Bab 15

488 111 53
                                    

Gesekan ujung pena pada permukaan buku mengalahkan suara kunyahan kripik kentang sedari seperempat jam yang lalu. Eunwoo masih saja sibuk dengan tugas kuliahnya. Sementara Jiyeon menikmati tontonan kartun melalui ponsel yang ia letakkan di meja, bersandar pada dua kaleng minuman sodanya. Sesekali gadis itu melirik Eunwoo yang terlalu fokus dengan tugas kuliahnya. Ingin rasanya Jiyeon membantu, tapi dunia pendidikan yang mereka geluti jelas berbeda.

Hanya sisa mereka berdua di meja kafetaria, Mingyu dan Jaehyun sudah terlebih dahulu pulang karena memang tak ada lagi kelas untuk hari ini, dosen mereka juga tidak datang. Alhasil Jiyeon hanya duduk menemani Eunwoo sampai siang nanti.

Dan lagipula gadis itu malas pulang, tidak ada siapapun di rumah, membuatnya semakin merasa kesepian dan mati kebosanan.

"Bosan?" Suara lembut Eunwoo menyapa gendang telinganya.

Jiyeon mengalihkan tatapannya dari layar ponsel, mengulas senyum sembari menggelengkan kepala. "Akan lebih bosan lagi jika aku di rumah sekarang."

Mereka duduk berhadapan dengan kesibukan yang berbeda. Ingin sekali Eunwoo menemani gadis di hadapannya untuk menikmati tontonan yang entah apa, tapi sukses membuat Eunwoo tersenyum lebar mendengar suara tawa Jiyeon yang begitu renyah.

Menggelengkan kepalanya cepat, Eunwoo mengusir lamunan yang akan semakin membuatnya tertahan lama di sini. Ia harus segera menyelesaikan tugasnya dan bergabung bersama Jiyeon sebelum kelasnya dimulai kurang dari dua jam lagi.

Entah berapa lama Eunwoo menghabiskan waktu dengan buku dan pena di tangannya, yang jelas mungkin cukup lama bagi gadis yang kini sudah terlelap dengan kepala yang ia rebahkan di atas dua lengan yang gadis itu lipat sebagai bantal.

Eunwoo memperhatikan, wajah tenang tanpa cela milik Jiyeon. Bulu mata tebal yang tidak begitu lentik namun semakin mempertajam matanya. Hidung mancung nan tipis, ditambah bibir tipis yang terlihat lembut sewarna azalea. Sebelum berakhir pada dagu kecil yang membuat wajahnya mungilnya terlihat sempurna.

Hingga akhirnya Eunwoo menyadari rasa yang terselip di dalam dada. Bukan karena rupa ia menaruh rasa, tapi karena sifat Jiyeon yang tidak terlalu terbuka. Membuatnya penasaran untuk mengulik lebih dalam lagi. Seolah siap dengan resiko jatuh tanpa bisa bangkit lagi. Sebuah ganjaran karena hatinya menaruh harap tanpa permisi.

Tangannya terangkat naik menyeberangi meja, menyelipkan dengan hati-hati helaian rambut Jiyeon yang menutupi sisi wajahnya karena sapuan angin ringan pukul sepuluh pagi. Sama sekali tidak terusik saat jari Eunwoo tidak sengaja menyentuh pipi lembutnya.

Lagi-lagi pria itu hanya bisa melukis senyum hangatnya, jelas yang ia rasakan sekarang adalah cinta. Bukan tanpa sebab Eunwoo lancang menyimpulkan rasa, karena hati pria itu tahu, detakan merdu yang tercipta, selalu terdengar jika bersama sang jelita.

Untuk saat ini Eunwoo memilih menyimpan rasa. Mungkin akan mengutarakannya, mungkin juga akan memendam dalam rentang waktu yang lama. Untuk sekarang, biarlah ia menikmati rasanya, hingga saatnya tiba, Eunwoo harus siap dengan resikonya. Entah itu Jiyeon yang menyambutnya dengan tangan terbuka, atau gelengan lemah yang akan membuat luka di dalam sana.

Yang jelas, Eunwoo dengan lapang dada akan menerima. Bukankah itu resiko jatuh cinta?

Tangannya meraih benda pipih yang masih menyala di balik kaleng minuman soda. Senyum yang belum luntur kini berganti dengan kekehan geli saat mengetahui yang ditonton Jiyeon adalah sebuah film kartun. Menarik.

Mematikan tayangan pada ponsel Jiyeon, Eunwoo melirik arloji di pergelangan tangan kirinya. Masih ada sisa waktu setengah jam lagi sebelum kelasnya di mulai.

Jiyeon seolah memiliki magnet di wajahnya, membuat Eunwoo tertarik lagi dan lagi untuk memandangi. Alis itu mengernyit saat cahaya matahari yang nakal menerpa wajah lelapnya. Refleks saja satu tangan Eunwoo membentang, menghalangi cahaya itu mengusik tidur sang jelita.

Tacenda✔Where stories live. Discover now