1. Awalnya Luka

425 52 40
                                    

Dari pangeran, teruntuk gadis merah mudaku.

18-10-2014

_____________________

Aku, Uchiha Sasuke. Akan mengulang kembali masa-masa kelam dari seorang yang sangat spesial di hidupku, seorang gadis dengan hati sekuat berlian dan sayap segagah elang.

Dia, Haruno Sakura. Sang Gadis Merah Mudaku.

_____________________

Sakura POV

Aku, Haruno Sakura. Gadis biasa yang dimana banyak orang mengatakan jika aku pengganggu. Hidup bersama ibu yang memiliki kelainan jiwa selalau membuat aku tertekan, ahh ralat. Aku bahagia bisa hidup bersama ibuku. Yahh, aku harus bersyukur.

Ayahku pergi, entah kemana. Hal itu yang membuat ibuku menjadi seperti sekarang. Astaga, aku tidak boleh seperti ini.

Ayolah Sakura, kau kuat.

Pagi ini, aku harus berangkat sekolah. Tempat dimana seharusnya para remaja berbahagia. Tapi menurutku, sekolah adalah Neraka.

Aku menyiapkan seluruh kebutuhanku sendirian. Ibuku sekarang masih tertidur pulas seperti beruang yang berhibernasi. Mungkin efek dari obat tidur.

Aku mencintai segala yang aku lakukan untuk ibuku. Aku mencoba bersyukur, walau itu sulit.

Ku langkahkan kakiku menuju gerbang sekolah. Banyak orang menatapku dengan tatapan benci. Hal yang sudah biasa namun selalu menyakitkan.

"Hey Sakura. Lo gak ngajak Ibu yang gila itu biar ngamuk di sekolah lagi? Hari ini gua bosan banget. Butuh tontonan," Dia Saara. Gadis paling cantik disini, dia juga yang paling kaya. Dengan segalanya itu, dia selalu membully ku yang tidak dapat dibandingkan dengan dia.

Aku menutup mata lalu berjalan cepat. Sangat sakit jika dirasakan. Maka dari itu, lalui saja semua.

Aku kuat. Tuhan sayang dengan Saki. Buktinya Tuhan masih memperbolehkan Saki hidup sampai sekarang.
Untuk setiap detik, setiap hembusan nafas. Tuhan, terimakasih.

Aku melangkahkan kaki memasuki kelasku, aku duduk di bangku paling belakang disisi kanan. Tempat yang sangat kotor penuh dengan coretan yang bertuliskan hinaan. Tidak apa, aku kuat.

Di bangku yang kotor ini, tempat dimana aku dibully. Aku tidak memiliki teman sama sekali. Aku seperti kaleng kosong di jalanan yang tidak dipedulikan.

Aku duduk, menatap dibawah bangku ku penuh dengan sampah. Ini pasti ulah teman-temanku. Ralat, aku tidak memiliki teman.

Aku berjalan mengambil sapu dan mulai menyapu dengan teliti.

"Woy aneh. Kalo nyapu yang bener," Hidan membuang kertas-kertas yang sebelumnya di tempat sampah ke lantai. Aku selalu meyakinkan diriku jika aku kuat. Tapi, ada kalanya dimana aku harus melawan.

Tapi, jika aku mengingat akibatnya. Aku mundur.

Ku lanjutkan tugas yang sebenarnya bukan kewajibanku karena jadwal piketku bukan hari ini. Tak apa, aku harus ikhlas. Ini merupakan bagian dari membantu sesama.

Setelah menyapu aku duduk di bangku ku kembali. Guru datang, pelajaran pun dimulai.

***

"Mama, Saki pulang," Aku membuka pintu rumahku. Pintu dari kayu berwarna putih susu. Pintu yang sudah rusak karena ulah Ibuku. Tak apa, semua yang dilakukan Ibuku adalah baik. Entah apa yang terjadi jika tidak ada Ibu yang melahirkanku didunia ini.

Mama berjalan mendekatiku, tangannya memegang pisau dapur, aku tahu apa yang akan Mama lakukan. Yah, menyakitiku.

"Kamu kemana aja Jalang!! Kamu kemana kan Suamiku!!" Mama berjalan mendekatiku, pisau yang digengamnya terangkat sejalan siap menghabisiku.

"Mama tenang," Aku menghampiri Mama dan memeluknya sekaligus menahan tangan Mama agar tidak melukaiku ataupun dirinya sendiri.

"Argggghhhhh," Teriakan Mama semakin menjadi. Aku berusaha sekuat tenaga menahannya. Mama memberontak.

Setelah beberapa saat, Mama sudah mulai tenang, aku membaringkan Mama diranjangnya. "Mama, Saki bawa makanan buat Mama, Mama makan ya," Aku mengeluarkan bungkusan nasi dari tas ku.

Aku membelinya tadi saat di sekolah. Aku berniat membaginya menjadi dua bagian untukku dan untuk Mama, tapi. Sepertinya Mama lebih butuh.

"Mama, buka mulut," Aku mengumpulkan nasi di sendok hendak munyuapi Mama.

"Tidak, saya tidak akan makasih sampai kamu memberi tau dimana suamiku," Mama menutupi tubuhnya dengan selimut.

Tuhan, aku lelah.

"Suami Mama menunggu Mama di bulan, dia akan menghampiri Mama saat Mama tidak mengamuk lagi, makan yang banyak, menurut." Perlahan air mataku menetes tanpa diminta.

Jika Papa ada disini, aku akan bercerita kisah hidupku selama dia pergi. Aku akan berkata, "Papa, Saki sudah besar. Saki bisa merawat Mama. Maaf jika Saki kalau selama ini jadi anak nakal. Saki janji, akan bahagiain kalian berdua," Tapi itu tidak mungkin. Papaku pergi entah kemana walau aku yakin dia pasti juga merindukanku.

Aku, Haruno Sakura. Gadis yang merawat ibunya sendirian. Hidup dalam kesedihan. Tapi aku yakin, Tuhan akan beri jalan.

Mama mulai membuka mulutnya. Aku menyuapinya setelah itu memberikan obat penenang.

Aku berjalan keluar kamar dan mengganti seragam sekolahku menjadi seragam pegawai toko.

Inilah pekerjaan sampingan ku.

Sakura POV end

***

"Sakura jangan maksain diri. Nanti kamu capet terus sakit lagi gimana?"

"Gak pa-pa Kak, Saki kuat kok," Sakura masih sibuk dengan kegiatannya, ia merapikan kaleng-kaleng ikan beku pada lemari pembeku. Sebenarnya hari jni ia harus berlibur, tapi jika ia libur. Ia tidak mendapatkan gaji.

Sakura berdiri dari duduknya, ia hendak mengangkat kardus-kardus yang berisi sarden ke gudang.

Sudah empat jam ia bekerja, sampai ia lupa untuk makan. Yah, dari pagi dia belum menerima sesuap nasi pun.

Brukk!

"Sakura?!" Para pegawai lainnya mengerumuni Sakura.

Sakura jatuh pingsan dengan kardus-kardus menutupi tubuhnya. Sayup-sayup ia mendengar seseorang berbicara dibawah alam sadarnya. "Bertahanlah, Papa yakin. Saki kuat."

___________________

Baper gak? Semoga baper ya. Amin

Chapter selanjutnya SasuSaku akan bertemu.

Penasaran? Ditunggu next nya yaa

Surat untuk AyahDonde viven las historias. Descúbrelo ahora