mengelap semua tetesan hujan diwajahnya. Dia mengecek jam sakunya, sudah jam duabelas lewat. Makan siang sudah disajikan seharusnya. Dia kemudian mengambil mantelnya dan memakai kembali topinya. Sebelum dia pergi, dia berpikir apakah dia harus membawa flutenya atau tidak. Dia memutuskan untuk membawanya untuk alasan sentimentil.

Gerbong makan tidak jauh dari tempat dia duduk. Cukup menyebrang satu gerbong saja dia sudah sampai. Sesuai dugaan Gilbert, semua tempat duduk sudah penuh. Sekarang dia jadi mempertahankan apakah tidur siangnya tadi itu sebuah penyesalan atau bukan. Percaya bahwa Tuhan akan memberinya keberuntungan, dia menyusur gerbong itu berharap masih ada tempat duduk dan orang yang tidak keberatan untuk berbagi meja.

Gilbert menemukan sebuah tempat duduk namun sayangnya seorang wanita sedang duduk disana. Gawat, pengalamannya berbicara dengan wanita nyaris tidak ada. Memang dia dulu punya pengasuh wanita, tapi Gilbert tidak pernah bertanya begitu banyak pada mereka. Wanita muda itu melihat dirinya.

'Tolonglah hambamu ini Gott. Apakah ini salah satu cobaan?' keringat dingin membasahi punggung dan pelipisnya.

"Apa Anda mau duduk bersama saya?" Tawar wanita itu, suaranya lembut dengan aksen yang sulit bagi Gilbert untuk jelaskan. Gilbert mengangguk sebagai tanda setuju.

"Ich danke dir sehr," ucap Gilbert sambil meletakkan koper flutenya di sampingnya.

"Es ist okay,"

Seorang pelayan datang dan mencatat pesanan Gilbert. Pria muda itu tidak tahu harus bagaimana. Untuk saat ini dia mengakui bahwa dia tidak begitu hebat dalam berbicara dengan wanita. Dia melihat wanita itu lagi. Rambutnya pirang kecoklatan, terlihat merah dibeberapa bagian dan diikat menjadi dua bagian. Diatasnya sebuah topi baret putih. Kacamata berada di depan mata biru violet miliknya. Dia memakai mantel merah dan sarung tangan coklat. Menurut Gilbert gadis satu ini manis dan imut.

Ngomong-ngomong tentang gadis itu, dia tahu bahwa Gilbert sudah mencuri pandang padanya,"Apakah ada sesuatu di wajah saya?"

"Uh...Nein! Nein! Aku hanya...merasa terkesan saja, iya, terkesan," Kata-kata yang dilontarkannya membuat gadis itu menunduk malu.

"Terkesan, ya? Aku tidak tahu aku memberikan kesan apa, tapi terimakasih," gadis itu tersenyum lembut.

"Ngomong-ngomong, Ich heiße Gilbert. Namamu adalah?" Tanya Gilbert sambil menjulurkan tangannya berharap sebuah jabat tangan.

"Madeline. Senang bertemu denganmu, Gilbert," Madeline menerima tangan Gilbert dan menjabatnya.

Gilbert melihat keluar jendela dan benar dugaannya, hujan sekarang sudah mulai menjadi badai.

"Sayang sekali hari ini hujan. Padahal tadi pagi tidak ada awan mendung," kata Madeline, dia juga melihat kearah luar.

"Richtig,"

Gilbert kembali melihat ke arah Madeline. Gilbert tidak menyadari bahwa dari tadi ada sebuah boneka beruang kutub besar bersender di samping teman barunya. Tunggu...sejak kapan dia sudah jadi teman?

"Apa itu boneka?" Tunjuk Gilbert. Boneka yang dia tunjuk cukup besar bisa dibilang.

"Oh, iya. Ini adalah sebuah boneka yang dibuat berdasarkan ukuran asli anak beruang kutub. Ayahku memberikannya ketika aku masih kecil, namanya Kumarie," kata Madeline sambil mengelus boneka itu.

A Song For YouWhere stories live. Discover now