Nyawa

1.8K 182 5
                                    

"Sekarang, Nida akan tinggal di sini, Sayang," ujar Mas Arthur seraya memegang jemari Yilya.

Kedatangan Nida—adik Mas Arthur—tentu saja membuat Yilya merasa heran dan tidak nyaman. Ditambah, perkataan Mas Arthur sama sekali tidak memberikan tanda mengenai berapa lama adiknya akan tinggal bersamanya. Bukan tidak menyukai, hanya saja, Yilya merasa tidak nyaman jika ada orang lain yang tinggal di rumahnya meski orang itu ialah adik dari Mas Arthur.

"Tapi, Mas ...."

"Kenapa, Sayang? Harusnya kamu seneng, dong. Dapat teman ngobrol di rumah."

Perkataan Mas Arthur membuat batin Yilya merasa ada yang aneh. Mengapa semuanya tiba-tiba terjadi? Selama pernikahan, aku tidak pernah mendengar Mas Arthur tidak pernah berkata demikian. Yilya dan Nida sangat jarang bertemu, tetapi, mengapa hari ini Mas Arthur membawanya ke rumah begitu saja?

"Apa alasannya, Mas?"

"Nida mau cari kerja di sini, Sayang. Kamu tau, kan, kalau hubungan Nida dengan suaminya itu sudah bercerai? Nida nggak punya siapa-siapa selain Mas."

"Kita bisa bayar kontrakan lain untuk Nida tinggal," tukas Yilya mulai merasa tak nyaman.

"Sayang ... Nida—"

"Udahlah. Aku nggak mau berdebat." Yilya berkata sebal seraya melangkahkan kaki menuju dapur.

Entah apa yang ada di dalam pikiran Mas Arthur, lelaki itu tiba-tiba membawa adiknya untuk tinggal bersama. Sebenarnya, bukan tanpa alasan Yilya tidak suka dengan kedatangan Nida. Namun, bagaimana Yilya akan melangsungkan penyelidikannya mengenai sumur tersebut? Yilya sangat merasa tidak tega melihat puluhan mayat itu terkapar tak berdaya.

Bayangan mengenai mayat-mayat itu tidak pernah bisa Yilya lupakan. Mereka seperti memanggil namanya di setiap menit dan detik. Hanya Yilya satu-satunya orang yang dapat menolong puluhan mayat tersebut untuk bisa terlepas dari segalanya. Mayat-mayat itu tampak sangat sedih dan terluka meski suara yang keluar dari bibirnya selalu terdengar menakutkan.

"Mbak, Nida tempatin kamar Kyna, ya. Barang-barang Nida di depan banyak banget, nih. Mbak bisa bantuin Nida juga nggak?"

Yilya menghela napas berat. "Mbak lagi masak. Suruh aja Mas Arthur bantuin kamu."

"Mas Arthur lagi ke depan, Mbak. Tolong, ya ... kompornya di matiin dulu aja."

Yilya sama sekali tidak menanggapi ucapan adik iparnya. Namun, ia bergegas mematikan kompor dan memasukan koper-koper milik Nida ke dalam kamar meski rasa kesal itu tidak pernah lenyap dari pikirannya. Sementara itu, Nida justru berbaring dan menonton televisi bersama Kyna.

"Menyebalkan!!" seru Yilya seraya menghentakan kaki menuju dapur.

Yilya kembali menyalakan kompor untuk menyelesaikan masakannya. Namun, belum sempat masakan yang ia buat tersaji, dirinya terkejut bukan main ketika mendapati Nyai Lie berada tepat di sampingnya.

"Matikan kompor itu, ada sesuatu yang ingin kusampaikan."

Yilya mengangguk cepat, setelah kompor tersebut kembali mati, pergelangan tangan Yilya ditarik paksa oleh Nyai Lie. Yilya merasa tidak nyaman dan sedikit kesakitan karena cekaman yang dilakukan oleh Nyai Lie sangatlah kuat. Ia membawa Yilya menuju tepi sumur.

"Tidak sekarang, Nyai. Di luar ada suami dan adik iparku. Tolong bersabar, akan segera kuselesaikan semua dalam waktu cepat. Kumohon ...."

"AKU AKAN MEMBAWAMU PERGI KE MASA LALU!" teriak Nyai Lie seraya mendorong tubuh Yilya ke dalam sumur.

"Tolong! Tolong!" Yilya berteriak sangat kencang ketika tubuhnya mulai tenggelam.

Teriakan Yilya sama sekali tidak berarti, tidak ada orang yang mendengar perkataannya.  Sampai akhirnya, tubuh Yilya terasa sangat lemas. Usaha yang dilakukannya untuk keluar dari sumur tersebut sia-sia.  Yilya mulai tenggelam dan menutup mata.

Mayat Dalam Sumur (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang