11- Unfortunately

96 15 24
                                    

22.11 WIB.

Vino masih berada dalam perjalanan pulang setelah mengantarkan Rena ke apartemennya, tadi memang ia sempat diajak mampir oleh wanita itu namun ia menolaknya karena waktu sudah larut malam dan tidak enak juga jika dilihat penghuni lain. Lagipula Vino ingin segera sampai di rumah.

"Sebenernya aku masih gaterima kalo harus Arvin yang jadi suami kamu..." Vino mendengus pelan. "Aku bodoh, aku yang buat kamu lepas dari aku, aku yang terlalu egois dan selalu nurutin nafsu sendiri. Aku nyesel banget. Tapi, sampai kapanpun kamu gak bisa lepas dari aku, jika kamu sudah masuk ke dalam dunia aku jangan harap kamu bisa mudah keluar dari sana."

Vino memukul stir mobilnya pelan. Pandangannya menyusuri jalanan gelap di depannya dengan pikiran yang sedang melayang, ya, tepatnya ia memikirkan Zeta.

"Lagi ngapain ya kamu? Dulu saat kita masih pacaran, jam segini tuh kamu baru mau tidur dan minta aku nyanyiin lewat telfon. Seandainya waktu bisa diulang, fiuh..."

Vino tidak merasa takut saat ini, ya dia memang lelaki pemberani yang tidak masalah melewati jalanan sepi di malam hari atau pagi buta demi cepat sampai di apartemennya, ah lagi pula apa yang harus ia takutkan karena ia percaya Tuhan selalu melindunginya.

Vino pun meraih ponselnya dan mulai berkutat sesekali di sana walau pandangannya masih berusaha fokus pada jalanan. Senyumannya mengembang seketika saat melihat wallpaper handphone-nya ialah Zeta, wanita yang dicintainya.

Pikirannya buyar seketika saat melihat wanita cantik dalam ponselnya sampai ia hampir saja menabrak mobil jeap hitam di depannya, ia seketika mengerem mendadak mobilnya setelah menaruh ponselnya asal di dashboard

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Pikirannya buyar seketika saat melihat wanita cantik dalam ponselnya sampai ia hampir saja menabrak mobil jeap hitam di depannya, ia seketika mengerem mendadak mobilnya setelah menaruh ponselnya asal di dashboard.

Tiba-tiba sang pemilik mobil keluar dari dalam mobil setelah menghentikan mobilnya tepat di depan mobil milik Vino. Vino yang dengan gentle -nya keluar dari mobil dan menghampiri mereka, ya mereka berempat dan perlu digaris bawahi berbadan besar. Sebenarnya Vino sempat ragu, tapi jika ia melarikan diri tanpa meminta maaf itu juga salah.

"Sorry, Bang, gua tadi buru-buru jadi gak sengaja. Maaf, kena gak bang?" tanya Vino sopan.

"Lu tuh bisa nyetir gak?" tanya salah satu dari mereka.

"Bisa, Bang, gua ada sim nih." Vino hendak mengeluarkan dompetnya namun kerah bajunya tiba-tiba ditarik dan tangannya dikunci oleh dua orang pria itu sehingga Vino bingung sendiri. "Maaf bang, ada apa nih, kenapa gak selesain dengan cara baik-baik aja?"

"Halah, bacot lo!"

Vino berusaha memberontak tapi tiba-tiba pria yang tadi sempat mengobrol dengannya itu menendang perutnya sehingga membuat Vino terbatuk dan meringis pelan. Lalu, satu lagi bergantian memukul rahangnya keras bahkan tanpa henti. Ia benar-benar tidak bisa melawan mengingat tangannya kini dikunci sehingga tidak ada celah untuk ia bisa melawan apalagi tubuh mereka lebih besar daripada dirinya.

Vino pasrah. Rasa sakit yang dideritanya sekarang mungkin tak separah rasa sakit yang ia alami ketika melihat wanitanya direbut pria lain. Ah, bodoh sekali, Vino lemah! Tidak hanya soal wanita, ia lemah dalam bela diri. Ya, buktinya kini bibirnya lebam juga hidung yang pendarahan belum lagi wajahnya habis babak belur oleh orang yang tak dikenalnya ini.

Vino tidak mengenali mereka sama sekali namun di antara mereka hanya ada satu orang yang memakai kupluk yang menutup wajah, ini aneh sekali. Ah, pandangan di depannya semakin buyar, ia merasa tubuhnya sangat lemah namun terus mendapat pukulan juga tendangan hingga akhirnya dua orang itu melepaskan dirinya lalu menendangnya hingga kepalanya terbentur mobil dan ia tergeletak di aspal jalanan.

Entah, akankah ada orang yang akan menolongnya di jalanan sepi seperti ini? Empat pria itu memasukki mobil dan meninggalkan Vino di jalanan yang sepi itu. Malangnya Vino.

Arvin masih berkutat dengan pekerjaannya melalui Macbook yang sudah seperti selingkuhannya, ya karena selalu dia bawa kemana pun mengingat semua dokumen penting miliknya ada di sana jadi mau tak mau ia sering sekali menggunakannya. Arvin melirik Zeta yang sudah memejamkan mata terlebih dahulu, ia bergulung dengan selimut yang menutupi tubuhnya sebatas leher.

Arvin tersenyum singkat sebelum kembali mengalihkan pandangannya pada layar Macbook di depannya. Namun, tiba-tiba ponselnya berdering dan tertera nama Alex di sana. Senyuman sungging tercipta dari bibirnya, ia bangkit setelah menutup sekaligus meletakkan Macbook di samping sofa tempatnya duduk. Ia melangkah menuju balkon dan mengangkat telfon dari seberang sana. "Ya, apa ada kabar baik?"

"Tentu saja bos, kami sudah menghabisinya."

"Kerja bagus, besok pagi akan kukirim jumlah yang sesuai untuk pekerjaanmu ini. Senang bekerja sama denganmu Alex."

"Terima kasih, Bos."

"Baik, besok akan kukabari lagi. Terima kasih."

"Sama-sama, Bos. Selamat beristirahat, Bos."

Arvin tersenyum penuh kemenangan setelah ia menutup sambungan teleponnya. Ya, ia yang menyuruh Alex, sang bodyguard dengan anak buahnya untuk menghabisi Vino. Oh tenang, Arvin tidak akan begitu jika Vino tak mengusik kehidupannya, ya, itu balasan bagi perbuatan Vino yang sudah lancang selama ini.

"Mmm, sayang..."

Arvin tersentak saat sebuah tangan mungil tiba-tiba melingkar di perutnya, Zeta? Sejak kapan di di sini? Apakah dia mendengar semua percakapannya dengan Alex tadi? Sial.

Arvin pun membalikkan tubuhnya memandang istrinya yang dengan muka bantal dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka. Arvin memainkan pipi istrinya dan mencondongkan tubuhnya agar sejajar dengan Zeta. "Kenapa bangun sii?"

"Habis pipis," ucapnya manja. "Ngantuukk."

Arvin tersenyum tipis lalu menggendong tubuh istrinya di depan, Zeta yang manja langsung memeluk suaminya dan kembali memejamkan mata. Arvin sudah menutup kembali dan mengunci rapat pintu balkon sebelum ia menidurkan sang istri di atas ranjang. "Gemes banget, manja."

Zeta sudah tidur sepenuhnya namun sang suami yang ada di sebelahnya kini masih menatapinya gemas seraya mengelus rambutnya penuh sayang. Arvin menggertakkan giginya gemas lalu ia menggigit pipi chubby Zeta hingga istrinya itu mengerjapkan mata dan meringis seraya memegangi pipinya. "Sakittt!"

"Salah sendiri gemesin."

Zeta menatap Arvin tajam namun matanya yang tak kuat menahan kantuk itu kembali menutup sehingga suaminya terkekeh geli melihatnya. Arvin pun bergabung masuk ke dalam selimut dan merapatkan tubuhnya pada istrinya seraya memeluk erat Zeta. Ia mengecup kening Zeta kilat lalu dan memerhatikan wajah cantik istrinya di hadapannya. "Sayang banget sama kamu."

Oh yaa, aku mau bilang makasih banyak yang sudah menjadi pembaca apalagi VOTERSS dan YANG SELALU KOMEN DAN SUPPORT AKUU AAH SENENG BANGET! Makasih untuk selalu nungguin updatean cerita garing ini. Semoga kalian selalu nungguin dan suka sama cerita ini, hehehehe. Lop yuuu kakak kakak💞❣💝

Beautiful DisasterWhere stories live. Discover now