1. Lapak Buku

511 47 28
                                    

ADA SATU hal yang kuyakini hingga sekarang: Aku dilahirkan ke dunia ini sebagai manusia lemah yang pantas dirisak.

Oke, mari kita bedah tentang diriku sekilas.

Halo, namaku Reiko Higashino. Karena aku bukan orang yang perlu kau kenal dalam-dalam, langsung saja. Aku akan mendaftarkan beberapa poin yang membuatku pantas dirisak, dirundung, di-bully, dan apalah itu istilahnya.

Satu, aku tidak bisa bersosialisasi.

Ini merupakan poin utama mengapa seseorang bisa menjadi korban perisakan. Ya, simpelnya, karena tidak memiliki teman. Karena selalu sendirian, jauh dari lingkar pertemanan lain. Selain tidak merasa pertemanan adalah hal yang penting, poin-poin berikutnya juga mendukung poin pertama ini.

Dua, aku berbeda.

Berbeda dalam hal apa? Oke, aku adalah seseorang yang memiliki darah keturunan campuran, atau istilah kerennya itu blasteran. Lalu? Kenapa? Bukankah itu spesial? Eits, tunggu dulu, jika kamu berbeda ke arah positif, memang akan menjadi spesial. Berbeda karena lebih ganteng atau lebih cantik, berbeda karena lebih pintar, dan sebagainya.

Kalau aku? Sudah kubilang tadi kalau aku blasteran. Seperti kata Percy Jackson, menjadi blasteran itu menyebalkan. Aku setuju dengannya. Namun, aku tidak semengerikan ia yang terlahir blasteran manusia dan dewa, alias demigod. Aku hanya blasteran dalam segi negara asal. Ayahku adalah orang Jepang tulen. Ibuku--setahuku, karena aku tidak pernah bertemu dengannya--adalah orang Indonesia asli. Wajah dan namaku lebih condong ke jalur milik Ayah, sedangkan tingkat kecerdasan akademikku ada di jalur milik Ibu--ini hanya perkiraanku, yang kita tahu bahwa mayoritas orang di negeri ini tidak pintar-pintar amat. Singkatnya, aku berwajah kejepangan, nama juga sangat Jepang, tetapi otakku tidak encer.

Tiga, aku kutu buku.

Entah kenapa, di belahan dunia mana pun, jika kamu bersedia menjadi kutu buku, maka kamu harus bersedia dipukuli. Kutu buku itu tidak keren. Kutu buku itu culun. Kutu buku identik dengan kacamata besar dan tebal--tapi aku tidak pakai yang seperti itu.

Aku tidak bisa memungkiri kalau memang ada orang yang benar-benar keren dan dia masih selamat dari pengeroyokan padahal tetap membaca buku di tempat publik. Aku? Iya, aku juga sering baca buku-buku bekas yang kudapat di pinggir jalan dalam kelas. Menunggu guru datang atau menghabiskan jam pelajaran kosong, aku baca buku. Yang pasti, aku tidak membaca buku-buku yang berat macam buku pelajaran. Aku hanya senang membaca cerita-cerita yang tidak nyata alias fiksi, bisa jadi novel atau kumpulan cerpen. Terserahlah, yang penting enak dibaca. Mungkin karena itu sampai sekarang aku masih bego.

Mungkin kusudahi saja perkenalan tidak penting ini. Ngomong-ngomong, jika ada yang menarik atau hal buruk sekali dari kisahku, kuperbolehkan deh kau untuk mengomentarinya.

¤¤¤

Sudah beberapa hari sejak pertama kali aku menjejakkan kaki di tempat belajar baru ini. Namun, ngeri juga, dalam waktu sesekejap itu, aku sudah kehilangan beberapa benda kesayanganku. Salah satunya adalah sebuah novelku yang baru saja kubeli beberapa waktu lalu.

Namun, selamatnya, buku yang satu ini tidak jadi lenyap.

Waktu itu, saat jam istirahat berlangsung, aku sedang duduk sendirian di bangkuku. Siswa-siswa lain di kelasku sebagian besar pergi ke kantin, dan sisanya bersantai di ruang kelas, mengobrol dengan teman atau menyontek jawaban PR pelajaran selanjutnya. Saat aku sedang asyik-asyiknya membaca novel baruku itu, tiba-tiba ada seorang lelaki yang hendak bicara denganku, berdiri di hadapanku.

Aku tak kenal dia siapa. Yang kutahu, nada bicaranya sangat tidak enak didengar oleh telinga manusia mana pun. Satu kata untuknya: Kasar. Dia mengocehkan sesuatu yang buruk kepadaku, dengan nada yang mengejek, dan tertawa bersama anak-anak yang berada di sekitarnya. Kudengar ia juga menyuruhku untuk ke kantin dan membelikanku apalah. Hah? Memang kau siapa? Aku tak menggubrisnya. Sudah biasa aku diperlakukan seperti ini, tak apa. Aku masih bisa bertahan. Kuabaikan ia dengan fokus membaca buku baruku itu.

Hari-Hari Terakhir AmandaOù les histoires vivent. Découvrez maintenant