WLTS 25

229 35 1
                                    

Namja itu keluar dari ruangan tes. Berjalan gontai. Ia ingin menikmati udara segar sebelum waktu nya habis.



Mata nya dapat melihat jalan, walaupun itu samar samar. Dibantu dengan tangan yang meraba raba tembok.



Sampai pada akhir nya, menghela napas lega, karena sudah merasakan angin sejuk yang menerpa kulit mulus nya.



"Hyung? Ah, Hyung," Terlihat Soobin berdiri memegang tangan Yeonjun.



"Kau... Soobin?" Yeonjun mengernyit.



"Nee... Aku Soobin, ayo duduk hyung," Ucap Soobin membimbing yeonjun duduk di sofa yang ada di rooftop.



"Hyung... Maaf tadi aku ke toilet dan kesini sebentar saat aku melihat Soobin dan Kai..."



"Tidak apa apa, Taehyun-ah," Senyum Yeonjun merekah, mendapat perlakuan hangat dari Taehyun.



"Sedang apa kalian disini? Membicarakanku ya?" Yeonjun menatap Kai, meminta penjelasan.



"Ti-tidak."



"Lalu?"



"Kami sedang mengobrol tentang game," Potong Taehyun cepat.



"Tidak usah berbohong."



"Untuk apa aku berbohong."



"Yasudah."



Maaf, Yeonjun hyung, batin Taehyun.



Sepi. Yang dirasakan di siang hari ini. Cuaca nya tidak panas, dan tidak hujan. Sejuk. Seperti ingin hujan, tetapi cerah.



"Hari ini, cuaca nya bagus, yah.." Yeonjun mulai membuka percakapan. Mengingatkan kepada orang-orang masih ada diri nya di tempat ini.



"Iyah, aku suka."



Diam.



"Aku punya satu permintaan." Kata Yeonjun menunduk seperti mengumpulkan keberanian.



"Kalau aku tiada, kalian jangan menangis ya?"



Diam lagi.



Soobin mencerna omongan Yeonjun yang tadi ia dengar. Kai sibuk dengan pikiran nya sendiri, reaksi apa yang harus dikeluarkan. Dan Taehyun, sudah tahu akan terjadi seperti ini.



Tak ada suara. Angin pun enggan berderu. Menambahkan efek sunyi pada mereka.



Pintu rooftop ditutup. Dari rooftop, mereka dapat melihat gedung gedung menjulang.



Dan pemandangan kota Seoul yang indah. Tapi, pemandangan itu terlihat menyakitkan untuk sekarang.



"Mengapa kalian tidak menjawab?"



"Ya," Taehyun menutup kedua mata nya. Mengatur nafas, agar tidak sesak. Merentangkan tangan, merikleskan tubuh nya sendiri yang sempat menegang tadi. Menahan air mata, agar tidak keluar. Memperkuat hati, agar tidak terasa sakit.



"Aku, akan mencoba agar aku tidak menangis," Setelah mengucapkan itu, Taehyun terdiam.



Semua nya juga. Grup yang dulu sangat penyemangat sekarang berubah, tak ada lagi harapan.



Tak ada lagi, semangat. Masa kelam menghantui. Ego dan kehilangan saling menyahut.



Grup yang dulu di kenal sangat sering tertawa bersama, terdiam. Diam dalam keheningan.



Yeonjun ungkap bicara lagi, "Soobin dan Kai bagaimana?"



Kai diam. Soobin menggigit gigit bibir bawah nya.



Tak menyangka Yeonjun mengatakan itu dengan mudah.



"Tidak," Ucap Soobin yakin.



"Aku tahu kau punya alasan, sampaikan."



"Jika hyung pergi sekarang, mungkin aku tidak akan merelakan hyung."



"Y-ya, a-aku juga," Kai mulai bersuara.



Traumanya, muncul.



Kai takut. Sangat takut.Takut kehilangan, sosok yang ia cintai, sosok yang ia banggakan. Sosok yang selalu ada untuk nya, dan untuk keberhasilan grup.



Yeonjun tersenyum. Tidak terdeteksi itu senyum apa.



"Sudah aku bilang, kalian harus merelakan di waktu yang tepat."



"Dan ini bukan waktu yang tepat." Kai unjuk rasa, memutus rantai perasaan yang saling mengikat satu sama lain, dengan satu kalimat.



"Menurutmu, iya. Tapi menurutku, tidak. Ini waktu yang tepat. Kita sudah akrab seperti dulu. Kita bisa saling bersatu. Kita bisa mempercayai. Kita bisa," Yeonjun menelan ludah. "Kita bisa bersama seperti dulu." Terus nya.



"Aku lelah, Soobin, Kai, apa kau tidak mengertiku? Aku rasa kau pasti mengertiku," Yeonjun menjeda omongan nya.



"Penyakit ini sudah lama.. Sebelum TNG terbentuk, asal kalian tahu. Dan aku, sungguh tidak kuat lagi. Jadi, kumohon Soobin, Kai, jangan menangis yah?" Yeonjun menatap lekat wajah mereka berdua. Yeonjun berada di tengah tengah mereka.



Dari kiri, Kai, Soobin, Yeonjun, Taehyun. Itu urutan nya.



"Bisa? Soobin-ie?"



"Bisa? Kai?"



Kai dan Soobin bertatapan. Bingung harus merespon seperti apa. Lumayan lama, mengoper sendu satu sama lain.



"Aku, ya."



"Aku, ya."



Diam. Lagi lagi. Tak ada yang ingin dibicarakan. Masing masing diam. Menahan air mata yang menggedor gedor ingin turun.



"Kalau begitu, kalian sudah ikhlas aku pergi sekarang?"



Semua orang meneguk ludah. Diberi kejutan lagi oleh pria bermarga Choi tersebut. Tidak tahu harus menjawab apa, tidak tahu harus merespon seperti apa.



"Kemarin lusa aku bertemu Beomgyu, ia mengajakku. Tapi aku menolak. Karena aku, ingin menyatakan ungkapan terakhir ku pada kalian. Agar kalian, rela membiarkan ku pergi, rela melepas ku, tidak sedih dan menangis, seperti yang kita lakukan saat Beomgyu meninggal. Itu semua untuk kalian. Aku menyayangi kalian lebih dari apapun. Jadi, boleh biarkan aku tidur?"

We Lost The Summer | TXTWhere stories live. Discover now