5.

2.1K 77 25
                                    

Menginjakan kaki kembali dikota kelahirannya bukan senang yang dirasakan oleh Antares, justru kilatan kebencian itu tampak jelas ditunjukan.

"Udaranya masih sama, menyesakkan." Lirih Antares berdiri disamping Marko.

"Sudah ku bilang lupakan dendammu." Sahut Marko.

Antares tersenyum pahit, setelah apa yang dialaminya bukankah tidak mungkin jika dendam tidak akan tumbuh dalam dirinya, mengingat Antares bukanlah jenis manusia pemaaf.

Sekalipun harus dengan mengorbankan nyawanya Antares rela, karena sebelum Olive hancur dia tidak akan pernah hidup tenang.

"Kita kemana?"

"Mansion Olive." Jawab Marko tegas.

Ketiganya masuk kedalam mobil jemputan milik Marko setelah memasukan barang bawaan kedalam bagasi.

"Kita menginap?" Interogasi Antares.

"Ya."

"Aku tidak sudi. Uang ku masih cukup untuk menyewa hotel."

"Berhenti bicara omong kosong, An!"

Antares memutar mata malas, lagi dia hanya bisa menurut perintah Ayah dari sepupunya itu.

Disenggolnya lengan Jordan yang duduk dibangku belakang bersamanya. Kontan Jordan menoleh, menaikan sebelah alis tanda bertanya.

Antares membuka ranselnya, mengeluarkan benda tumpul seukuran pensil dengan bagian ujung yang meruncing. Diserahkan benda itu kepada Jordan.

Setelah memastikan Jordan menerimanya, Antares melanjutkan mengelurkan ponsel, membuka pesan lalu mengetikkan sesuatu disana. Untuk meghindari kecurigaan Marko, Antares dan Jordan harus rela berkomunikasi melalui benda pintar itu meski jarak mereka yang tidak lebih dari setengah meter.

-Antares-

Mansion milik Olive terlihat semakin bersinar, sudah dipastikan bisnis gelap keluarga itu semakin tumbuh pesat. Terbukti dari gerbang berlapis emas yang nilainya tentu tidak main-main.

"Kenapa berhenti, Aku memanggil kalian kemari untuk bekerja bukan berleha-leha!" Bentak seorang laki-laki kekar yang mengenakan kemeja putih dilapisi tuxedo warna hitam. Dapat dipastikan jika dibaliknya terselip rapi senjata mematikan yang bisa membunuh orang dengan sekali tembak.

Semua orang disana menunduk takut dan segera meneruskan pekerjaannya.

"Ada apa Dexster?" Dari arah tangga seorang wanita berwajah angkuh turun mendekati pria yang membentak tadi.

"Tidak apa-apa Nyonya Olive, anda tenang saja, penyambutan untuk Tuan muda akan rampung sedikit lagi."

Jika orang lain melihat, mereka akan percaya jika Dexster lebih pantas menjadi suami Olive ketimbang menjadi kaki tangannya.

Keduanya sangat serasi, dan kemana-mana selalu bersama. Banyak yang mengatakan mereka mempunyai hubungan dibelakang namun, kabar burung itu selalu dibantah tegas oleh Olive.

"Kau selalu bisa diandalkan Dexs." Puji Olive mengedarkan pandangan keseluruh bagian mansionnya. Dexster mengembangkan senyum untuk beberapa saat dan berubah datar kembali sebelum Olive memergokinya.

"Sudah sampai dimana mereka?" Tanya Olive.

Dexster sedikit membungkuk sekilas, "Kabar terbaru mereka sudah mendarat tadi, mungkin setengah jam lagi akan datang." jelas Dexster sesuai apa yang dikatakan anak buahnya.

ANTARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang