Segala Dalam Diam : 9

662 89 14
                                    

Bagian Sembilan.

Tiba-tiba saja, Gilang teringat dengan ucapan kembarannya beberapa hari lalu.

"Karena teman baik akan selalu ada tanpa peduli apapun posisi dan kondisi lo. Dan gue rasa, kalian bisa saling membantu untuk menghilangkan fobia masing-masing."

Gilang menghela napas. Jika berteman dengan Khansa membuat ia bisa menghilangkan fobia yang ada pada dirinya, maka Gilang akan mencobanya.

"Jawab aja. Gapapa."

"Hmm ... iya."

Gilang menganggukkan kepalanya dengan perlahan. "Gimana bisa? Acrophobia dan scopophobia. Takut ketinggian dan takut ditatap. Tunggu, kalau gue tatap lo, apa lo juga takut?"

"Tidak. Hanya ketika aku ditatap oleh banyak orang."

Kini, Gilang hanya diam. Ia menunggu Khansa menceritakan semuanya sendiri. Ia takkan memaksa. Karena ia tahu, pertanyaannya pasti akan dijawab.

"Acrophobia. Kamu sudah tahu tentang Abi yang duduk di kursi roda kan? Salah satu kakinya dinyatakan lumpuh permanen oleh dokter sekitar lima tahun yang lalu."

Khansa tersenyum getir. Hanya dalam beberapa kali kedipan saja, air matanya bisa tumpah.

"Dan itu semua karena orang-orang yang memiliki dendam dan mau merebut rumah makan yang Abi bangun dengan jerih payahnya sendiri. Abi didorong dari sebuah gedung bertingkat, dan membuat Abi sempat koma selama seminggu. Aku tak tahu apakah para pelaku itu sudah tertangkap atau malah sudah masuk penjara dan kini telah bebas. Sebab Abi bilang, sudah memaafkan perbuatan mereka."

"Dan soal scopophobia. Aku ... aku tak memiliki teman seorangpun sedari taman kanak-kanak, hingga sekolah menengah pertama kelas delapan. Teman-teman seusiaku, teman-teman yang berada di sekitarku selalu merisak diriku. Dan itulah penyebab scopophobia ada pada diriku hingga saat ini."

Lagi dan lagi. Gilang mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia pun menghela napas seraya tersenyum tipis. Tatapan matanya sedari tadi lurus ke depan, atau lebih tepatnya, ia menatap dinding kelasnya bagian belakang. Ia sama sekali tak menatap Khansa.

Dan Khansa pun sama.

"Kalau lo mau tahu, gue juga punya fobia."

Seketika Khansa terkesiap. Apakah ia tak salah dengar? Gilang juga memiliki fobia? Bagaimana bisa?

"Benarkah? Apa itu? Dan ... bagaimana bisa?"

"Iya. Fobia gue cuma satu. Namanya philophobia. Wajar kalau lo gak tahu apa itu philophobia. Karena fobia itu sangat langka, namun ada."

"Dan ... fobia itu ada karena gue pernah dikecewakan oleh seseorang yang gue sayangi sekitar tiga tahun silam, sampai gue sempat mengalami depresi."

"Kalau gue ingat-ingat lagi ... rasanya gue pengen kembali ke masa itu dengan diri gue yang sekarang ini. Dan gue pengen teriak tepat di depan muka gue di masa lalu dan berteriak kalau gue itu bodoh."

Suara gawai memecah keheningan yang baru saja tercipta. Khansa mengambil gawainya dan sontak saja ia membelalakkan matanya karena terkejut.

Kini sudah jam empat sore.

Seharusnya ia sudah berada di rumah sekarang.

"Astaghfirullah .... Maaf, Gi. Aku harus pulang sekarang. Aku takut Abi khawatir karena aku terlambat pulang."

Khansa pun kembali menggendong tasnya. "Terima kasih sudah bersedia mendengarkan ceritaku. Dan menyadari bahwa tak hanya aku yang memiliki fobia, membuatku merasa ... ah entahlah. Aku pulang duluan ya!"

Dengan segera Khansa melangkah keluar kelas. Namun tiba-tiba saja langkahnya terhenti saat ia mendengar Gilang bersuara.

"Tunggu! Setelah pulang dari rumah lo beberapa hari yang lalu, Ghina cerita ke gue. Dia bilang, kita berdua cocok untuk menjadi teman. Dan berhubung karena lo gak punya teman ... apa boleh, gue jadi temen lo? Apa lo mau jadi temen gue?"

Apa Khansa tidak salah dengar?

Gilang ingin menjadi temannya?

Kenapa kini Khansa merasa sangat bahagia?

Tolong sadarkan Khansa. Hanya teman. Tidak lebih.

"Aku mau."

Bersambung ....

A.N : Aku mau mendampingi dirimu ... aku mau cintai kekuranganmu ... slalu bersedia bahagiakanmu ... apapun terjadi ... kujanjikan aku ... ada.

Bacanya jangan bernada ya! Hehe. Assalamu'alaikum teman-teman! Apa kabar? Semoga kalian selalu sehat, dan semoga kita semua selalu berada dalam lindungan Allah Subhanahu Wa Ta'ala ya ... aamiin.

Sampai jumpa di next part! Terima kasih untuk vote dan komennya.

Sekian, assalamu'alaikum.

Segala Dalam Diam [END]Where stories live. Discover now