Chapter 3

3.1K 347 48
                                    

Arrien menyantap makan malamnya sambil memperhatikan Lucean yang makan dengan tenang di depannya.

"Lucean, apa kamu mau ikut denganku ke istana? Aku akan mengangkatmu menjadi penasehat istana. Kalau aku kembali pasti akan menikah dan akan memimpin Aloisea."

"Aku tidak mau," jawab Lucean tegas sambil mengusap bibirnya dengan kain lembut karena telah selesai makan.

"Kenapa? Dari pada kamu sendiri di sini? Anggap itu sebagai balas budiku sudah menyelamatkan nyawaku."

"Aku tidak perlu balas budi. Aku tidak menagihnya padamu."

"Lucean, ikutlah denganku. Apa aku harus bermohon?" Tanya Arrien.

"Tidak. Kamu tidak perlu bermohon karena aku tidak akan pergi kemana-mana."

"Astaga..." Arrien memijit dahinya dan kembali menyantap makanannya.

"Kamu janji kan? Setelah sebulan kamu akan kembali ke Aloisea?"

"Iya, tapi denganmu."

"Aku bilang aku tidak mau."

"Hei, kamu harus memperbanyak keturunan."

"Aku tidak mau. Schera sudah lama mati. Dan tidak akan menulis sejarah lagi."

"Mati?" Tanya Arrien bingung.

"Habiskan makananmu dan tidurlah. Aku duluan ke kamar." Lucean berdiri dan berjalan ke kamarnya.

Arrien menghela nafas dan cemberut. "Kenapa sih? Dia mau menghabiskan hidupnya di sini sendirian sampai kapan?"

Arrien berbaring dan menatap langit-langit kamar. "Apa yang harus aku lakukan dalam waktu sebulan ini untuk bisa meluluhkan hatinya dan bisa mengajaknya pergi bersamaku?"

"Kita sama laki-laki. Mana mungkin aku bisa membuat dia jatuh cinta padaku. Kalau saja dia perempuan. Pasti lebih mudah," pikir Arrien dan menutup matanya. Terlalu banyak berpikir membuatnya mengantuk.

###

"Lucean kemana? Ini masih pagi dan dia sudah pergi? Hanya ada makanan untukku. Sudahlah, aku makan saja." Arrien menyantap sarapan yang disiapkan Lucean dan saat selesai dia kembali melihat keluar jendela.

"Apa dia keluar mencari sesuatu?" Tanya Arrien dan membuka pintu.

"Haaa... dingin sekali..." Arrien berlari ke kamarnya mengambil jubah dan memasangnya. Kemudian bergegas menutup pintu dan mencari Lucean.

"BRAK!!!" Arrien menoleh dengan kaget ke arah suara dan berlari ke sana.

"Lucean! Kamu tidak apa?? Astaga!" Arrien kaget melihat kaki Lucean yang dihimpit pohon besar yang baru saja jatuh dan menimbulkan suara sebesar tadi.

Lucean mengeluarkan sihirnya untuk mengangkat pohon itu tapi tidak bisa. Kakinya sudah mati rasa karena dihimpit pohon itu dan darah mulai mengalir dari sana.

"Astaga! Tenang, Lucean. Jangan bergerak." Arrien menutup matanya sebentar kemudian memegang batang pohon itu dan mengangkatnya dan melemparnya jauh dari kaki Lucean.

Lucean termenung menatap Arrien yang bisa mengangkat pohon sebesar itu. Masih kaget dengan kekuatan Arrien walau sudah tau keistimewaan keturunan Aloisea.

"Lucean, kakimu. Kakimu patah? Atau retak?" Arrien mendekati Lucean yang berkeringat menahan sakit dengan khawatir.

"Patah, sepertinya..." kata Lucean meringis.

"Ayo kita kembali, akan aku obati di rumah." Arrien mendekati Lucean dan menggendongnya.

Lucean menatap Arrien yang sangat dekat dengan wajahnya. Lucean sampai bisa menghirup wangi rambut Arrien yang berayun lembut di dahinya.

Hearts Of A Prince and An Enchanter (Yaoi) [Completed]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu