❝Riddle was made to be solved, are you ready to solve it together?❞
Bukan tanpa alasan murid sepintar Dycal Alvredo memutuskan pindah dari sekolahnya yang biasa ke sekolah swasta bergengsi di kotanya itu. Sebuah teka-teki yang setiap malam selalu me...
Cowok itu turun dari kamarnya setelah selesai mengenakan seragam sekolah. Ia meletakkan tas di meja ruang tengah, lalu berjalan menuju dapur. "Pagi, Ma," sapanya pada seorang wanita yang tengah duduk di kursi samping meja makan ketika ia tiba di dapur.
Wanita itu tersenyum membalas sapaan putranya. "Pagi juga, sayang," sahutnya. Kemudian, ia memanggil asisten rumah tangga. "Bi, Abang mau sarapan. Tolong siapkan, ya."
"Siap, Bu-"
"Gak usah." Belum sempat asisten rumah tangga itu selesai bicara, Dycal lebih dulu memotong ucapannya. Cowok itu lalu menatap Sang Mama. "Dycal bisa sendiri, Ma," katanya, menolak disiapkan.
Kalau Dycal sudah berkata begitu, tak ada pilihan lain selain meng-iyakan. Lagipula, Dycal sudah terbiasa hidup mandiri. Ia tak ingin merepotkan orang lain untuk hal sekecil ini.
Cowok berkulit putih itu menyiapkan sendiri susu putih hangat. Setelah selesai, ia kini mulai mengolesi roti dengan selai. Suasana di meja makan hening sekarang.
Ngomong-ngomong, Viena- mamanya Dycal sudah dijemput sekitar seminggu yang lalu. Kesehatan wanita itu berangsur membaik pasca pulang dari rumah sakit. Syukurlah, setidaknya pengobatan kemarin telah membuahkan hasil. "Abang di sekolah masih ulangan?" tanya Viena memecahkan keheningan.
Dycal yang sedang sarapan mengangguk samar, "Hari ini baru hari ke-tiga, Ma."
Hening lagi beberapa saat, sebelum akhirnya terdengar celetukan dari mamanya, "Kalau Cia masih ada, pasti saat ini dia sarapan sambil baca buku pelajaran."
Dycal menghela nafas, menghentikan aktivitas makannya. "Ma," katanya, seakan memperingati. "Jangan diingat lagi kalo itu bikin sedih, sekarang fokus ke masa pemulihan aja."
Viena mengangguk, meski berikutnya jadi menyahut. "Mana mungkin mama bisa nggak ingat sama anak sendiri."
Dycal merapatkan bibir. Cowok itu jadi terdiam, segera menghabiskan sarapannya. Kemudian, ia bangkit dari duduknya dan bediri di samping Sang Mama untuk menyalimi serta mengecup singkat kening wanita itu. "Dycal berangkat dulu," pamitnya, lalu memanggil asisten rumah tangga. "Bi, aku titip jagain Mama."
Setelah berbicara sebentar dengan asisten rumah tangganya, cowok itu berjalan ke arah luar. Ia mengambil tas yang tadi ia letakkan di atas meja ruang tengah. Dycal melirik sesaat pada pintu kamar Cia sebelum akhirnya memutuskan keluar rumah menuju garasi untuk mengambil motornya.
Tak berselang waktu lama, motor hitam milik cowok itu sudah melaju meninggalkan pekarangan rumah dan komplek perumahan. Sama seperti biasa, dengan kecepatan di atas rata-rata ia hanya memerlukan waktu untuk tiba di sekolah SMA Global Mandiri dengan selamat.