💐Pertemuan Pertama 💐

80 28 60
                                    

Braaaakkkk!

Seorang lelaki bertubuh kekar, menabrak dirinya. "Aduh … kalau jalan tuh lihat-lihat, jangan grasah-grusuh," omel seorang gadis bertubuh mungil.

Buku-buku yang ia bawa jatuh berserakan di lantai. Gadis itu langsung berjongkok dan mengambil bukunya.

"Maaf ... maaf ... aku tidak sengaja. Sekali lagi maaf ya!" ucap lelaki tersebut yang  tampak buru-buru dan pergi begitu saja.

"Dasar! Laki-laki tidak bertanggung jawab. Sudah tahu dia yang menabrak malah tidak bantuin," gerutunya dalam hati.

Zhafira Eliza gadis bertubuh mungil dengan paras cantik, bibir tipis. Gadis 22 tahun yang sedang sibuk-sibuknya mengerjakan skripsi Sastra Indonesia.

Fira berjalan keluar dari kafe sembari mengentak-entakkan kakinya dan ngoceh tidak karuan. Mood-nya seketika anjlok akibat ulah lelaki tadi. Saking kesalnya Ia langsung mengendarai motor Scoopy kesayangannya. Membelah jalan kota sambil bernyanyi.

Lima belas menit berlalu, akhirnya Fira sampai juga di kediamannya. Rumah yang sederhana dengan ornamen serba putih. Namun, ketika masuk ke dalam kamar, nuansanya berubah. Kamarnya bernuansa serba biru langit.

Fira lantas meletakkan tas dan buku-bukunya di meja belajarnya yang berada di sudut kanan ruangan. Fira merebahkan dirinya di ranjang, memandangi langit-langit kamar yang ia beri stiker bergambar awan. Fira sangat menyukai warna biru langit yang begitu cerah dan indah dipandang, seperti dirinya yang selalu ceria.

"Aarrggghhh ... capek sekali. Hari ini sungguh menguras emosi," ucap Fira bermonolog.

Tidak terasa akibat kecapaian, matanya terpejam secara perlahan. Alunan lagu Let Me Down Slowly mengantarkannya ke alam mimpi.

💙💙💙

Seorang lelaki sedang asyik memotret senja dari lantai dua kafe mungil miliknya, yang baru ia dirikan beberapa bulan lalu.

Senja di kota ini, terasa berbeda dengan senjanya di ibu kota, Jakarta. Mungkin, karena ia terbiasa melihat gedung-gedung pencakar langit yang berlomba membumbung tinggi. Kontras dengan kota kecil yang jauh dari hiruk-pikuk kemacetan jalan.

Lelaki itu jadi teringat alasan mengapa dirinya bisa sampai datang ke kota ini. Kota sederhana yang masih kental akan budayanya. Masih terekam jelas dalam sepanjang ingatannya, saat bertemu dengan sahabat karibnya.

"Hei bro ... lama sekali lu baru sampai," ucap Rendra, teman Aris sejak duduk di bangku SMP.

"Ya bro ... maaf telat. Tadi ada klien minta ketemu mendadak. Mau tidak mau, gue harus bertemu dulu sama klien," ucap Aris.

"Klien yang kata lu mau foto prewedding di Madura itu?"

"Ya! Gue harus berangkat minggu depan. Emang kenapa?"

"Jadi gini bro, gue punya ide bagus. Lu kan mau ngadain pameran akhir tahun? Katanya lu belum ada ide. Gimana kalau lu sekalian potret budaya di sana? Seperti seni, makanan, tempat wisata, dan hiburan lainnya. Yang paling terkenal sih katanya kerapan sapi dan tari Muang Sangkal. Gimana menurut lu?"

"Waaah ... ide bagus tuh. Boleh-boleh entar gue lakukan pemotretan."

Aris Aditya, lelaki yang masih setia melajang di umurnya yang baru genap 28 tahun. Aris memiliki tubuh tinggi, tampan dan putih.

Aris berprofesi sebagai fotografer.
Selain berprofesi sebagai fotografer, Aris juga mempunyai usaha sampingan yaitu bisnis kafe. Kafe yang berpusat di Jakarta saat ini, ditangani oleh adiknya. Aris juga resmi membuka cabang kafe di Sumenep, dua bulan lalu.

Tera' BulanWhere stories live. Discover now