Bab 20

29 5 11
                                    

Kencan pertamanya dengan Krisyanto meninggalkan kesan yang mendalam bagi Lam. Bagaimana pria itu mengakhiri kencan mereka sangatlah aneh dan ganjil. Namun, kalimat terakhir dari Krisyanto berhasil membuat Sedap Malam tersadar dari mimpi-mimpi gilanya selama ini. Dan itu adalah hal yang sangat disyukurinya.

"Kau yakin yang kali ini tidak aneh-aneh?"

"Aneh-aneh bagaimana maksudmu?" Yang ditanya balik bertanya. "Kau sendiri yang bahkan belum menceritakan kepadaku apa yang dilakukan Krisyanto sehingga kau menolaknya."

"Dia bawa penyakit."

"Penyakit? Dia sakit parah? Astaga, Lam. Aku tak menyangka kamu sekejam itu. Bagaimana bisa kau meninggalkan seorang pria hanya karena dia sedang sakit."

"Diamlah!" seru Lam. Semua orang menoleh kepadanya. "Tuh kan orang-orang jadi memperhatikanku. Sialan kau, Ji-sung!"

"Salahmu sendiri teriak-teriak di lampu merah."

Bercakap-cakap di atas motor adalah salah satu strategi Ji-sung agar bisa mencium bau sunsilk kuning di rambut Lam saat gadis itu berbisik di telinganya. Lampu hijau menyala, Ji-sung pun kembali bertanya.

"Bagaimana tadi cerita si rocker tiga desa itu?"

"Kan tadi sudah kubilang dia bawa penyakit."

"Penyakit apa?"

"Panu!"

"Seriusan?"

"Tentu saja bukan. Kalau panu saja aku permasalahkan, maka sudah sejak lama kita tidak berteman lagi."

"Kau pikir aku menyembunyikan banyak panu, ya?"

"Sewaktu kecil, kan, kita sering mandi bersama. Aku masih ingat beberapa tato emping di punggungmu."

Ji-sung menggerutu, tetapi Lam tidak dapat mendengarnya.

"Aku serius, Lam."

"Aku pun serius. Pria itu memang membawa penyakit. Penyakit kelamin."

"Astagfirullah. Itu tuduhan yang serius, Lam. Memang kau melihatnya sendiri? Kau memegangnya?"

Sebuah gigitan mendarat di lengan kiri Ji-sung. Pemuda itu pura-pura merintih kesakitan untuk menutupi erangan kenikmatan.

"Dia sendiri yang mengatakan itu sambil mengacungkan miliknya kepadaku."

"Kalian gituan?"

"Hampir."

Ji-sung menarik gas motornya kuat-kuat. Membuat Lam hampir terjengkang jika ia tidak buru-buru mengencangkan pegangannya. Ia pun marah-marah kepada Ji-sung. Meneriakinya sepanjang perjalanan. Namun, pemuda itu bergeming. Ia sedang tidak bisa berpikir dengan waras.

"Turun!" seru Ji-sung kepada Lam ketika mereka tiba di sebuah warung makan di luar tiga desa. "Dua jam lagi kujemput."

Belum sempat Lam mengatakan sesuatu, temannya itu sudah keburu pergi tanpa permisi.

Apa-apaan anak itu!

Lam bergegas masuk. Aroma bebek goreng menyambutnya. Menari-nari di depan hidungnya. Menarik keluar lidahnya hingga gadis itu terpaksa beberapa kali menelan ludahnya sendiri. Dari kejauhan seorang laki-laki mengangkat tangannya. Ia duduk membelakangi Lam, sehingga ia tidak bisa melihat wajah dari laki-laki tersebut. Merasa itu tanda untuknya, Lam pun datang menghampiri.

"Hai," sapa Lam. Laki-laki itu menunduk. Sibuk dengan gawainya.

"Silakan duduk, Lam. Pesanlah sesuatu untukmu."

Ke BacutWhere stories live. Discover now