Terjalin (6)

33.1K 1.9K 151
                                    

Lama tak sua readers ... begitu buka Wattpad daku langsung puyeng liat tampilannya, tambah bikin males buat buka2. tapi yah karena punya tanggung jawab moral buat lanjutin cerita meski dengan kecepatan keong sih yah gak papa lah ya, harap di maklumi. soalnya yang nulis lagi masuk fase error menjelang WB hingga dakuh tiba di fase humanity error dimana tulisan Godzilla terbaca jadi Gozali dan ubur-ubur terbaca jadi dubur-dubur hehehe ... sori deh vulgar tapi beneran ini. jadi yaah kalo ada kesalahan di update-an kali ini, di moho untuk pura2 gak liat deh ya wkwkwkw ... sampai jumpa all readers.  

“Gurauanmu tidak lucu!” ketusku sambil memelototi Dalila dan bergegas melompat dari tempat tidur lalu membenahi pakaian. Lirikan tajamku teralih pada Igo yang masih mematung seraya menatap kearahku. “Hebat juga,” desisku dingin. “Setelah bertahun-tahun kalian masih saling setia dan bahu membahu untuk membuatku menderita.”

            Dalila menatapku agak kaget, “Maksudmu aku merekayasa ini?”

            “Memangnya tidak?” tanyaku sinis.

            “Kau gila! Coba tanya pada dirimu sendiri Nia, apa yang telah kau lakukan dengan Igo sampai membuahkan janin di….”

            Kuacungkan tapak tanganku di depan wajah Dalila untuk menghentikan ocehannya. “Tidak ada janin di dalam tubuhku, ini semua rekayasa. Kau dengar. RE-KA-YA-SA.”

            “Astaga!”

            “Aku akan pastikan kau salah.”

            “Dengan cara apa?” tanya Dalila sambil menghela nafas seakan-akan dia tidak berminat mendengar ocehanku. “Silahkan ke Obgyn lain, tapi kau tetap akan hamil.”

            “Mimpi saja sana!” aku menyambar tas tanganku dan bergegas menuju pintu keluar tanpa mengatakan apapun lagi.

            Aku sudah mencapai pintu masuk klinik saat merasakan cekalan kuat di tanganku.

“Nia, please!” suara itu bergetar penuh emosi. Apa yang sangat tidak aku harapkan untuk di dengar.

“Lepas!” bentakku padanya. Tapi yang ada aku malah merasakan cekalan itu semakin menguat.

“Sayang! Ini enggak main-main … kamu dengar apa yang Dalila bilang tadi?” Igo menarikku dalam pelukannya, tak hirau dengan upayaku yang sedari tadi meronta coba melepaskan diri dari pegangannya.

“Sayang, hati-hati … kamu nggak boleh banyak bergerak, kamu …”

“Shut up! Cicing! Mingkem! Diem!” tunjukku tepat di depan hidung Igo.

“Oke … sayang oke.” Dengan sangat hati-hati Igo menjauh dariku, melepaskan pelukannya dengan perlahan seakan-akan aku akan langsung hancur hanya karena dia lepaskan. “Tapi kamu pakai ini ya,” dia mengeluarkan sesuatu yang ia selipkan di saku celana bahan yang ia kenakan. Benda yang langsung membuatku meringis begitu melihatnya.

“Kamu bercanda lagi ya?” kutatap dengan jijik pada sandal teplek berukuran mungil di tangannya. “Dapat dari mana itu?”

“Aku ambil punya Dalila.”

“Sial! Kamu mau aku pakai barang bekas kekasihmu?”

“Sayang, aku cuma mau kamu sama bayi kita aman.”

Detik di mana dia menyelesaikan kalimatnya, detik itu juga aku berbalik dan melaju bak peluru menuju parkiran.

“Sayang,”

“Aku nggak hamil, Igo. AKU.NGGAK.HAMIL!!”

“Tapi,”

Aku berbalik menghadapinya, “Sebenarnya permainan apa yang sedang kamu mainkan dengan mantanmu itu?”

La MagiaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora