05• Adhitama Elvan Syahreza •

22 5 3
                                    

🍂


Hari ini Alika tak masuk sekolah. Pagi tadi kepalanya terasa sakit. Seperti ditusuk jarum. Dan berakhir dengan ia tiduran sepanjang hari.

Brak

Pintu kamar bercat putih itu dibuka dengan kasar. Membuat sang pemilik kamar terjengit kaget.

Seorang pria paruh baya menarik dirinya dengan kasar. Membuatnya harus berdiri di samping ranjang.

"Kenapa nggak masuk sekolah?!" tanya pria itu.

"Kepala Alika sakit pa hiks..."

"Kalo sakit ngomong sama kakak kamu atau temen kamu. Biar diijinin, nggak kaya gini. Papa dapet undangan dari sekolah tentang kelakuan kamu selama ini!" ucapnya tegas.

"Hiks..."

"Alika dengerin papa, jangan cuma nangis bisanya!" teriaknya membuat Alika semakin terisak. Bahunya bergetar.

"ALIKA!" serunya lantang.

"Hiks...jangan pukul Alika pa hiks... Ja hiks... ngan hiks...."

"Papa nggak bakal pukul kamu. Tatap muka papa!" tegasnya. Memegang dagu Alika, mendongakkannya.

"Kenapa nggak ijin kalo kamu sakit? Kamu bukan anak kecil lagi yang semuanya harus diurus sama papa, kamu udah besar!" tanya papa Alika.

"A... Alika nggak sempet ketemu kak Ken. A... Alika juga lupa ngabarin teman kelas pa hiks..." jawabnya sesenggukan.

"Lupa atau emang kamu yang niat bolos?!"

"Nggak kok pa hiks... Alika beneran lupa." bela Alika. Padahal yang sebenarnya Alika tak punya satu teman pun di sekolahnya.

"Mulai besok kamu berangkat sama kak Ken. Nggak ada bantahan! Papa nggak mau punya anak yang nggak berguna dan pembangkang kaya kamu!" ucapnya pedas. Berlalu begitu saja meninggalkan Alika sendiri dengan tangis yang masih sesenggukan.

•••

"Turun lo!" ucap Ken dingin.

Sesuai perintah dari Arayan, Alika pagi ini berangkat dengan Ken.

"Tapi, kak ini masih jauh dari sekolah. Ini juga bukan jalan biasanya, Al..."

"Gue nggak peduli! Sekarang turun!" tekannya.

"Terus Alika naik apa kak? Di sini ngga...."

"Gue bilang turun! Lo budeg ya!" belum sempat Alika selesai bicara, lagi lagi sudah dipotong oleh Ken.

"Cepet!" sentak Ken.

"I..iya."

Mobil yang dikendarai Ken melaju dengan kencang. Meninggalkan Alika seorang diri di jalan yang kanan kirinya hanya terlihat rerimbunan pohon. Ia tak mengerti kenapa kakaknya berangkat melalui jalan ini, yang kemungkinan tak pernah dilalui anak sekolah sepertinya.

Air matanya sudah jatuh seperti anak sungai. Isakan nya mulai terdengar. Katakanlah ia cengeng. Memang pada dasarnya ia hanya gadis cengeng yang takut sendirian.

Ia berjalan sepanjang jalan yang ia lalui. Tapi, sudah lama ia berjalan. Matanya tak menangkap satu bangunan pun.

Ia lelah. Kenapa kakaknya meninggalkan ia seorang diri di tempat yang sepi seperti ini? Kenapa kakaknya tega? Jawabannya hanya satu. Karena ia membenci dirinya.

Alika terus berjalan tanpa arah. Keringat sudah membanjiri tubuhnya. Kakinya bergetar. Ia terduduk di tepi jalan, menekan kuat jantungnya. Wajahnya kini memucat. Napasnya tersengal.

ALIKAWhere stories live. Discover now