Psycho Boyfriend - 17

121K 11.4K 1.2K
                                    

Raka menurunkan gadisnya tepat di depan pintu kamar mandi.

"Mandilah, sayang! Kau bau," ejek Raka sambil menutup hidungnya seolah-olah bau tubuh Gisel memang benar-benar busuk. Padahal sebenarnya tidak, ia saja mampu jika harus mencium bau tubuh gadisnya berjam-jam lamanya.

"Enak saja. Kau itu yang yang bau, harusnya kau yang mandi," balas Gisel tak terima. Ia gantian mengejek dan menjepit hidungnya agar tak mencium bau tubuh Rama.

Raka yang mendengarnya tersenyum cerah.
"Ya sudah, ayo!" Ia meraih tangan Gisel dan menarik gadis itu untuk masuk ke dalam kamar mandi.

"Ayo kemana?" tanya Gisel bingung.

Raka menghentikan langkahnya. Ia menatap Gisel. "Mandi bersama," jawabnya dengan mengedipkan sebelah mata membuat Gisel refleks memukul pantat Raka.

"Mesum!" teriak Gisel dihadiahi pelototan tajam oleh Raka. Pria itu tak mengira jika Gisel berani sekali menabok pantat mulusnya hingga sekarang terasa perih.

Gisel yang sadar akan kelancangannya itu langsung menunduk takut dan mengucapakan maaf sembari mengelus-elus pantat Raka yang ia pukul tadi.

"Maaf, Raka. Tadi refleks, habisnya kamu mesum," kata Gisel memberanikan diri.

"It's okay, baby. Mandilah!" Tak ingin mempanjang masalah, Raka menyudahi semuanya.

"Iya," jawab Gisel kemudian ia segera memasuki kamar mandi untuk menjalankan ritual paginya. Sementara Raka kini mengusap pantatnya sendiri.

"Panas sekali," gumamnya.

***

Saat ini Gisel tengah menunggu Raka turun dari lantai atas agar bisa segera makan, tapi laki-laki itu terlalu lama menghabiskan waktu di dalam kamar mandi membuatnya merasa bosan.

"Lama sekali," gerutunya pelan. Ia menarih kepalanya di atas meja dengan lengan tangan sebagai bantalan.

"Eh, lukaku kenapa sudah sembuh saja," human Gisel ketika melihat ukiran naman Raka di tangannya sudah sembuh, padahal ia tak pernah mengobati, dan entah mengapa ia baru sadar sekarang.

"Dasar bodoh! Aku yang selalu mengobatinya. Memang kau pikir luka itu bisa sembuh tanpa diobati? Sembuh tidak infeksi iya." Raka mendengkus kesal. Ia yang baru saja datang langsung menyemprot Gisel dengan kata-kata pedas.

Gisel mengerucukan bibirnya, ia sebal mendengar perkataan Raka.

"Kau yang melukainya. Itu sudah memakai tanggung jawabmu, Raka," balas Gisel membuat Raka mengangguk saja.

"Iya aku tau, bahkan aku juga yang mengobati pahamu yang mulus itu."

Pletak ....

Gisel memberikan satakan maut pada Raka, membuat Raka langsung menatap Gisel tajam

"Maaf, abis kamu mesum banget," ujar Gisel sambil menundukkan kepalanya.

Raka mendekatkan kursinya dengan kursi Gisel. "Tak usah menunduk."

Gisel mendongakkan kepalanya menatap Raka yang kini juga tengah menatapnya.

"Raka, aku bosen di rumah. Aku nanti main sama temanku ya?"

"Laki-laki atau perempuan?" tanya Raka sambil menyodorkan satu sendok nasi goreng ke dalam mulutnya kemudian menyodorkan satu sendok nasi goreng pula pada mulut Gisel.

"Perempuan," jawab Gisel kemudian menerima suapan dari Raka.

"Hm, tapi jangan kabur, lagi pula aku juga ada meeting nanti," kata Raka mengizinkan.

"Iya," jawab Gisel dengan tersenyum sumringah.

Cup.

"Makanlah," ucap Raka setelah mengecup pipi Gisel.

***

"Airin!" teriak Gisel ketika memasuki cafe.

"Gisel!" teriak seorang gadis berambut pirang sambil berlari ke arah Gisel, mereka berpelukan sangat erat.

"Kangen," ujar Gisel dengan mencubit kedua pipi Airin yang cabby.

"Kamu sih, kemana aja?" tanya Airin dengan mencebikkan bibir kesal.

"Kepo," balas Gisel diiringi tawa ringan darinya.

Mereka berdua duduk kaca bangku yang berada di dekat pintu. Saat baru saja hendak mengobrol ....

Drt ... drt ....

Ponsel Gisel bergetar kemudian dengan cepat Gisel mengangkat telefon dari mamanya.

"Hallo, Ma."

"...."

"Ada apa?"

"...."

"Mama jangan bercanda." Air muka Gisel berubah menjadi panik.

"...."

"Ya udah, Gisel ke rumah sakit sekarang."

Tuttt ....

"Ada apa?" tanya Airin ikut panik.

"Alex," jawab Gisel.

"Alex kenapa?"

"Gua ke rumah sakit sekarang." Gisel langsung berlari keluar cafe.

"Nona, mau ke mana?" teriak dua bodyguard yang ditugaskan untuk mengawasi Gisel.

"Kejar," ujar salah satu dari dua bodyguard itu.

Mereka segera memasuki mobil ketika melihat Gisel sudah melesat dengan menggunakan taxi.

"Telfon tuan!"

"Baik."

Tut ....

"Hallo, Tuan."

"...."

"Nona kabur, Tuan."

"...."

"Maaf, Tuan. Kami sekarang sedang mengikuti nona."

"...."

***

Gisel langsung menuruni taxi ketika sampai di depan rumah sakit tapi sebelumnya ia telah membayarnya lebih dahulu. I berlari kencang memasuki gedung rumah sakit itu untuk menuju tempat adiknya berada.

"Bagaimana keadaan Alex, Ma?" tanya Gisel pada mamanya yang terlihat panik. Ia ngos-ngosan di depan sang mama.

"Keadaannya kritis, kamu tunggu di sini ya! Mama mau selesain urusan administrasi dulu."

Gisel mengangguk, ia memasuki ruang rawat Alex. Ia menutup mulutnya tak percaya ketika melihat tubuh Alex yang penuh sayatan.

Hatinya terasa sesak melihat keadaan adiknya yang mengenaskan. Tangisnya pecah saat itu juga. "Siapa yang ngelakuin ini. Apa mungkin Raka?" Entah mengapa, nama Raka muncul di permukaan melihat keadaan Alex.

"Atas dasar apa kau menuduh pacarmu sendiri hm?" tanya seseorang dengan suara berat nan dingin membuat jantung Gisel terpacu kuat.

Dia yang kedatangannya tak Gisel ketahui kini tengah berdiri tepat di belakang Gisel dengan tatapan berapi-api.

Pelan tapi pasti, Gisel membalikan tubuh dan mendapati Raka dengan kemarahan laki-laki itu yang membara.

"Ra--ka?" Napas Gisel tercekat.

.
.
.
BERSAMBUNG

Spam komen sebanyak-banyaknya untuk up lagi

Psycho Boyfriend [END]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon