1 - Petra

1.4K 231 39
                                    

Y231

Daerah Jajahan Kerajaan Waisenburg

Markas Waisenburg Pinggiran Albatross

Tatapan Petra terpaku pada lawan di depannya. Mengamati tindak-tanduk, kedut otot, kuda-kuda, dan gerak-gerik bola matanya. Seorang prajurit Waisenburg menantangnya dalam duel kombat tangan kali ini. Ia ingat kepercayaan dirinya menantang Petra, tampak congkak dengan tubuh perkasanya membayangi tubuh ramping Petra. Pria itu pikir ia sedang menuntaskan dendam teman-teman seperjuangannya yang kalah melawan Petra. Namun, satu hal yang tidak ia ketahui—ia sedang menggali liang kuburannya sendiri.

Liang kuburan penuh rasa malu.

Penonton mulai berdatangan tanpa diundang. Menciptakan lingkaran kecil, arena bertarung bagi Petra dan prajurit di hadapannya, dengan tubuh penasaran mereka. Para serdadu Reibeart bersorak mendukung dirinya, menyanyikan namanya penuh kemenangan. Di sisi yang lain, prajurit Waisenburg mengolok-olok Petra, mulai mengadakan pertaruhan siapa yang akan menang. Sekumpulan perawat menatap mereka cemas, sudah menyiapkan sekotak obat untuk merawat yang terluka. Di kejauhan, pamannya, Gideon, memandanginya bosan, mengetahui hasil dari pertarungan sia-sia itu. Pandangannya seakan mengatakan untuk menyelesaikan duel secepat mungkin.

Dan Petra akan mengakhirinya secepat kilat.

Lawannya merangsek maju, langkahnya panjang. Menangkap sekilas miring tubuh lawannya, segera Petra tahu bahwa tinju pertama berasal dari tangan kanannya. Petra memutar pergelangan kakinya, mengubah kuda-kudanya sedemikian rupa, menghindari serangannya. Lawannya kembali melancarkan tinju kedua, ketiga, dan seterusnya. Selincah angin, Petra menghindari serangannya yang bertubi-tubi. Petra tergelitik untuk tersenyum memandangi wajah pria itu berubah merah dan olokan prajurit Waisenburg semakin senyap. Bahkan Daria, adik perempuannya, tahu untuk tidak melayangkan tinju membabi-buta.

Detik pria itu melancarkan sebuah pukulan pendek, Petra mengelak dan cekatan menangkup lengannya. Memelintirnya ke belakang hingga pria itu terjerembab jatuh. Tungkai Petra menginjak bahu tangannya yang bebas, cukup kuat untuk menahannya tetap di tanah berpasir. Petra masih mengunci lengan berotot pria itu dalam sudut yang menyakitkan, namun tidak menghancurkan. Pria itu mengerang-erang kesakitan dan Petra mulai berhitung dalam hatinya. Satu, dua, tiga...

"Aku menyerah! Aku menyerah!" seru pria itu.

Dan Petra membebaskannya. Pasukan Reibeart menyoraki kemenangannya, namun tidak cukup berani untuk menyelamatinya secara langsung. Petra memiliki reputasi buruk baik bagi pasukan Waisenburg maupun Reibeart sehingga tiada satu orang pun nekat menghampirinya, kecuali Paman dan Raphael Schiffer, iparnya. Di sudut matanya, Petra menangkap kedik kepala Paman, sebuah isyarat untuk mengikutinya. Petra membelah lautan prajurit yang memadati jalan, mengekori langkahnya. Mengikuti pamannya, memasuki sebuah tenda yang cukup besar sebagai tempat berkumpulnya komandan pasukan merancang strategi serta penyerangan.

Di tengah tenda itu terdapat sebuah meja besar. Peta Albatross terbentang lebar dengan simbol penanda tempat para pemberontak menyerang. Berharap menemukan sebuah pola tertentu untuk menentukan markas Albatross yang sampai detik ini masih tidak diketahui. Melihat corak penyerangan gerilya mereka yang tiba-tiba, Petra dan pamannya berkonklusi bahwa para pemberontak berpindah secara rutin, di pedalaman Albatross, jauh dari pandangan mereka. Namun, tidak mengindahkan saran Paman untuk menyerang ke wilayah lebih dalam, komandan Waisenburg meneguhkan garis pertahanan mereka di pinggiran Albatross, menjaga pelabuhan setelah benteng-benteng lainnya berhasil diambil alih.

Bagaimana operasi memusnahkan pemberontakan ini bisa berhasil apabila satu-satu hal yang mereka lakukan adalah menjaga pesisir pantai? Terkadang, Petra membenci dirinya sendiri yang tidak lebih dari seorang serdadu biasa. Bukan seseorang dengan kekuasaan lebih. Paman selalu disudutkan dan dikucilkan di setiap rapat, seolah-olah ide brilian Paman tak ubahnya sampah. Padahal, dua tahun lalu, Waisenburg sendiri yang meminta bala bantuan kepada Reibeart untuk mengirimkan dua pasukan, salah satunya Korps Istimewa Reibeart, pasukan elite Reibeart. Sekarang, opini mereka tidak lebih dari sekadar angin lewat.

PETRAWhere stories live. Discover now