H

417 70 4
                                    

Baekhyun mendorong-dorong pasta di piring dengan garpu, sambil sesekali mengambil sepotong kecil daging untuk dimakan tanpa merasakan apa-apa.

Dia duduk di sana bersama Jihoon dan Chanyeol, mendengarkan mereka saling meledek. Itu terasa seperti mimpi. Baekhyun mengira dirinya akan langsung bekerja keras begitu tiba di sana, bukannya menikmati makan malam santai dengan dua teman yang begitu mudah akrab dengannya.

Pandangan Chanyeol yang hangat bertemu dengan matanya dan Baekhyun seketika tersedak.

Teman? Jangan harap.

Ingatan akan ciuman membara di dapur tadi membuat Baekhyun meraih gelas dan meminum semua isinya. Air itu menenangkannya sedikit. Tubuh Baekhyun seperti terbakar sejak Chanyeol memusnahkan semua alasan yang telah disiapkannya untuk meyakinkan diri bahwa minggu ini hanyalah pekerjaan biasa.

Baekhyun tidak menduga Chanyeol akan datang, walaupun sepanjang perjalanan kemari dia telah mempersiapkan banyak alasan untuk menjauhkan diri jika Chanyeol memang muncul.

Mereka berbeda dalam segala hal.

Chanyeol hanya ingin bersenang-senang sesaat; sedangkan Baekhyun ingin yang terbaik untuk selamanya.

Pria itu menyukai segala sesuatu yang modern; sedangkan Baekhyun mengenal setiap kepala sabuk sepatu dari tahun 1950 tapi tidak mampu membedakan antara ponsel dan iPad.

Semua alasan masuk akal dan logis telah dia persiapkan. Dan dia bertekad untuk menjaga hubungan mereka tetap profesional seandainya Chanyeol datang.

Well, Baekhyun bisa memberi ciuman selamat tinggal pada logika, seperti ketika dia mencium Chanyeol tanpa ragu.

Astaga, rasanya dia hampir ambruk saat Chanyeol menciumnya, lalu tubuhnya menyala seperti kembang api di malam tahun baru.

Sudah berapa lama sejak dia terakhir kali dicium seperti itu?

Satu kata bergema dalam benaknya tidak pernah… dan dia mencoba melirik pria yang sudah mengguncang dunianya.

Sementara Jihoon bercerita tentang beberapa aksi yang dilakukan Daniel, Chanyeol mengangguk dan menggumamkan “ah-ha” sesekali, namun pandangannya tidak lepas dari Baekhyun.

Baekhyun menelan ludah, bersusah payah melonggarkan kesesakan di lehernya. Karena jika salah satu dari mereka bertanya kepadanya, dia akan menjawab dengan suara yang melengking memalukan.

Merasakan kegundahan Baekhyun, Chanyeol tersenyum dan mengangkat Shiraz ke arahnya, tapi menggoda untuk apa? Mengakui adanya ketertarikan yang menjengkelkan namun tak terelakkan di antara mereka? Mengikuti permainan apa pun yang tidak dimainkannya?

Sepertinya tidak, tapi semakin lama Chanyeol menatap Baekhyun dengan mata biru itu, semakin sulit Baekhyun untuk tetap fokus pada pekerjaannya.

“Bagaimana menurutmu, Baekhyun?”

Sambil memaki pria yang membuyarkan fokusnya sehingga tidak mampu mengikuti percakapan sama sekali, Baekhyun beralih menatap Jihoon, memikirkan bagaimana dia harus menjawab pertanyaan yang barusan ditanyakan padanya.

Chanyeol menaruh garpu, menautkan jemari dan memasang seringai angkuhnya sehingga membuat Baekhyun ingin melempar Stroganoff ke pangkuan pria itu.

“Ya, katakan, Baekhyun, kami ingin mendengar pendapatmu tentang keahlianku mengerjakan berbagai hal.”

Oke, jadi pria itu memberikan bantuan dan menyelamatkannya dari malu. Bukan berarti dia bisa lolos begitu saja.

MA VINTAGÉ BOY - CHANBAEK✅Место, где живут истории. Откройте их для себя