Chapter 3

429 59 8
                                    

Di luar, Minhyung berjalan menyusuri jalan setapak di samping Donghyuck, sementara pandangan mereka tetap fokus ke arah depan. Minhyung bertanya tanpa basa-basi. "Apakah Minhyuck adalah putraku?"

"Iya," Donghyuck merasa lega saat pada akhirnya ia mampu mengatakan itu, sekalipun hanya sebentar karena langsung digantikan dengan rasa gelisah.

Kaki Minhyung berhenti. Mereka sudah berada di persimpangan jalan Y. "Dia benar-benar anakku?" tanya Minhyung dengan suara tidak percaya.

"Ya, dia benar-benar anakmu." bisik Donghyuck, senyuman gemetar tampak di wajahnya. Tiba-tiba Minhyung terhuyung ke belakang, menarik napas panjang.

"Anakku.." ulang Minhyung seakan itu adalah fakta yang sulit dipercaya. "Sudah berapa lama kau menikah dengannya?"

"Bulan Juli nanti tepat empat tahun,"

"Empat tahun." Minhyung menunduk sedih. Membayangkan Donghyuck dan Jeno berbagi kehangatanーkeintiman yang tidak terhindarkan.

"Bagaimana hal seperti ini bisa terjadi?! BAGAIMANA?!" Dengan marah, Minhyung berbalik memunggungi Donghyuck. "Dan Minhyuck... dia tidak tahu?"

"Tidak,"

"Kau tidak pernah menceritakan tentangku padanya?" tanya Minhyung sambil berbalik ke arah Donghyuck.

"Kami... kami tanpa sadar menyembunyikan itu, Mark. Hanya sajaーyah, Jeno selalu ada di samping kami sejak Minhyuck lahir, bahkan sebelum Minhyuck lahir. Minhyuck tumbuh dengan mencintai Jeno sebagai.. ayahnya."

"Aku ingin Minhyuck tahu. Dan aku menginginkanmu kembali, aku ingin kita bertiga hidup bersama di rumah itu seperti yang seharusnya!"

"Aku tahu, tapi beri aku waktu, Mark. Kumohon. Ini... ini begitu tiba-tiba untuk kita semua," Wajah Donghyuck terlihat gelisah dan suaranya terdengar serak.

"Waktu? Berapa lama? Aku sudah menunggu datangnya hari ini selama lima tahun dan kau memintaku untuk memberimu waktu? Berapa lama lagi aku harus menunggu?" Minhyung beranjak mendekati Donghyuck.

"Mark.. kumohon. Kita tidak seharusnyaーkita bisa dilihat orang di sini."

"Memang kenapa? Kau adalah istriku. Sudah lima tahun, Hyuck. Ya Tuhan, apa kau tahu seberapa sering aku memikirkanmu? Merindukanmu? Dan yang kudapat hanyalah sebuah ciuman padahal yang kuinginkan lebih banyak lagi."

Minhyung berbicara dengan suara beratnya. "Aku ingin memilikimu di sini, di bawah pohon apel, dan persetan dengan dunia, persetan dengan Jeno. Kemarilah!"

Jantung Donghyuck berdetak cepat saat Minhyung menariknya mendekat, menghapus jarak di antara mereka. Tangan Minhyung sudah berada di pinggul Donghyuck, menariknya hingga menempel dengan tubuhnya. Dan Donghyuck tahu bahwa Minhyung sudah terangsang. Ciuman Minhyung menuntut, basah, dan penuh gairah. Menginvasi menyeluruh di dalam mulutnya, mengatakan padanya tanpa keraguan bahwa hanya butuh persetujuan darinya untuk Minhyung menginvasi bagian tubuhnya yang lain.

Minhyung mengerang, lidahnya menari di atas lidah Donghyuck, jarinya yang hangat membelai rambut Donghyuck. Tangan Minhyung bergeser ke leher Donghyuck, memeta tubuh Donghyuck dari punggung hingga Minhyung melepaskan semua afeksinya secara tiba-tiba.

"Keparat semua nelayan pencari ikan paus!" maki Minhyung sambil menjauhkan mulutnya dari mulut Donghyuck.

Donghyuck tersenyum. "Untuk saat ini, aku bersyukur pada nelayan penangkap ikan paus." ujar Donghyuck dengan suara bergetar sambil melangkah mundur.

"Donghyuck?"

Ini pertama kalinya Donghyuck mengakui bahwa dia menginginkan Minhyung. Namun saat Minhyung ingin memberikan ciuman lagi, Donghyuck mencegahnya. "Hentikan, Mark. Siapa pun bisa kebetulan lewat."

"Dan melihat seorang suami mencium pasangannya. Kembalilah ke sini, aku belum selesai denganmu."

Namun sekali lagi, Donghyuck menolak. "Tidak. Kau harus mengerti, Mark. Kita tidak bisa seperti ini sampai kita bisa membereskan situasi yang kacau ini."

"Situasinya sudah sangat jelas. Kau lebih dulu menikah denganku."

"Tapi aku menikah dengan Jeno lebih lama." Meskipun sulit mengatakannya, tapi ia harus menegaskan pada Minhyung bahwa ia tidak akan menyakiti Jeno dengan sengaja.

"Apakah itu berarti kau berniat untuk tetap bersama Jeno?" Minhyung berujar dengan marah.

"Untuk sementara ini. Sampai kami memiliki kesempatan untuk bicara. Untukー"

"Kau adalah istriku!" Tangan Minhyung mengepal. "Aku tidak akan membiarkanmu tinggal bersama pria lain!"

"Mark, aku juga punya hak dalam memutuskan hal ini dan aku tidak.. tidak akan meninggalkan Jeno dalam kondisi emosional yang masih kacau. Ada Minhyuck yang harus dipertimbangkan, danー"

Dengan frustasi, Donghyuck meremas tangannya dan berjalan mondar-mandir dengan gelisah. "Selama empat tahun kami percaya kau sudah tewas. Kau tidak bisa berharap kami bisa menyesuaikan diri dengan fakta bahwa kau masih hidup hanya dalam waktu satu jam."

Rahang Minhyung mengeras. "Jika kau ingin tinggal bersamanya, katakan saja. Karena, demi Tuhan aku tidak mau melihatnya! Aku akan pergi dengan kapal berikutnya yang meninggalkan dermaga." ucap Minhyung dengan dingin.

"Aku tidak berkata begitu. Aku memintamu untuk memberiku waktu. Kau mau melakukannya?"

Dan Minhyung mengangguk dengan tegas kemudian menatap ke arah Teluk Nantucket.

"Mark. Alasan aku menemanimu ke sini adalah aku ingin bicara denganmu sebelum kau menuruni bukit. Sayangnya, aku memiliki kabar buruk untukmu." ucap Donghyuck sambil menyentuh lengan Minhyung yang terasa menegang.

Minhyung menoleh dan membuang muka. Menatap ke arah teluk lagi. "Kabar buruk? Apa yang lebih buruk dari kabar yang sudah kuterima?"

"Kau bilang kau akan pergi untuk menemui orang tuamu, dan aku.. aku pikir kau harus tahu sebelum pergi ke sana. Ibumu.. beliau tidak ada di rumah, Mark."

"Tidak ada di rumah?"

"Ibumu ada di Quaker Road."

"Qu-quaker Road?" Minhyung menoleh ke arah tempat itu, kemudian menatap Donghyuck.

"Iya." Mata Donghyuck digenangi air mata, dan hatinya terasa pedih saat memberi Minhyung satu lagi pukulan berat dalam emosi. "Ibumu meninggal dua tahun lalu. Ayahmu menguburkannya di tempat pemakaman Quaker."

Minhyung menengadah ke langit biru dan isakan pelan terdengar dari mulutnya. "Apa ada berita buruk lain sebelum aku pergi dari sini?"

Donghyuck beranjak ke dekat Minhyung dan meletakkan tangan di cekungan antara tulang bahu pria itu. Sentuhannya membuat Minhyung kembali terisak, lagi dan lagi.

"Perburuan ikan paus sialan!" teriak Minhyung ke langit.

Donghyuck merasakan bahu lebar Minhyung bergetar dan ia tersiksa oleh suara kepedihan Minhyung.

'Iya, perburuan ikan paus sialan.' pikir Donghyuck.

Kegiatan yang tidak manusiawi yang tidak mempedulikan kehidupan, cinta atau kebahagiaan. Para nelayan terpaksa harus memburu demi mendapatkan minyak, tulang, dan lilinnya. Menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengarungi tujuh lautan, membuat tong mereka penuh secara perlahan. Sementara di kampung halaman, ibu mereka meninggal, anak-anak mereka lahir, dan kekasih yang tidak sabar menunggu mereka akhirnya menikahi pria lain.

"Mark, aku minta maaf."

Saat tangisan Minhyung mereda, pria itu hanya mengajukan satu pertanyaan. "Kapan aku bisa bertemu denganmu lagi?"

Namun Donghyuck tidak memiliki jawabannya.

To be continued
.
.

Twice Loved: The Sailor Return || mhWhere stories live. Discover now