25

700 69 25
                                    

Bruk

Kami jatuh bersamaan. Lebih tepatnya saling tidih, dengan Ali yang paling bawah. Aku segera tersadar jika berada tepat di atas Ali, segera menyingkir. Sementara Seli di atasku juga ikutan menyingkir.

Ugh, tadi itu posisi yang sangat ... tidak menyenangkan.

"Argh, sial sekali diriku ditidih dua tubuh. Apakah nasib punggungku," gerutu Ali sambil beranjak berdiri.

Aku berdiri dibantu dengan Seli, sementara Ali merutuki nasibnya yang ditidih olehku dan Seli.

"Ini dimana?" guman Seli.

Mataku teralih, menatap ruangan berukuran sedang yang berbentuk persegi ini. Ketiga sisi dindingnya terbuat dari batu-bata bercat biru dengan corak merah mawar. Satu sisinya terbuat dari kaca bening yang langsung menghadap ke perkotaan di luar sana.

Terdapat dua buah lukisan besar di dindingnya. Yang satu foto bergambar alam yang satunya bergambar serigala abu-abu.

Kasur berukuran king size tampak melayang dua meter dari permukaan lantai. Di dekatnya, ada dua laci yang juga ikutan melayang. Dua sofa empuk berada di dekat akuarium, lengkap dengan meja kaca dan televisi empat dimensi di depannya. Sofa itu berada di dekat pintu.

Tak jauh dari sofa, ada pintu yang kuduga mengarah ke kamar mandi. Di dekatnya pula ada lemari besar dengan empat buah pintu. Entah berapa banyak pakaian disana, tapi kemungkinan sangat banyak.

"Well, kita muncul di kamar siapa ini? Apa Lady Oopraah?" tanya Seli entah pada siapa.

Aku mendekati laci di dekat lemari, disana ada foto-foto keluarga. Saat melihat foto-foto itu, aku yakin ini bukan rumah Lady Oopraah. Dari rupa kamarnya pun semua orang tahu kalau ini kamar laki-laki, bukan perempuan.

"Ini 'kan kamar Tuan Entre," ujarku sambil meletakkan foto Tuan Entre ke atas laci.

Ya, kami muncul di kamar Tuan Entre. Lebih tepatnya di rumahnya. Cermin itu ternyata terhubung kesini, entah siapa yang membuka koneksinya. Apa mungkin Tuan Entre?

Tit

Tit

Ckrek

Ckrek

Sssrrttt

Terdengar bunyi aneh, itu berasal dari ruang tamu. Suaranya seperti kendaraan parkir, jepretan kamera dan benda digeret. Terdengar pula suara orang-orang yang susul-menyusul, lebih seperti berteriak. Aku sangat penasaran dengan suara itu, sama seperti Seli dan Ali.

"Apa itu? Sepertinya ada sesuatu yang terjadi."

Firasatku makin tak enak dengan suara-suara itu. Ada sesuatu yang buruk terjadi, begitu pikirku.

"Ayo kesana!" Aku menggamit tangan Seli dan Ali – entah kenapa tangan Ali berkeringat dingin. Kami keluar dari kamar, melewati lorong panjang yang mewah dan elegan.

Kami tiba di ujung tangga. Disana, bunyi makin terdengar keras. Dan karena aku tak mau gegabah mengambil  keputusan akhirnya kami mengintip di balik dinding.

Ya, kalau tiba-tiba muncul – apalagi dari lantai dua – yang ada membuat orang-orang itu geger nanti.

Di bawah sana, banyak sekali orang-orang yang berlalu lalang. Mereka terlihat um ... panik? Yah, begitulah. Sirine kendaraan petugas keamanan – semacam polisi – berdengung nyaring di seisi rumah. Beberapa orang, yang kuduga adalah wartawan, tengah berbicara panjang lebar di depan kamera terbang. Para petugas tengah mengumpulkan bukti dengan memotret barang-barang sekitar lantas menelitinya. Mungkin mencari sidik jari.

A Story of Raib Seli AliWhere stories live. Discover now