Bab 8 | Pindah Rumah

2 2 0
                                    

Day 11 in Hannover.

Pagi ini aku bangun dengan cepat. Mandi dengan cepat dan beberes barang-barangku dengan cepat. Semalam juga, Dipta sudah memberitaukan pada yang lain untuk check out hotel pagi ini dan mencari penginapan yang lainnya.

Dan tidak seperti yang kuduga sebelumnya, semua setuju tanpa banyak bertanya. Baguslah, aku jadi tidak perlu repot-repot untuk bercerita panjang dan menjelaskannya dengan rinci.

Pukul enam pagi semua sudah siap. Kami memesan mobil online omong-omong, karena belum sempat ada waktu untuk menyewa. Udara pagi ini cukup mendung, dingin, dan berangin. Tidak ada matahari, jadi kami memakai baju berlapis-lapis yang sangat tebal, lama dipakai, berat lagi, susah digaruk kalau gatal. Juga tidak lupa dengan sepatu bootsnya.

Kata driver mobilnya, mencari penginapan di sekitaran sini memang sudah agak sulit. Banyak hotel yang sudah penuh. Rata-rata dari mereka adalah turis yang ingin menghabiskan waktu liburan akhir tahun dan natal di kota ini. Dan itu membuat kami agak repot. Maksudku, tidak ada penginapan untuk kami? Lalu harus bagaimana? Aku tidak mau jika kembali ke hotel yang sebelumnya.

Setelah hampir memutari kota ini, drivernya bilang, dia menyarankan kepada kami agar mencari penginapan dengan menyewa rumah saja. Itu jauh lebih praktis. Ya, meskipun bayar sewanya lumayan mahal. Tapi daripada kami tidak mendapatkan penginapan sama sekali bukan?

Kami berunding sebentar. Dan semua tampak mengangguk setuju. Terutama Raya, dia tidak henti-hentinya memasang senyum bahagia di wajahnya. Aku tidak tau kenapa. Yang jelas, kami harus menyewa rumah yang memiliki lebih dari dua kamar. Jadi aku tidak perlu repot-repot berurusan dengan gadis itu lagi dalam satu kamar yang sama.

Beruntung driver kami kali ini cukup tau mengenai hal itu. Dia mengantarkan kami ke wilayah perumahan yang memang rata-rata penghuni disana hanya menyewa untuk beberapa hari atau minggu saja. Dan tak lama, kami pun sampai di depan kantor pusatnya. Lalu Dipta dan Karel yang turun untuk mengurusi semuanya. Mereka meminta yang lain untuk tetap di mobil. Baguslah, jadi aku tidak perlu repot-repot keluar mobil. Udara diluar sepertinya tambah mendingin.

Setengah jam kemudian kami sudah sampai di depan rumah yang kami sewa. Aku dan yang lain buru-buru menurunkan koper dan masuk kedalam setelah menyelesaikan urusan dengan driver tadi tentu saja. Beruntung rumah yang kami sewa ini cukup luas. Ada dua lantai, empat kamar diatas, dan dua kamar di bawah. Ada dapur, dua kamar mandi di lantai atas dan bawah, ruang tamu yang terkesan minimalis. Lalu ruang tengah disertai TV.

Tentu saja aku langsung menuju ke lantai dua dan memilih kamar. Sialnya koperku berat, dan aku harus melewati beberapa anak tangga yang cukup banyak. Ini benar-benar merepotkan. Dengan santainya Raya dan Feli langsung berlari mendahului ku, mereka beradu kecepatan untuk memilih kamar terlebih dahulu. Tak lama kemudian Rizdi melewati tangga dengan membawa dua buah koper, itu milik Raya dan Feli.

"Aishh sialan" umpatku kesal

"Biar aku bantu" ujar Dipta yang tiba-tiba sudah berada di dekatku

Lalu dia mengambil alih koperku dan berjalan menaiki tangga terlebih dahulu. Ya, dan aku mengikutinya dari belakang. Aku tidak tau kenapa, maksudku beberapa hari belakangan ini sikap Dipta agak berubah dan kurasa kami jadi lebih dekat dari biasanya. Dan, aku bingung, kemana perginya manusia es paling menyebalkan yang dulu?

"Cantik"

Aku mendongak menatapnya, dan dia tersenyum singkat. Lalu menepuk puncak kepalaku dengan gemas.

"Istirahat lah, aku ada di kamar bawah kalau kau butuh sesuatu" ucapnya kemudian melenggang pergi

Membuatku terdiam ditempat, dan berfikir apa tadi dia memanggilku atau hanya ingin meledek saja sebenarnya?

"Apa aku sedang bermimpi? Apa yang aku lihat tadi benar-benar tidak nyata?"

Suara Raya membuatku menoleh ke pintu kamar diseberang. Ada Raya dan Feli disana, sedang berdiri mengintip dari balik pintu dan hendak meledekku.

"Ini keren, maksudku.. Dipta.. Apa kau ada hubungan spesial dengannya?" tanya Feli

Tanpa berniat membalas ucapannya, aku hanya mengidikkan kedua bahu lalu membuka pintu kamar dan mendorong koperku kedalam.

Hari ini kami menghabiskan waktu untuk beres-beres kamar hingga rumah, membuat makan malam bersama, dan menonton film sambil berdebat untuk memilih judulnya.

Seperti sekarang, aku baru saja selesai mencuci piring dan ponselku terus saja bergetar, membuat aku segera mengangkatnya sambil berjalan menuju ke kamar.

"Apa?" tanyaku sedikit ketus

"Aku punya kejutan untukmu" ucap seseorang di seberang telepon

Dia Raras. Sepupu jauhku dari Singapore. Biasanya kami akan bertemu setahun sekali di hari besar atau pertemuan khusus keluarga. Itu juga kalau sempat, percayalah dia orangnya agak sok sibuk. Ya, menyebalkan memang.

"Katakan saja, aku sedang malas untuk menebaknya"

"Ah, kau ini tidak asik. Tebak saja minimal tiga kali, kalau kau menyerah baru aku akan memberitahu mu"

"Ya sekarang aku menyerah"

"Aishh, kau ini.. Selalu saja menyebalkan"

"Sekarang apa? Apa kejutan untukku?"

"Aku di Hannover"

"Hah?"

"Aku sekarang di Hannover"

"Apa yang kau lakukan disini? Maksudku, apa kau sengaja menyusulku kemari?"

"Tentu saja tidak. Aku sedang liburan dengan teman-temanku disini, ibumu yang bilang padaku bahwa kau juga sedang City Tour disini? Benarkah?"

"Ya sekarang kau tau"

"Baguslah, bisa kah kita bertemu?"

"Untuk?"

"Yaampun kau ini, apa harus ada alasan untuk dua orang saudara bertemu selain di hari besar?"

"Hn, baiklah aku akan menghubungi mu lagi nanti"

"Oke, i can't wait to meet u"

"Yes, i know it"

Aku mematikan telepon saat pintu kamarku diketuk dari luar. Segera aku berdiri untuk membukanya. Ada Dipta disana. Dia berdiri sambil membawakan mug milikku.

"Matcha mu tertinggal di bawah" ucapnya

"Ah... Ya, thanks"

Setelah menerima mugnya, aku segera menutup pintu kamar kembali, tak peduli jika Dipta masih setia berdiri disana. Aku hanya, agak aneh saja jika Dipta tiba-tiba bersikap begitu padaku. Maksudku, bukankah itu terlalu berlebihan untuk seorang manusia es seperti dia?

***

note :

terimakasih sudah berkenan membaca, nantikan part selanjutnya ya, jangan lupa votenya, anak baik.. :)

17 Hari Di Berlin - Hannover Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang