••i need to smile,but i can't••

513 81 19
                                        

Drrtttt.....

Ponsel coklat bergambar evee besar dibelakangnya bergetar, ponsel itu tergeletak disamping mangkuk nasi tzuyu. Gadis itu menatap yang lain untuk meminta izin untuk mengangkatnya. Dia sedikit was-was dan tidak enak saat melihat nama yang tertera di sana. Langkahnya semakin cepat menuju lantai teratas hotel itu saat dia menggeser tanda hijau dilayar.

"Hallo, appa" Napas tzuyu tersenggal saat larinya makin cepat menaiki tangga ke lantai 5 hotel. Disinilah dia berdiri sekarang, didepan jendela kaca besar di lorong lantai 5.cahaya bulan masuk melalui celah kaca yang tak tertutup gorden. Menimpa wajah Was-was tzuyu , malam ini perasaannya tiba-tiba menjadi tak enak. Entah karena urusan apa ayahnya menelpon malam ini. Dia tak bisa memahami sifat ayahnya yang selalu seperti ini.

"Halo zu, appa menelpon karena ingin membicarakan hal penting" Suara chou siwon terdengat sedikit bergetar diujung kalimat. Tzuyu menghela napas panjang, suara ayahnya terdengar tak normal. Pasti ada hal penting.

"Apa? " Helaan napas ayahnya juga terdengar jelas si gendang telinga tzuyu. Apa dia juga sama tersiksa nya dengan tzuyu, tapi tersiksa karena apa?.

"Zu" Suara perempuan, batin tzuyu langsung siap siaga. Saat dia menyadari jika yang berbicara saat ini adalah bae suzy, 'ibunya'.

"Eomma tau kau tak akan berkutik saat mendengar suara ibu."Tzuyu mengangguk setuju saat mendengar suara yang terdengar pedih itu. Perempuan itu seratus persen tau diri, dan tzuyu sangat mengapresiasi itu.

" Maaf kan ibu, ibu bersalah saat menyuruh yoona merawatmu. Ibu bersalah saat yoona pergi dan ibu malah makin menghilang  darimu. Maafkan ibu nak. Ibu mohon. Ibu tau kau pasti bertanya kenapa ibu setega itu. Ibu tak punya pilihan lain nak, beri ibu kesempatan, tolong zu. Beri ibu kesempatan untuk menjadi ibu yang bertanggung jawab. "Tangisan tertahan di seberang sana memenuhi telinga tzuyu. Dia masih diam mendengar kata demi kata dengan begitu menyedihkan. Bohong jika dia tak ingin mendengar nya!. Dia sangat ingin mengetahui kenyataan ini. Bohong jika dia masih bisa bertahan dari kehancuran ini. Dia sudah hancur,bahkan ketika kata itu baru meluncur dari mulut ibunya.
Dia sudah menangis tanpa suara sedari tadi.

Sungguh tzuyu tak bohong, dia mengutuk keinginannya yang ingin mendengar penjelaskan ini. Dia menyesal sekrang. Dia kira dia sudah mempersiapkan mentalnya untuk ini. Tapi ternyata dia kalah lagi, sekuat apapun dia mencoba untuk baik-baik saja, sekuat itu juga rasa sakit ini menghantamnya.

Jantungnya sedari dari berpacu dengan aliran darah yang makin melaju melebihi kecepatan normal. Tzuyu meringkuk mendengar isak tangis diujung sana. Kalau mungilnya ditekuk dalam posisi berjongkok, tangan kirinya memegang erat dadanya. Mencari cara agar rasa ini bisa dia tekan dan dengan mudah melepaskan sakitnya. Namun tetap saja semuanya terasa sulit. Tzuyu mendengar ibunya menangis.Entah untuk apa wanita itu menangis, dia telah melukai tzuyu sudah sedari dulu, kenapa dari sekarang dia baru sadar telah menyakiti anaknya sendiri.

Terlambat. Tzuyu terlanjur membencinya.

"Maafkan ibu"tzuyu meremas kuat ujung rok merah mudanya. Semuanya terasa berat, kepalanya pening dan terasa berat. Tzuyu mengambil napas sebanyak mungkin untuk memperluas  ruang didadanya, agar tak terasa lagi sesak yang begitu menyiksa.

Dengan tersenggal dia menarik napas sekali lagi kali ini lebih pelan, dia perlu menetralkan degup jantungnya. Tapi bagaimana caranya? Semakin dia berusaha sesaknya makin terasa membunuhnya. Dia merasa benci saat orang bermain didalam hidupnya dan menghancurkan segala ekspektasi nya tentang indahnya kata keluarga dan sekarang mereka dengan mudah  meminta maaf seperti ini.

"Maaf?. Baiklah aku maafkan. Sudah selesai?. Aku ingin istirahat ini sudah malam" Tzuyu berdiri dengan tertatih memegangi jendela kaca didepannya agar dia berdiri dengan tegap lagi.

Love Me (Revisi) Where stories live. Discover now