20. The Secrets You Hide

402 69 15
                                    

SEPASANG netra milik Jennie memejam merasakan dadanya yang berdenyut nyeri

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

SEPASANG netra milik Jennie memejam merasakan dadanya yang berdenyut nyeri. Mengingat kembali percakapannya bersama Hanbin tadi. Sialan. Kenapa rasanya baru sakit sekarang? Omong kosong apa yang sudah Jennie umbar di hadapan Hanbin? Apa katanya? Perpisahan yang lebih baik? Jangan bercanda. Seperti Jennie sendiri sudah siap sepenuhnya melepaskan Hanbin saja. Selama ini ia kan hanya memakai topeng saja di depan pria itu. Tujuh tahun mendapat perlakuan kejam pun tidak mengubah presentase perasaannya pada Hanbin. Masih sama besarnya seperti dulu. Saat mereka masih terlalu muda untuk menyadari lika-liku terjal di masa depan.

Jennie mengembuskan napas kesal. Menatap nanar pantulan dirinya di hadapan cermin besar di kamarnya. Keningnya berkerut menyadari lemak di pipinya sudah menciut. Mungkin efek karena terus menghabiskan hari dengan murung. Diet tidak seampuh patah hati memang.

Ia baru berniat menghapus sisa make up di wajahnya saat ponselnya yang sedang dalam mode charge bergetar. Menampilkan pop-up nama kontak si penelepon yang membuat Jennie bersungut sebal. Ia sudah mengambil cuti untuk satu minggu ke depan dan rekan kerjanya masih berani mengganggu?!.

"Apalagi sialan?!." Semprot Jennie langsung.

Si penelepon terkikik tanpa dosa. Lebih parahnya lagi ucapan selanjutnya membuat Jennie makin meradang. Sunwoo, dokter jaga di ruang forensik yang kebetulan seangkatan dengannya sewaktu kuliah dulu, memintanya kembali ke rumah sakit untuk mengambil berkas di ruangan ayahnya. Katanya sangat penting karena Sunwoo lupa mengambil kembali setelah meminta tanda tangan dari ayahnya siang tadi. Sementara ia sedang berada di lokasi TKP di perbatasan Seoul dan junior mereka di rumah sakit sudah lebih dulu pulang. Tidak tega katanya.

Ya... Jennie tidak masalah juga harus kembali ke rumah sakit hanya untuk mengambil berkas di ruangan ayahnya ketika waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Sangat tidak masalah. Paling-paling minggu depan mengosongkan ruang autopsi dan menguliti Sunwoo hidup-hidup. Sudah menghabiskan waktu dengan penat, memikirkan masalahnya bersama Sungjae, pertemuan tidak teduganya dengan Hanbin, pun masih belum cukup, Jennie harus mendapat jam kerja tambahan? Ck.

Meskipun begitu Jennie tetap meraih tasnya dan melenggang pergi. Mengendarai mobilnya di tengah salju yang mulai turun dengan berat. Membelah jalanan Seoul yang entah kenapa tidak seramai dan sepadat biasanya. Mungkin efek dari salju yang semakin tebal dan suhu yang sudah mulai mencapai titik-titik terendahnya.

Ruangan ayahnya mempunyai akses khusus dengan sandi yang hanya segelintir orang yang tahu. Jennie dan Sungjae tentu saja bisa dengan mudah mengaksesnya. Setelah terlebih dahulu memastikan soal file yang dimaksud Sunwoo, Jennie melenggang santai ke arah meja kerja ayahnya. Menemukan setumpuk berkas terbalut map berwarna putih khas berkas rumah sakit mereka dengan cap dan tulisan tertentu sebagai pembeda isinya.

"Berkas pemindahan tugas ya... Sebentar." Jennie menggumam saat tangannya mulai sibuk mencari-cari hingga netranya menangkap lembaran kertas yang lebih mencuri perhatiannya daripada tumpukan berkas yang masih ia genggam.

[1] SnowflakesWhere stories live. Discover now