Bab 10 | Ini Bukan Kencan

1 1 0
                                    

Day 13 in Hannover.

Pagi ini aku bangun karena ponselku terus saja bergetar di atas nakas. Dengan mata yang masih terbuka setengah, aku mencoba meraih benda itu. Dan menerima panggilan teleponnya.

"Hn? Siapa?" tanyaku setengah sadar

"Hai Cantika, kau bilang kau mau bertemu denganku, ayo hari ini saja, aku tunggu kau di Starbucks ya, cepatlah jangan lama-lama, aku sudah mengirimkan lokasinya padamu"

Ucapan seseorang di seberang telepon membuatku segera mengubah posisi jadi duduk dan melihat siapa nama kontaknya. Ternyata dia Raras. Aku sudah berjanji akan menemuinya segera. Dan kemarin aku lupa. Jadilah aku segera bergegas ke kamar mandi untuk mandi.

Tapi ternyata cuaca tidak mendukung. Akhirnya aku hanya sikat gigi dan cuci muka saja. Lalu segera berganti pakaian dan memakai sweater dan jaket tebal. Aku keluar dari kamar setelah selesai bersiap-siap.

"Mau pergi kemana kau?" tanya Feli yang baru saja keluar dari kamarnya juga

Lalu kami berjalan bersama menuju lantai bawah.

"Aku akan pergi menemui Raras saudaraku di Starbucks, kau sendiri?" jawabku

"Aku akan jalan-jalan dengan Karel, ada Raya dan Rizdi juga, kami sudah menyewa mobil tadi pagi" ucap Feli

"Menyewa mobil? Tadi pagi? Sekarang kan juga pagi?" tanyaku heran

"Sekarang sudah jam satu siang Tika, kau saja yang bangunnya telat, kami sudah melakukan banyak aktivitas pagi ini, tapi kau masih saja belum bangun" ujar Feli

"Ha? Jam satu siang? Jadi aku tidur berapa lama semalam?"

"Mana aku tau, jangan-jangan kau yang semalam menyetel film dengan volume keras sampai terdengar dari kamarku juga?"

"Hn, benar, aku tidak bisa tidur sampai pagi, jadilah aku memilih untuk menonton film saja"

"Kenapa tak bisa tidur? Apa kau masih kepikiran tentang ciuman itu?"

Aku langsung memberikan tatapan tajam kearah Feli. Mati-matian aku melakukan banyak aktivitas semalam hanya untuk menghilangkan pikiranku tentang kejadian itu, dan sekarang dengan tanpa dosanya Feli malah mengatakannya lagi di depanku.

"Omong-omong kami pergi dulu. Dipta ada di kamarnya, sebaiknya kau ijin dulu ke dia, daripada nanti kena omelannya, atau kau ingin dicium lagi olehnya?" ucap Feli menggoda

"Feli sialan, sudah sana pergi saja, jauh-jauh kau dariku!" usirku pada Feli

Dan Feli hanya tersenyum meledek kearahku. Lalu dia berjalan kearah depan menemui Karel, Raya, dan Rizdi yang sudah menunggunya sedari tadi. Tak lama setelah itu, suara mobil terdengar pergi meninggalkan halaman depan rumah.

Tadi aku sudah membaca pesan dari Raras, alamat yang dia berikan tidak terlalu jauh dari rumah ini, jadi tidak masalah jika aku nanti harus berjalan kaki. Aku juga sudah mengiriminya pesan kalau aku akan sedikit terlambat karena baru saja bangun. Percayalah, udara disini sangat dingin dan tidak ada matahari. Dan itu membuat tidurku jadi semakin nyenyak, bahkan aku tak menyadari bahwa sekarang sudah pukul satu siang.

Aku berjalan ke kamar Dipta untuk meminta izin padanya bahwa aku akan pergi sebentar. Ya, aku menuruti saja perkataan Feli. Lagipula, aku malas jika nantinya harus terkena masalah akibat keluar rumah tanpa izin ketua. Daripada mengambil resiko seperti itu, lebih baik aku menemuinya sebentar.

Aku mengetuk pintu kamarnya sekali lagi. Dan saat aku akan mengetuknya untuk ketiga kalinya, Dipta keluar dengan menampilkan raut frustasinya. Aku tidak tau apa yang sedang dia lakukan didalam sana, tapi sepertinya itu cukup berat hingga membuatnya terlihat seperti ini.

17 Hari Di Berlin - Hannover Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang