Dua puluh tujuh

860 143 14
                                    

Dengan Taxi Ji hwa memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Melihat Ji hwa yang pulang dengan menangis tentu saja mengundang perhatian sendiri.

"Noona.."

"Tolong bayar taxinya.." ucap Ji hwa yang bergegas masuk ke dalam rumah lalu berlari ke lantai dua menuju kamarnya.

Jae hoon yang semula akan berangkat ke rumah sakit pun mengurungkan niatnya. Setelah memberikan uang kepada supir taxi Ia pun menyusul kakaknya.

"Noona.." panggil Jae hoon lagi.

"Jangan masuk!  Jangan biarkan siapapun masuk!" ucap Ji hwa yang sudah menelungkupkan tubuhnya di atas kasur.

Jae Hoon mengacak-acak rambutnya. Sebenarnya Ia juga tidak mau peduli. Tapi bagaimana bisa jika itu adalah kakaknya.

"Noona.."

"Diam..jangan memanggil " ucap Ji hwa dengan suara yang sudah terisak.

Tak berapa lama Woo Jin pun ikut sampai di depan kamar Ji hwa.

"Dia di dalam?" tanya Woo Jin

Jae hoon menatap Woo Jin dengan tak suka.

"Ada apa lagi si hyung?"

"Aku akan bicara dengannya.. " ucap Woo Jin dan akan membuka pintu namun Jae Hoon menahannya.

"Jae hoon,minggir."

Jae hoon menggelengkan kepalanya.

"Biar saja dia istirahat dulu. Pulang saja dulu, kalau hyung takut di marahi mama atau papa tenanglah mereka tidak ada di rumah aku juga akan merahasiakan ini. Jadi pulang saja" ucap Jae hoon

Woo Jin mencoba mengabaikan Jae hoon dan memaksa masuk, namun di luar dugaan Woo Jin. Jae Hoon mendorongnya cukup kuat.

"Hyung, tolong jangan memaksa ku bersikap kasar pada mu. Pulang saja.." ucap Jae Hoon

"Aku harus bicara dengannya"

"Memarahinya maksud mu?"

Woo Jin tak menjawab hanya menatap Jae Hoon.

Jae Hoon mencoba tersenyum dan menganggukan kepalanya. "Aku mengerti hyung pasti kesal dengannya, ya siapa yang tidak akan kesal menghadapi ji hwa. Aku juga sering sekali merasa kesal. Tapi tetap saja dia kaka ku..Jangan begitu dengannya. Paling tidak jangan di hadapan ku" ucap Jae Hoon

"Jae Hoon, aku hanya ingin bicara dengannya"

"Tapi dia tidak mau"

"Kamu tau kan kalau Ji hwa selalu seperti ini.."

Jae hoon menggeleng. "Ji hwa tidak seperti ini. Jika dia terluka dia akan marah, jika dia malu dia akan marah, jika dia sedih dia akan marah, bahkan ketika dia menyayangi seseorang dia akan marah.  Dia hanya selalu marah apapun yang terjadi dengannya. Itu sangat mengesalkan untuk ku, tapi melihatnya sekarang aku mengerti selama ini dia hanya tidak ingin orang tau perasaanya. Dia tidak ingin orang mengkhawatirkannya, dengan dia marah orang akan menjauh darinya dan dia akan menahan semuanya sendiri. Sebelum dia seperti ini aku pikir dia tidak punya hati aku terbiasa dengan semua amarahnya hingga aku tidak pernah peduli apapun yang dia rasakan. Bahkan saat dia kecelakaan aku sempat merasa senang karna mungkin dia akan menjadi sedikit longgar dengan ku. Lalu kemudian aku tau, penyebab dia kecelakaan karna dia harus buru-buru ke rumah sakit lain untuk melakukan pertolongan di saat Ia tak tidur seharian karna mengoperasi banyak pasien. Aku menjenguknya dan seperti biasa dia memarahi ku, tapi mungkin jika bukan karna Ia memarahi ku aku tidak akan bisa menjadi dokter, aku hanya akan menjadi pria kaya manja yang tidak berguna. " ucap Jae Hoon

Uninterrupted Dream (A Perfect way to introduce preposterous love)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora