chapter 18 : Saudara

136 16 12
                                    

Taiga dan Mebius yang masih berada disana hanya diam melihat lejadian random didepannya. Jadi mereka ini adik kakak? Kok bisa? Itu bisa sih, tapi kok bisa kebetulan gini?

"Emm mohon maaf mengganggu waktu emosional ini, bisa kah kalian menjelaslan ini?" Taiga akhirnya angkat bicara setelah terpaku dan otaknya berhenti merespon.

Gaia dan Agul pun melepaskan pelukan mereka dan sedikit berdehem. Sepertinya mereka melupakan kalau disana bukan hanya ada mereka saja. Magissa pun langsung mengambil posisi ditengah-tengah antara Agul dan Gaia. Ia menggandeng tangan mereka berdua dengan senyum yang cerah.

"Ya, seperti yang terlihat, kami itu saudara." ucap Gaia mengawali sembari melirik kearah Magissa dan menepuk kepalanya.

"Secara harfiah bukan kandung." Tambah Agul menatap kearah Mebius.

"Mebius, ingatkan tujuan kami mengembara?" Tutur Gaia.

Mebius kembali mengingat beberapa waktu yang lalu saat Gaia dan Agul datang ke planet ini. Mereka mengatakan tengah melakukan perjalanan untuk mencari saudara mereka. Mebius tidak menyangka jika saudara yang dicari adalah Magissa, yang secara kebetulan juga merupakan target misinya.

"Ah, jadi itu dia?" Tungkas Mebius sembari menunjuk Magissa.

"Ya benar. Tak kusangka kami akan menemukannya disini." Ucap Agul sembari menoleh kearah Magissa dan mengelus kepala Magissa.

"Ah jadi begitu, syukurlah kalau begitu." Timpal Taiga yang kurang paham tetapi ikut senang karena Agul dan Gaia menemukan adik mereka.

'Untunglah aku dan Zero berhasil membawa Magissa kemari' batin Mebius lega. Siapa sangka ternyata sesosok yang mereka bawa itu adalah saudara dari kenalan mereka. Setidaknya Magissa bertemu dengan kakaknya.

"Kenapa Taiga bisa bersama dengan Airi?" Agul bertanya melirik kearah Taiga.

"Oh, dia tinggal dirumahku. Kemarin ayah membawanya pulang."Taiga menjawab jujur.

Magissa mengangguk,"itu benar."

Kedua kakaknya mengangguk paham, meski ada sedikit kegeranan kenapa bisa begitu. Gaia melirik kearah Mebius meminta penjelasan.

Mebius yang sadar akan tatapan Gaia pun berdehem. Ia harus menjelaskan alasan kenapa Magissa bisa ada di Land of Light. Mulai dari peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini, hingga ramalan petunjuk dari King, dan informasi tentang Penyihir Semesta dari Arb.

Mendengar penjelasan dari Mebius membuat mereka yang mendengarkan merasa terkejut dan tak yakin, terutama Gaia dan Agul.

"Jadi menurutmu Airi- maksudku Magissa adalah keturunan dari dia?"

"Aku rasa itu tidak benar, adik kami bukan yang ramalan itu maksdu" sangkal Agul sembari melirik kearah Airi.

"Tapi dari semua bukti dan arahan yang ada itu mengarah kepadanya," timpal Mebius meyakinkan. Memang benar kalau dari sudut pandangnya, Magissa adalah keturunan dari sang penyihir semesta.

Gaia menyilangkan kedua lengannya,"mustahil Airi adik kami bukanlah keturunan siapa-siapa."

Pernyataan dari Gaia membuat Mebius terheran, "apa maksudmu?"

"Biar ku luruskan," Gaia berucap sembari menggenggam tangan adiknya. Dia memohon izin untuk mengatakan sesuatu dari sepenggal masa lalu dari Airi atau Magissa.

Magissa melihat itu membalas genggaman tangan Gaia dan mengangguk.

"Adikku adalah mahluk ciptaan hasil eksperiment. Jadi tidak mungkin dia itu keturunan dari penyihir semesta."

Kalimat pernyataan itu berhasil membuat Mebius terdiam. Taiga yang sedari tadi menyimak pembicaraan mulai ikutan kebingungan, apa yang tengah dibicarakan sebenarnya. Yang ia tahu hanyalah Magissa menginap dirumahnya dan harinini dia bertugas membawanya berkeliling.

"A-apa? Apakah itu benar?" Mebius memastikan. Rasanya sangat aneh mengetahui fakta ini, karena semua bukti dari misi yang dilakukan bersama dengan Zero mengarah pada Magissa.

"Itu benar, aku lahir atau lebih tepatnya diciptakan di laboratorium." Magissa menimpali, ia menatap kearah Mebius dengan tatapan yang serius.

Mebius tampak tertegun mendengarnya, apakah ia dan Zero salah? Tidak tidak, ini sudah benar Mebius menggelengkan kepalanya dan menatap kearah mereka bertiga.

"Semua bukti dan arahan sudah tertuju pada Magissa. Dan Alam Semesta tidak pernah salah." Mebius berjata dengan penuh keyakinan.

"Kami tetap akan melakukan apa yang telah kami yakini. Kami yakin Magissa adalah sosok yang dimaksud, kami akan menjaganya sesuai janji kami pada Arb."

Magissa yang mendengar itu menghela nafas,"terserahlah, kau benar-benar keras kepala. Jangan menyesal jika pada akhirnya buktimu itu salah."

"Ini tidak salah, aku yakin itu." Mebius berkata dengan senyuman yakin.

Gaia dan Agul hanya terdiam. Gaia memiliki spekulasi akan kemungkinan yabg sebenarnya. Bisa saja keyakinan Mebius benar atau justru sebaliknya.

"Aku tidak terlalu paham tapi, semoga dapat yang terbaik." Taiga berkomentar setelah berdiam diri dan menyimak pembicaraan ini.

"Terserahlah! Ngomong-ngomong aku menang ya, jadi apakah aku mendapatkan sesuatu?" Magissa menatap Taiga sembari menyilangkan tangannya.

"Hah? Hei bukannya kita tidak taruhan apa-apa?" Taiga menoleh kearah Magissa.

"Oh ayolahh harusnya ada." Protes Magissa.

"Tidak! Tidak!" Taiga menggeleng, karena sedari awal memang tidak ada taruhan apa-apa.

"Cih, tidak asik." Magissa menggerutu.

Mebius, Gaia, dan Agul yang mendengar itu merasa sedikit geli. Agul tersenyum miring saat mendengar Magissa menang, ternyata didikannya tidak salah.

"Oh iya, Airi kau mau menengok Dyna tidak?" Gaia menstop perdebatan Taiga dan Magissa.

"Huh kenapa memangnya? Dyna-nii kena seruduk Gomora lagi?" Magissa memiringkan kepalanya.

Gaia terkekeh mendengar cletukan Magissa,"tidak bukan itu. Dyna terkena racun dalam pertempuran beberapa waktu lalu."

"...."

"Dyna-nii bisa kena racun??"

Dyna be like : adek durha--

TBC.









SUPRISEEE

Ultra fanfic series: Ultrawoman MagissaWhere stories live. Discover now