22 || Frenemy

3.2K 762 141
                                    

Masih semangat nungguin Saga? Jangan lupa komen dan vote biar semangat up-nya!!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Masih semangat nungguin Saga? Jangan lupa komen dan vote biar semangat up-nya!!

•••

Hangat mulai menjalari ujung-ujung jarinya, aroma karbol mulai berganti aroma lavender bercampur musk lembut, dan suara itu menginterupsi waktu tenangnya setelah badai yang berhasil membuat bajunya basah oleh keringat.

Ia mengenali suaranya, tetapi lupa siapa namanya, yang rambutnya berwarna cokelat dan senyum manis hingga membuat garis matanya melengkung ke bawah. Siapa nama cowok itu? Kepalanya sakit, mengingat rupanya hal yang menyakitkan.

Tidurnya mulai terusik, ia gusar, bergerak mencoba menghilangkan rasa tak nyaman tak mengingat nama si pemilik suara yang terus memanggil namanya.

Ketika inderanya mulai kembali, Fay bisa merasakan sebuah tangan hangat tengah menggenggam tangannya sementara tangan yang lain menyentuh dadanya.

Buru-buru Fay melawan sakit kepala dan mual yang mendadak muncul lagi begitu cahaya masuk ke retinanya. Tapi di atas itu semua, ia mungkin sedang berada di situasi tak menguntungkan hingga harus mendapatkan pelecehan seksual.

Maka, Fay refleks mengapit leher lawannya yang berambut cokelat pendek, tentu pria. Ia mencekik leher lawannya sekuat tenaga di lengan, tahu bahwa jika ia lengah sedikit keadaannya bisa berbalik begitu saja lantaran otot bisep lawannya cukup besar, begitu juga dengan urat-urat di lengan bawahnya.

Mata Fay semakin ke bawah, mengenali seragam berwarna hitam yang dipakai serta lambang di jam tangan Emporio Armani yang tempo hari ia lihat.

Kini seluruh inderanya telah pulih, ia bisa mengingat siapa si pemilik suara yang sedari tadi meminta ampun untuk dilepaskan cekikan di lehernya.

"Fay, Fay, ampun, gue nggak bisa napas, Fay," pintanya sambil menepuk-nepuk lengan Fay yang melingkari lehernya.

Tahu bahwa ia, mungkin, salah sasaran, Fay buru-buru melepas bahkan setengah mendorong tubuh lawannya hingga menjauh dan duduk tegak menyandar pada pintu mobil. "Gila, lo ngimpi ngebunuh orang apa gimana dah?" tanya, siapa lagi, Saga sambil mengusap lehernya. "Tulang leher gue retak bisa-bisa."

Tak ingin menjadi satu-satunya yang dipermasalahkan, Fay menunjuk Saga. "Lo juga kenapa pegang-pegang dada gue? Mau macem-macem kan? Segala curi kesempatan pegang-pegang tangan gue!"

Mata dengan iris cokelat madu tersebut terbuka lebar, seolah mendengar alasan paling mustahil yang benar dilontarkan oleh anak cerdas macam Fay.

"Lo pingsan, tangan lo dingin banget kayak es," kemudian Saga menunjukkan layar ponselnya yang menunjukkan cara menangani orang yang terkena serangan panik. "Gue nggak tau gimana bikin lo fokus saat lo pingsan, jadi gue bikin fokus sama hangat di tangan, ya kalau salah penanganan, maaf, gue nggak tau."

Untuk lima detik pertama Fay memandangi tangannya, kemudian tangan Saga yang lebih besar lengkap dengan beberapa bekas luka gores juga sedikit memar seperti habis bergelut, kemudian kembali ke tangannya sebelum berdehem dan kembali menatap Saga galak. "Terus kenapa lo pegang-pegang dada gue? Nggak mungkin bikin gue fokus dengan gerepe gue, kan?"

Orionis: EPSILON [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now