Lima Huruf Tapi Bukan Cinta

70 5 0
                                    

Skena menua di sudut kota, di belantara hutan konkrit di arus kecil suaramu, ketika pekik klakson mempererat peluk yang melingkar di lingkar jaketku: dera pun reda, sebelum semua hanyalah gores pensil di buku sketsa. Ingatkah kamu:

Siluet di sneakers high top, dan hard core di speaker laptop, dari Hüsker Dü sampai band kampus di setiap gigs saat malam minggu. Kemudian,

telepon-telepon genggam di tongkrongan-tongkrongan, pesan teks dan janji kencan, Tinder, kopi dan obrolan.

Semua hanyalah konsep masa lalu, lorong waktu bagi sajak rumpang dan kenangan-kenangan yang ingin pulang. Kita sudah tidak lagi bersama.

Wahai, gadis 4.0 - kau biasa mencintai aku, dan kalau tak sedang lupa aku pun mencintai kamu. Cinta kita, cinta kontemporer. Cinta yang menggetarkan kestabilan moneter.

Sejengkal-sejengkal aku mulaj paham apa hakikat bentuk; hakikat fungsi. Dua variabel yang tak harus berbanding lurus, tergantung fluktuasi hati.

O, gadis 4.0 - betapa pasca-modernis cinta kita. Seperti Bauhaus yang telah mati. Aku teringat kita. Ketika pekik klakson mempererat peluk yang melingkar di lingkar jaket parka: dera pun reda, sebelum semua hanyalah gores tinta di buku sketsa. Ingatkah kamu kita?

(2019 - 2020)

1995Where stories live. Discover now