008 : Last Season

44 11 2
                                    


Tak ada yang berubah setelah seminggu berlalu. Malah semuanya bertambah buruk. Aslan bisa menghitung jika Raditya—Ayahnya sudah tidak pulang hampir tiga hari ini. Setelah perdebatan panjang nan melelahkan tempo lalu. Aslan masih merekam jelas jenis perdebatan apa yang terjadi. Waktu itu Maya datang menghampiri ruang kerja Suaminya yang memang diperuntukan hanya Raditya yang boleh masuk ke sana. Pria dengan kacamata bergagang keemasan itu tengah tertidur lelap berpangku di meja kerjanya yang berantakkan. Remasan kertas berceceran di lantai. Komputer yang masih menyala. Cangkir kopi yang isinya tinggal setengah. Beserta kemeja biru yang dipakainya masih belum ditanggalkan dari semalam.

Raditya terbangun begitupun dengan sebuah map biru tua terlempar ke atas meja kerjanya. Maya menatap dengan sendu yang teramat dalam.

Tanpa curiga dia membuka map tersebut dan seketika terbelalak. Seperti mendapat kejutan yang mampu membuat pasokan oksigen di tubuhnya terhambat. Sesak.

Sebuah surat permohonan perceraian.

"Aku mau kita akhiri ini, Mas. Aku capek."

"Ini maksudnya apa? Kamu jangan ambil keputusan yang salah!"

"Salah? Aku capek, Mas. Aku kasihan sama Aslan."

"Kalian berdua mau ninggalin aku di sini?"

"Mas nggak pernah ngerti apapun soal kami berdua. Mas cuma mikirin diri sendiri aja!"

"Kamu nggak ngerti posisiku sekarang!"

"Aku ngerti. Makannya aku minta kita pisah aja."

"Pisah?" Raditya merobek surat permohonan dengan raut mengeras. "Enggak akan pernah!" serunya sambil berlalu pergi. Membanting pintu ruang kerjanya. Pergi entah ke mana.

Setelah itu Raditya tidak lagi pulang hingga tiga hari berlalu tanpa kabar apapun.

Aslan duduk berpangku di sofa. Kaus putih berlengan panjang terasa menyesakkan sekarang. Rumah ini seperti berubah guna menjadi neraka yang nyata. Aslan benci pajangan foto dirinya dan kedua orangtuanya. Tersenyum manis dalam potertan besar di sana. Memakai topeng yang menutup semua episode dan kejadian hari-hari yang lalu.

Penipu. Pembohong. Palsu.

Aslan segera meraih sebuah miniatur keramik berbentuk seorang binaragawan. Setidaknya itu adalah barang terakhir yang belum mejadi korban dari perang yang terjadi antara kedua orangtuanya.

Tanpa aba-aba, bahkan napasnya memburu dengan dorongan besar dari dalam dirinya. Rasa muak menjalar hebat menguasai setiap sel tubuhnya.
Aslan melempar miniatur tersebut tepat ke arah foto yang mereka menyembutnya 'foto keluarga'.

Seketika suara pecahan kaca beradu dengan lantai marmer membuat bising yang tak terelakkan. Aslan berhasil merusak foto keluarga tersebut hingga bingkainya jatuh menelungkup di lantai.

"Aslan!" Suara Maya membuat Aslan sontak menatap wanita dengan dua kantung yang menghitam di kedua bawah matanya. Rambut panjangnya berantakkan. Wajahnya kusut kurang tidur.

"Kamu kenapa? Apa yang mau kamu tunjukin sekarang?"

"Aslan risih sama foto itu, buat apa masih dipajang di sana, nggak ada gunanya. Ayah nggak akan peduli lagi sama kita."

Maya menggeleng dengan tangis yang perlahan turun. Isyarat seolah bahwa semuanya akan benar-benar berakhir meski berat hati terasa menghimpit ruang dada yang begitu kecil nan sesak. Sebuah rasa tak rela beranding dengan luka yang seolah menganga di sana-sini.

Maya tak bisa berkata-kata, dia berlalu dengan isak tangisnya yang tertahan.

"Biarin Bi." Aslan menatap pembantu rumahnya cekatan membereskan pecahan kaca di lantai.

"Tapi Den ... kalo keinjek bisa luka." Aslan tak menanggapi selain helaan napas lelahnya. Ia juga bingung harus melakukan apa. Hanya ada bisikan untuk menjadi pengencut.

"Sekalian Bi, buang yang jauh."

Aslan mengakhiri obrolannya keduanya dengan melangkah pergi menuju kamarnya.

∆∆∆


Aslan menatap lekat-lekat atap kamarnya. Remang cahaya dari luar terhalang oleh tirai hitam yang menghalangi jendela balkon. Suara desiran AC terasa menjadi musik utama di kamarnya. Setidaknya hawa dingin beradu dengan lembutnya selimut dan kasur yang Aslan tiduri. Namun, sang empunya masih terjaga. Seakan tak ada waktu untuk terpejam. Mengistirahatkan tubuhnya yang letih di luar dan di dalam.

Pelan namun pasti suara guntur menyambar membuat Aslan mengalihkan pandangannya ke arah jendela kamarnya. Ventilasi di atas memasukkan banyak angin. Tirai mulai bergerak pelan namun pasti. Memberi pemandangan di luar sana.

Langit tampak perlahan mendung. Tertutup awan kelabu.

Aslan mencoba memejamkan matanya saat waktu menunjukan pukul tujuh malam. Ia ingin melupakan semuanya. Semoga saja dan berharap tidak ada salahnya.

Jika saja ia tidur dan bangun lagi. Semuanya bisa berubah.

Atau mungkin, jika semuanya masih sama. Maka dengan penuh rasa syukur, ia harap lebih baik tidak kembali bangun.

Bisikan pengantar tidur membuat Aslan merasakan ada lubang hitam dalam yang perlahan menghisapnya.

Namun lagi-lagi gagal. Matanya terbuka dengan cepat saat sebuah ketukan pintu yang tidak main-main. Suara Bi Ida—pembantu rumah terdengar panik dari luar.

Aslan beranjak dari tempat tidurnya. Berjalan cukup cepat, segera meraih knop pintu dan membukanya.

Wajah Bi Ida tampak panik sungguhan. Air mukanya begitu cemas tergambar dari kerutan di dahi dan sudut matanya. Kedua tangannya bergetar meremas baju daster penuh corak tersebut.

"Den, Ibu Den!!" serunya.

"Kenapa Bi? Ibu emangnya kenapa?" Aslan menatap Bi Ida dengan sorot meminta penjelasan. Wanita dengan tubuh gempal itu malah menangis di waktu yang belum tepat.

"Kenapa, Bi? Ceritain ada apa emangnya sama Ibu?" tanya Aslan dengan raut yang ikut terseret dalam derasnya gelombang cemas. Opsi-opsi buruk telah menjadi pernak-pernik menakutkan yang bermunculan. Menggantung manis di kepalanya. Membisikkan fakta yang akan membuat siapapun terluka.

"Itu Den, Ibu pingsan di kamarnya. Mulut Ibu keluar busa!!"


[—]

A/N

Allo ill?

Gimana nyampe sini?
Sengaja kukasih bumbu konfliknya deh biar ada kesan keponya.

Maunya sebelum tanggal 7 september. Cerita ini udh tamat. Soalnya akan ada cerita baru (full novel) guys...

Takutnya klo ngerjain empat sekaligus bisa" kewalahan dan yang lebih takutnya outlinenya ilang, kena WB ama sibuk.

Jadi, moga aja bisa tamatin Aslan dalam waktu dekat ini.

Moga aja. Doain ya!

Bantu saya carikan typo ya ;)

Vote juga.

See you~

[-] 00:00 (Thinking [Be] Like This)  [END] ✔Where stories live. Discover now