1

4.5K 23 0
                                    


Angin malam berhembus pelan, gadis berkaos putih dan celana legging selutut berjalan melewati jembatan beton. Di tangan kanannya memegang plastik hitam berisikan beberapa bungkus mie instan dan telur.

Rumah-rumah penduduk sedikit kumuh yang berdempetan agak merusak pemandangan, suara-suara berisik dari rumah-rumah tetangga menganggu pendengaran saat Elina menelusuri jalan sempit sebelum akhirnya sampai di depan rumahnya.

Rumah sederhana berdinding papan tipis dan berwarna putih gading yang terlihat agak kotor tak terawat, putung-putung rokok bertebaran di halaman rumah sempit itu. Sangat tidak terawat, semenjak mendiang ibunya meninggal 7 tahun yang lalu.

Tuk!

Langkah Elina terhenti saat melihat sepuluh orang remaja laki-laki duduk-duduk santai di kursi pelataran depan rumahnya. Gaya selengean dengan pakaian cukup keren, kepulan asap yang terasa manis di penciuman dari rokok elektronik menyeruak masuk ke hidung Elina.

Gadis itu tak sengaja betatap mata dengan seorang remaja laki-laki, yang sepertinya seusia Kakaknya Reza.

Justin, laki-laki bermata sipit dan kulit putih bersih itu terus menatap Elina dengan tatapan menjijikan menurut gadis itu. cepat-cepat Elina melangkahkan kaki melewati segerombolan laki-laki itu. Tetapi..

"El!" teriak Reza, menghentikan langkah Elina.

Elina tersentak, lalu menghentikan langkah tepat saat hendak memasuki pelataran rumah. Dan menatap Reza.

"Ada apa?" tanya nya cuek.

"Bikinin gue kopi dong, kopi manis jangan pait , awas lu." ucap Reza sebelum menghisap rokok batangan nya.

Tiba-tiba Elina mencium bau meyengat alkohol menyeruak hidungnya.

"Abang minum lagi?!" umpat Elina, lalu ia melirik beberapa botol minuman keras OT di atas meja kayu.

Demi mendengar ucapan Elina , emosi Reza meninggi. Ia bangkit dari duduk langsung menarik kerah baju Elina.

"Lo jangan banyak bacot, buruan bikinin gue kopi!" Bentak Reza.

Elina bergetar, matanya mulai berair, dada nya pun berdebar hebat, saat melihat amarah kakak tertuanya itu. Ia langsung mengalihkan pandangan dan buru-buru masuk rumah setelah Reza melepaskan jeratan nya.

"Siapa lo, Za?" tanya Justin saat Reza kembali ke kursinya dan menghisap rokok.

"Adek gue, nape?" Ucap Reza santai lalu mengambil ponselnya.

"Cantik." ucap Nata sambil tersenyum miring.

"Baru tau gue lu punya adek." Sambung Elang sambil main game di ponselnya.

"Iya emang dia anaknya jarang keluar rumah, makanya gak keliatan." balas Reza.

"Boleh juga tuh," ucap Justin sambil menaikan satu alisnya.

"Maksud lo?" Reza menatap tajam Justin dan melepas ponselnya.

Justin tertawa, "adek lo."

"Lo gila? Adek gue kelahiran 2002 gitu." Reza tertawa.

"Tapi bodynya mantep." ucap Justin dengan muka mesum sebelum menenggak sebotol miras di tangannya.

Nata ikut tertawa, "Gue juga pengen sih, Za."

Reza melongo, " Lo pada udah gila apa? Lo kira gue mau jual adek gue?" Reza menggelengkan kepala sambil tertawa, sepertinya kesadaran nya sudah berkurang akibat mabuk.

Langkah Elina terhenti saat mendengar ucapan kakaknya barusan, tangannya yang memegang secangkir kopi bergetar hebat. Kepalanya langsung pusing, badannya membeku sebelum akhirnya ia beristighfar dan melanjutkan langkahnya keluar ruang tamu.

"Bang.. ini kopi nya." ucap Elina pelan saat meletakkan secangkir kopi di atas meja.

Reza menatap Elina, lalu menaikan alis.

Sembilan pasang mata itu menatapnya dengan tatapan panas, yang langsung membuat sekujur tubuh Elina membeku.

Lagi-lagi Justin menatap mata Elina dengan intens semakin ke bawah yang semakin membuat gadis itu risih. Tubuh montok dan sexy Elina dan bibir itu memang tidak bisa mengalihkan pandangan semua laki-laki padanya. Elina langsung membalikkan tubuh dan masuk rumah.

Justin bangkit dari kursi lalu berkata, "Za gue pengen ke WC,rumah lu ada WC kan."

" Terus aja lo masuk, nanti belok kanan, atau tanya adek gue dia baru masuk."

Justin mengangguk dan masuk rumah sederhana itu ,ia memasuki ruang tamu seadanya, kursi tamu seadanya dan TV tua. Lantai kayu dan tenda yang sudah lama tidak diganti, itupun sering dicuci satu bulan sekali tetapi warnanya tetap kotor karna sudah berusia tahunan.

Laki-laki berkaos hitam itu berjalan pelan dan menarik tenda ke dapur. Langkahnya terhenti saat melihat punggung gadis cantik itu membelakanginya , sepertinya sedang memasak mie.

Seketika Justin merasa tubuhnya memanas melihat lekuk tubuh gadis cantik itu yang terlihat sangat indah di matanya. Perlahan ia melangkah dan menyentuh pinggang Elina pelan, sedang tangan kirinya menutup mulut Elina dengan cepat.

Elina tersentak dan jantung nya berdebar kencang. Dadanya naik turun dan pikirannya kacau. Pelan bergerak ke atas tangan Justin meraba perut rata Elina.

"Mmmmhhhhh" rintih Elina.

Justin menutup matanya tak ingin melewatkan tiap demi detik moment yang ia berikan kepada Elina yang memberikan kenikmatan tiada tara untuk justin sendiri.

Elina berontak, berusaha sekuat tenaga melepaskan diri dari kekangan Justin.  Tetapi tubuh itu tak bergerak sedikitpun seakan tubuh keduanya terkunci rantai. Elina tak habis akal, dengan sekuat tenaga ia menggerakkan bibirnya dan mengigit telapak tangan Justin, membuat laki-laki itu kesakitan. Seketika itu juga Justin melepaskan kekangannya dan Elina langsung membalikan tubuh 360° dan menghadap Justin.

Jantung Elina berdebar hebat saat sepasang mata elang itu menatapnya tajam. Elina mendorong tubuh justin kasar.

"Ngapain kamu!?!!" teriak Elina.

Justin melotot dan maju selangkah lalu menutup mulut Elina, "jangan kenceng-kenceng! Nanti yang lain pada tau!" umpat Justin.

Sedetik kemudian Elina mendorong tubuh Justin menjauh darinya dan tanpa basa basi menampar wajah Justin sekuat tenaga.

Seketika air mata mengalir dari sudut mata kiri Elina, menandakan betapa terguncang nya dirinya sekarang.

Elina langsung mematikan kompor dan pergi meninggalkan Justin di dapur.

Justin menyapu pipi kirinya yang memerah bekas tamparan Elina , lalu seulas senyum miring menghiasi wajah tampannya dan tertawa.

"Cepat atau lambat gw akan mendapatkan lo!" umpat Justin.

"Dapet lo WC nya?" ucapan Reza tiba-tiba mengagetkan Justin.

Justin membalikan tubuh lalu membenarkan kaosnya, "Ya sudah, thanks." Lalu berjalan santai keluar dapur.

Reza bingung menatap meja kompor dan panci dipenuhi mie yang sudah membengkak, sedikit mengernyitkan alis.

Ia membalikan tubuh dan berjalan menuju pintu kamar Elina.

"El! Mie lo tuh kenapa ditinggalin!" teriak Reza sambil mengetuk pintu triflek kamar Elina.

Reza menaikkan bahu saat menyadari teriakannya tak dihiraukan lalu ia berjalan kembali ke pelataran rumah.

Justin menggak segelas miras lalu menghentakan gelas di meja dan menatap Reza yang sedang minum di depannya.

"Za gimana kalo gue boking adek lo?" Ucap Justin sambil menaikkan sebelah alis.

"Jadi pemuas nafsu gimana?" Lanjut Justin dengan gaya selengean.

Demi mendengar ucapan Justin, kedua bola mata Reza melotot dan tersedak miras,

"Apa?!!!"

Bersambung .....

DON'T TOUCH ME (AGAIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang