Bagian 9

3.1K 296 16
                                    

Apa lagi ini Tuhan? Apa ini bukti Kau sangat menyayangiku, sehingga aku harus segera kembali padamu?

'
'
'
'
'

Angin malam terus berhembus, menyentuh rambut kecoklatan milik seorang pemuda yang sedang diam tidak melakukan pergerakan apapun sejak 2 jam yang lalu. Matanya menatap lurus ke langit yang dihiasi banyak sekali bintang, alam semesta baik baik saja, padahal dirinya sudah hancur tak berupa, berusaha keras agar tidak ada airmata, namun kalian semua tahu, memaksa hujan reda, adalah hal yang paling gila. Bahkan, sekali saja dia berkedip, dinding pertahanannya akan roboh, airmata itu akan lolos.

"Kamu harus yakin, kamu pasti bisa sembuh, lagi pula ini masih stadium awal, kamu masih bisa melakukan pengobatan, kemoterapi, percayalah hidupmu masih panjang, bertahanlah untuk orang yang menyayangimu dan orang yang kamu sayangi" ucap dr. Fazi setelah melepaskan pelukannya dan menatap intens mata indah itu, berusaha meyakinkan masih ada kehidupan indah yang menunggunya di depan.

"Bang, tapi ini kanker otak stadium 2, apa aku akan cepat mat-"

"Tidak! Hentikan itu, kematian itu rahasia Tuhan, abang akan bantu kamu, tapi kamu juga harus bantu abang okey? Lakukan pengobatan, Raja"

"Aku akan memikirkannya dulu, beri aku waktu", Raja mengalihkan atensi nya kemana saja, asal jangan kedua mata milik abangnya itu.

"Silahkan, segera beritahu orangtuamu juga, ini serius, mereka berhak tahu" tercipta senyum setelah mengucapkan itu, lalu tangannya mengusap kepala Raja.

"Aku mau pulang" jawab Raja sambil bangkit dari tempat duduknya, namun dr. Fazi menahannya, dan menyuruhnya untuk menebus obat terlebih dahulu untuk mengurangi rasa sakit jika penyakitnya kambuh.

Sekarang pemuda itu beralih memperhatikan tabung obat yang tadi ia tebus, obat ini akan menjadi temannya saat ini.

Tes..

Cairan bening itupun keluar tanpa aba aba, sungguh, apa yang harus ia lakukan, kasih sayang orangtuanya belum ia dapatkan, cita citanya, harapan harapannya, namun bukannya pesimis, tapi ini realistis, kemoterapi membuatnya takut, mereka bilang, itu sangat menyakitkan, namun tidak menyembuhkan, itu hanya memperpanjang umurnya saja, bahkan jika ada penderita kanker yang berhasil sembuh, sel ganas itu akan datang lagi, tapi mati, itu lebih menakutkan baginya.

Lagipula untuk pengobatan dan kemoterapi, biayanya pasti mahal, ia tidak mau merepotkan kedua orangtuanya,

WAIT! Shit, aku lupa, ayah sama bunda udah pulang belum ya? Gimana ini, udah larut juga, batin Raja dan segera mengendarai motor kesayangannya membelah jalanan untuk pulang ke rumahnya, ah bahkan sepertinya kediaman Aldebaran tidak pantas disebut rumah untuk anak sulung mereka ini.












Setelah mengucap salam, Raja memasuki rumah megah itu. Tangannya sedikit bergetar, kedua orangtuanya sudah pulang, mobilnya sudah terparkir manis di garasi, dan ini pertama kalinya ia pulang selarut ini, 22.25 sudah terlalu larut untuk seorang Raja.

"Masih ingat rumah kamu?!" Suara tegas itu, Raja sudah terlalu hafal, karena tidak pernah sekalipun ayahnya berkata lembut kepadanya.

Setelah menetralkan gugupnya, Raja menoleh ke samping kanan tempat ayahnya berdiri dengan angkuh,

"A-Ayah, aku mau bicara se-sesuatu a-" akhh sial, kenapa masih gugup, kamu harus beritahu ayah, siapa tahu mereka bisa menyayangiku juga. Ucap Raja merutuki dirinya sendiri dalam hati, sungguh, dia sangat gugup, ah tidak, dia sangat ketakutan, bahkan bibirnya sedikit bergetar, matanya terlihat sekali kalau dia sedang tidak tenang. Melirik kesana kesini menghindari mata yang paling ia takuti.

"APALAGI?! Lihat? Baru saja saya tinggal sehari, sudah melunjak kamu! Pulang larut meninggalkan adiknya sendirian di rumah!"

Tubuhnya sedikit tersentak saat jemari ayahnya menyentuh lengan dinginnya, kontras sekali, tapi Raffi sama sekali tidak peduli, ia menyeret anaknya itu menuju gudang.


















"Ayahh aku mohon maafkan aku" Raja terus saja memohon kepada ayahnya, tapi sepertinya jika ia berfikir keras juga mempengaruhi kesehatannya, mengingat ada monster ganas yang kini bersarang ditubuhnya. Kepalanya mulai pening, bahkan pandangannya pun terkadang terlihat buram.

"DIAM KAMU! Tidak sepantasnya seorang kakak tidak bertanggung jawab sepertimu!!"

Raja tersungkur cukup keras ke lantai penuh debu di dalam gudang.

Ia meringsuk ke belakang, seluruh tubuhnya bergetar saat ayahnya membawa rotan di pojok ruangan, kepala terus menggeleng, bibirnya terus berkata "tidak, ampun ayah"

Buaghh

Rotan itu mengenai perutnya, Raja memejam menikmati rasa sakit, mual itu tiba tiba datang, tidak, ia tidak boleh bersuara atau ayahnya akan semakin murka.

"BERBALIK! BUKA BAJUMU!! Anak kurang ajar sepertimu pantas mendapat hukuman!"

Dengan cepat Raja melakukan perintah ayahnya, lu memang pantes dihukum Raja! Lu salah!. Raja berusaha meyakinkan dirinya bahwa dirinya memang salah dan pantas mendapatkan semua ini. Ia tidak boleh membenci ayahnya.

Buagghhh..

Buagghh...

"KAMU BODOH!"

Aku bodohh!

Buagghh...

"TIDAK BERGUNA!!"

Aku tidak berguna!

Lebih dari sepuluh pukulan Raffi torehkan kepada anak semata wayangnya.

Raja sudah tidak kuat menopang tubuhnya, ia jatuhkan begitu saja ke lantai kotor itu, bibirnya berdarah, ia menggigit kuat bibirnya menahan ringisan yang akan keluar.

Duaggghhhh...

"AKHHHHH.."

Sepatu mahal ayahnya, berhasil membuat Raja mengeluarkan kesakitannya, bagaimana tidak, sepatu berharga ratusan juta itu menendang kepala belakangnya, pusat rasa sakitnya sejak tadi. Matanya ia pejamkan erat, tangannya mulai brutal menjambak rambutnya sendiri, tolonglahh ini sangat menyakitkan!!

"A..Ay..ah ss-sakit hhh... Tolong"
Lirihan anaknya membuat Raffi menghentikan ulahnya, merasa sedikit khawatir mendengar suara anaknya yang bahkan seperti hampir habis. Tindakan brutal anaknya juga membuat Raffi memundurkan langkahnya dan keluar dari gudang, tak lupa mengunci pintunya.

Aaaargghh...

Beberapa helai rambut bahkan sudah tercabut dan berantakan dilantai, ia juga membenturkan kepalanya ke tembok, berharap mengurangi kesakitannya, namun..

Tes..

Tes..

Cairan merah kental itu keluar lagi untuk kesekian kalinya dari hidung mancung milik Raja, sendi sendinya terasa nyeri, tubuhnya terasa remuk, bahkan untuk mengeluarkan suara pun Raja sudah tidak mampu,

Raja membiarkan saja darahnya mengalir cuma cuma, tangannya sudah tidak kuat untuk bergerak, bahkan kaki kanannya sudah mati rasa. Ia takut tidak bisa berjalan, ia takut lumpuh. Untuk kedua kalinya, airmata raja keluar lagi. Kali ini ia menyerah, ia sangat takut, bagaimana tanggapan keluarganya terhadap dia jika tahu berjalan saja dia sudah tidak mampu, ia takut diusir dari rumah.

Perlahan, kegelapan semakin menarik Raja kedalamnya. Dengan nafas yang memberat, Raja pun menyerah akan rasa sakitnya.

Salam hangat,


RAJA (TERBIT) ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora