BAB 5

9 3 0
                                    

BAB
L I M A

¤¤¤

Matahari terlihat sedang bermalas-malasan pagi ini. Meski demikian, hati kawannya—sang langit tampaknya dalam suasana baik.

Tumben sekali tidak turun hujan. Gumanku dalam hati. Berjalan sambil memandang ke atas melihat semesta yang pada hari sebelumnya selalu hitam legam kini kelihatan biru teduh.

Dan karena pagi ini hujan tidak turun. Aku berjalan kaki menuju sekolah. Aku lebih senang berjalan kaki menuju ke sekolah ketimbang naik bus atau angkutan umum. Jarak dari rumah ke sekolah juga tidak memakan banyak waktu untuk di tempuh sekitar 15 menit bila berjalan santai. Selain irit biaya transportasi, aku pun bisa menyempatkan diri mampir ke toko buku baca dulu di persimpangan jalan menuju sekolah. Toko buku baca itu dibuka jam enam pagi sampai lima sore. Meski buku-bukunya sebatas hanya boleh di baca di tempatnya saja.

Toko buku bacanya tidak besar. Tapi buku-buku yang duduk manis pada rak-rak kayu di toko buku itu, kebanyakan buku best seller dan langka. Ketika membuka pintu geser yang sudah rapuh termakan usia, aku langsung di sambut oleh lelaki berambut ikal seleher. Dia kak Kahfi—kupanggil bang Afi. Sarjana Arkeolog—pemilik toko buku baca yang kudatangi.

Selain gemar mengumpulkan buku-buku langka, untuk koleksi toko buku bacanya. Bang Afi juga rutin berkelana—obsesinya menaklukan seven summits tapi sebelum ia menaklukan tujuh gunung tertinggi yang ada di dunia. Terlebih dahulu ia ingin menjelajahi semua alam terbuka yang ada di Indonesia sembari bang Afi pula mengumpulkan barang-barang antik seringkali ia temukan selama menjelajah di berbagai tempat.

Seperti pemandangan pertama kali aku masuk ke dalam ruangan itu, aku sudah di suguhkan oleh keberadaan batu-batu berusia ribuan tahun diatas nakas panjang dekat pintu masuk dan sebuah teko kuno serupa teko ajaib punya Aladdin.

“Selamat pagi, nona Ileana.” Sambutnya.

“Pagi bang Afi. Novel yang tempo hari kuminta sudah ada?”

“Oh buku itu. Ada sih. Maaf sebelumnya Ana… novel yang kamu minta di pinjam orang lain. Tapi orang yang meminjam sudah janji kok akan mengembalikannya hari ini.”

“Yah…, gapapa deh. Besok aku datang lagi. Tumben sekali kakak mau meminjamkan buku yang ada di toko ke orang lain kecuali ke aku.”

Lelaki itu lantas tertawa, “Benar juga. Soalnya dia langsung membuatku tertarik sejak pertama kali bertemu.”

“Perempuan?”

“Bukan. Laki-laki, anak SMA.”

Aku bergeming.

Alisnya terangkat sebelah, “Jenis ketertarikan yang kumaksud tidak seperti yang ada di pikiranmu Ana.”

“He-he-he. Aku mau membaca buku lain dulu. 10 menit sebelum lanjut jalan ke sekolah.”

Bang Afi mengangguk lantas beralih menata barang-barang antiknya di atas nakas. Aku berjalan melewati lorong diantara rak-rak buku, mengedarkan pandangan mencari buku yang belum penah kubaca.

Tapi kurasa semua buku di toko ini sudah selesai kubaca kecuali buku bergenre horror dan thiller. Karena aku kurang suka dua genre itu. Yang lain seperti, fiksi romance, sejarah, petualangan, hingga sci-fi sudah ku telan bulat-bulat selama hampir dua tahun lebih aku menemukan tempat yang serupa surga buku bagi para pecandunya.

Suara pintu dibuka terdengar. Pasti pengunjung yang ingin membaca juga. Pikirku. Aku tetap mengedar pandangan, mencari-cari buku. Di ujung lorong kala hendak ingin memutar badan ke lorong selanjutnya tanpa sengaja aku menabrak bahu seseorang. Buku dalam dekapan orang itu terjatuh ke atas lantai.
Lekas aku memunguti buku yang jatuh. Pride and Prejudice karya Jane Austen. Novel incaranku yang katanya di pinjam duluan sama orang lain.

ORBITWhere stories live. Discover now