08 || Cause I Hate You

309 42 2
                                    


“Kita akhiri saja sampai disini, Baekhyun! Bukankah memang mustahil bagi kita untuk bersatu? Kita putus saja, kau tidak perlu mencari jalan pintas apapun.”

Daeha tahu pasti, kata-katanya yang satu ini akan sangat mengecewakan untuk Baekhyun, bahkan perasaannya ikut hancur sekarang. Ada banyak penyesalan yang terus menusuk hatinya, seperti ingin berbalik menemui pria yang mungkin saja masih berdiri dengan penuh rasa kecewa di tempat yang sama. Berlari, memeluknya dengan sangat erat, kemudian mengatakan betapa ia sangat mencintainya.

Tapi ini sudah menjadi pilihan yang terbaik, baginya arti kebahagian bukan lagi tentang bisa bersama, tapi memastikan orang yang dicintainya aman dan baik-baik saja.

“Apa kau baru saja kencan dengan Baekhyun? Lagi?”

Daeha hanya bisa menunduk pilu dari tempatnya. Tak peduli lagi meskipun Tao memergokinya, lagi pula Tao sudah tau sejak awal. Dan satu lagi, hubungannya dengan Baekhyun juga sudah berakhir jadi wanita itu tidak perlu lagi mencari-cari kesempatan untuk kabur. Ah! Kabar yang sangat baik untuk Tao bukan?

Pria jangkung itu berjalan mendekati Daeha, menghapus sisa air mata wanita itu yang sudah hampir mengering, namun menetes kembali tepat ketika jarinya melintas untuk menyeka-- sia-sia. Entah apa arti perlakuan lembut itu, terasa seperti semakin menyakitinya. “Kau lupa kalau aku ini  suamimu, hm? Kau hanya perlu duduk di rumah dan menungguku pulang kerja. Apa sesulit itu?”

“Sulit? Apa pantas kamu bertanya seperti itu?” Daeha dengan kasar menghempas tangan pria yang mengaku sebagai suaminya itu, tangan yang membelai kepalanya dengan sangat lembut namun terasa sangat menyakitinya. “Aku bukan menunggumu pulang kerja tapi menunggumu pulang dengan membawa jalang setiap malam. Kau tidak punya perasaan apapun, untuk apa menikahi dan mengurungku disini?” ucapnya parau.

“Kau kasar sekali si” gumamnya begitu perlakuan lembutnya ditolak oleh sang istri. “Bagaimana bisa aku mencintaimu kalau hatimu saja tidak pernah terbuka untukku?” Tao membuang muka sekejap untuk menahan amarah yang mulai terpancing. 

“Aku pernah sangat mencintaimu tapi kau justru tergila-gila dengan si brengsek Byun Baekhyun. Aku harus bagaimana sekarang? Kau bahkan masih berhubungan dengannya.” Wajah Tao berubah sendu, kosong namun terdapat amarah yang berusaha ia sembunyikan. Suaranya sedikit terdengar seperti orang yang serba salah, ingin rasanya menunjukkan betapa frustasi dia sekarang.

Daeha menghela napas berat. “Kalau begitu ceraikan aku, untuk apa juga mengurungku seperti ini kalau kau tidak pernah menginginkanku?” jawab wanita itu tanpa ragu.

“Bagaimana bisa aku membiarkanmu setelah kau menyakitiku selama ini, aku ingin kau juga merasakan apa yang aku rasakan. Itu saja.” Tao tiba-tiba saja tersenyum hambar, entah karena perasaannya yang telah kosong atau masih diselimuti dengan luka dan rasa yang ingin terbalaskan.

“kau sudah gila?”

Sekali lagi Tao tersenyum pongah, namun terlihat sedikit sendu dengan mata yang merah antara marah dan perasaannya yang hancur. “Hanya karenamu aku menjadi seperti ini Park Daeha. Gila! Benar aku sudah gila. Aku mencintaimu, menghormati Park Chanyeol seperti seorang kakak meskipun hanya saudara tiri. Tapi aku yang itu justru kau campakan beitu saja.”

Harus Daeha akui, Tao yang dulu jauh lebih menyenangkan dari Tao yang sekarang. Tapi bagaimanapun dan apapun alasannya Tao tidak berhak memaksakan persaan Daeha untuk balas mencintainya. Lagi pula alasannya terdengar sangat kekanak-kanakkan.

“Kau tidak bisa memaksa perasaanku seperti maumu. Lagi pula kau sudah cukup dewasa untuk bisa memahaminya, untuk apa memperpanjang masalah ini? Aku lelah. Kau juga lelah kan?” Daeha mengambil kesempatan untuk menatap kedua mata tajam Tao lebih dalam. Tapi pria itu justru buang muka begitu saja.

“Tao, anggap ini permintaan pertama sekaligus yang terakhir dariku. Tolong, akhiri ini, kita bisa bahagia dengan hidup masing-masing tanpa harus menyimpan dendam.” Lanjutnya dengan suara serak akibat terlalu lama menahan tangis.

Tao mengambil langkah lebih dekat kearah wanita itu berdiri, menatapnya penuh harap. Membuat Daeha tenggelam dalam perasaan antara bingung dan juga takut. Mata yang semakin memerah antara menyampaikan amarah ataupun menahan sesak didalam hati Tao terlihat sedikit membuat ciut nyali sang istri.

“Aku berusaha mengakhirinya. Itulah mengapa aku menjanjikan kekasmu itu ‘dirimu’ begitu dia sanggup menyelesaikan tugas yang sulit. Aku yakin dia bisa menggila dan aku pastikan dia tidak akan berhasil. Hanya setelah Baekhyun menghilang kau bisa membuka hatimu untukku dan saat itu akau akan coba untuk mencintaimu lagi.” Air muka Tao berubah melembut dan penuh harap. Terlihat begitu pasrah dan putus asa.

“Tidak perlu repot-repot menyingkirkan Baekhyun, aku tidak ada hubungan lagi denganya. A-aku akan berusaha menerimamu, bagaimana? kita masih bisa memulainya dari awal seperti apa yang kau inginkan.” Kalimat yang Daeha ucapkan ini mungkin terdengar mengejutkan di telinga Tao. Kalau saja hatinya tidak sekuat dan sekeras sekarang ini, dia akan langsung merengkuh dan memeluk Daeha agar wanita itu tak lagi bisa lepas dari pelukannya. 

Tapi Tao tidak sebodoh itu untuk terbawa suasana, meskipun sudah hatinya melunak namun pikirannya masih tajam untuk menolak sesuatu yang bisa melukai perasaannya lagi. “Jujur saja aku ingin berkata ‘ya’ tapi hatiku masih terasa sakit untuk menerimamu yang bahkan masih menyimpan pria lain di sini.” Telunjuknya mengarah tepat di dada Daeha. seolah menunjuk pada hati wanita itu.

“Sampai kapanpun kau tidak akan bisa mencintaiku selagi masih ada si brengsek itu di dalam hatimu. Sekuat apapun kau berusaha, tidak bisa kan?” Daeha hanya diam dengan pertanyaan Tao yang lebih tepatnya seperti menebak. “Karena itu, Daeha! aku harus menyingkirkan Baekhyun lebih dulu untuk mendapatkanmu.”

“Aku membencimu! Itulah alasan mengapa aku tidak pernah bisa membuka hatiku untukmu meskipun hanya sedikit. Karena kau egois.” Dengan air matanya Daeha pergi begitu saja meninggalkan Tao yang masih berdiri mematung dengan perasaan kosong di tempat yang sama.

Pria jangkung itu melempar sebuah miniatur berbentuk lampion berbahan kaca yang menjadi hiasan meja disampingnya sebagai pelampiasan. Tepat bersamaan dengan teriakkannya yang terdengar sangat berat. Berusaha melepas semua rasa marah dan frustasinya Tao sekarang, meskipun tidak merubah apapun setidaknya bisa sedikit menenangkan.

Perlahan kakinya mundur dan melempar tubuhnya secara asal diatas sofa yang ada disana. Melepas dengan kasar dasi yang sedari tadi rapih melingkar di kerah lehernya. Membiarkan kemeja yang ia gunakan terlihat kacau, seolah menyampaikan sekacau itulah perasaan Tao saat ini. “Sial! Kau selalu mengabaikanku, tidak bisakah lihat aku sedikit saja?” Umpatnya lirih dengan matanya yang dibiarkan terpejam.






Silahkan vote dan komen per-line jangan lupa.

Sedih Yaaa...
Sudah sampai part 8 tapi belum punya pembaca, semoga yang mampir betah aja  biar gak ada niatan Hiatus😭

Dating With My Boss ✔️ [Completed]Where stories live. Discover now