Three

3 1 1
                                    

Jarum jam diarlojinya menunjukkan pukul 12.30 siang. Gadis dengan jilbab merah maroon dan gamis warna hitam itu berjalan dengan cepat, agar ia bisa keluar dari stasiun cikini.
Ia berjalan sambil memeriksa ojek yang ia pesan dari aplikasi ojek online. Langit yang perlahan
berubah mendung, awan-awan cerah tergantikan dengan awan kelabu. Begitu melihat motor dengan plat yang sama dengan yang ada di aplikasinya, gadis itu segera menghampiri ojek tersebut dan meminta agar motor itu sampai dengan cepat dan selamar ditujuan. Hati gadis itu berdebar, juga merasakan sesak disaat yang sama. Berkali-kali ia rapalkan kalimat sholawat dan doa-doa yang bisa ia ingat karena pikirannya terlalu kalut.

Sepuluh menit kemudian, ia sampai ditujuan. Segera memberikan uang pas dan helm yang dipakainya, lalu berlari memasuki gedung itu. “Rumah Sakit Mitra Keluarga”. Langkahnya sangat panjang. Berkali-kali ia menabrak orang dan meminta maaf. Disela-sela langkahnya yang amat sangat terburu-buru, ia mencoba menghubungi adiknya. Namun nihil, hanya suara perempuan dari operator yang menjawabnya.

“kak ite!”sebuah suara teriakan memaksanya menghentikan langkah. Ya, gadis itu adalah Ite. Kemarin, ia berhasil tasmi’ dan mengirimkan videonya untuk diperlihatkan kepada ayahnya. Entah karena sholawat atau Allah yang terlalu sayang padanya, ayahnya sadar tepat ketika ia sedang tasmi’. Ragiel, adik laki-lakinya segera menarik tangan Ite menuju ruangan
ayahnya. Sejak semalam ia menangis dihadapan musyrifah-pembimbing-kamarnya untuk memohon izin selama 3 hari. Ia ingin menemani ayah disisa waktu terakhirnya. Entah kenapa, feelingnya selalu mengatakan bahwa waktu ayahnya hanya tinggal sebentar saja dan ite tidak mau menyesal lagi untuk yang terakhir kalinya.

Setelah berjalan cukup lama, mereka berdua sampai diruangan ayahnya. Karena masih jam besuk, ite masih ada kesempatan untuk berbicara dengan ayahnya walau hany sebentar. Disana ia melihat ayahnya yang dipasangi banyak kabel. Matanya terpejam. Sebelah ranjang ayah ada mami yang setia membaca Al-qur’an menemani ayah. Mami yang menyadari kehadiran anak gadisnya segera beranjak dan memberikan waktu untuk ayah dan anak itu.

“mam ke kantin dulu ya. Mau makan dulu sama abang. Ite udah makan?”tanya mami
“udah mam. Ite titip minuman jeruk aja, boleh mam?”Mami mengangguk dan segera meninggalkan mereka. Usai mami pergi dari ruangan
itu, Ite duduk ditempat mami tadi dan menggenggam tangan sang ayah. Mengelus punggung tangan yang sudah rapuh itu.
“assalamu’alaikum yah.. ini Ite. Maaf ite terlambat kesini, karena ite harus kasih ayah hadiah dulu sebelum kesini. Ayah sudah liat video ite? Itu adalah hadiah dari Ite untuk ayah.
Maaf ya yah, ite Cuma bisa persembahin segitu aja untuk ayah. Ayah mau bertahan lebih lama
lagi? Menjadi sumber kekuatan Ite untuk tetap menghafal dan mengulang hafalan ite.” Airmatanya mulai membasahi pipinya, beberapa bulir terjatuh mengenai tangan sang ayah. Ite menggigit bibir bawahnya, ia tidak boleh menangis didepan ayahnya. Ayah harus tau bahwa
Ite sudah benar-benar mandiri. Ite adalah anak gadis ayah yang kuat dan tidak pernah menyerah
kalah.

.
.
.

To be continue

Vous avez atteint le dernier des chapitres publiés.

⏰ Dernière mise à jour : Oct 17, 2020 ⏰

Ajoutez cette histoire à votre Bibliothèque pour être informé des nouveaux chapitres !

EudoraOù les histoires vivent. Découvrez maintenant