BAB 5

19 2 1
                                    

Part ini ditulis oleh PatriciaDianIndriaci

Sudah tiga hari Elang tidak mendatangi swalayan tempat Rania bekerja. Kesibukan pekerjaan di kantor membuatnya harus menunda keinginan bertemu dengan gadis yang sudah mencuri perhatiannya itu. Elang merasakan ada sesuatu yang berdesir di dadanya, mungkinkah ia merindukan gadis itu?

Elang mengengguk kopi yang mulai dingin di gelas. Ia terus membalik helai perhelai dokumen-dokumen yang sedang dibacanya. Memahami setiap kata yang disambung menjadi kalimat. Hingga beberapa menit kemudian, sekelibat ingatan akan senyum Rania membuyarkan fokusnya. Hal yang membuat Elang menghentikan pekerjaannya, lalu ia keluar dari ruangan dan meminta ijin untuk pulang lebih cepat.

Alih-alih pulang ke rumah, Elang menghentikan mobilnya tepat di depan swalayan. Elang tersenyum, hal gila apalagi yang akan ia lakukan demi bertemu gadis itu. Kehadiran Elang disambut oleh security yang ada di depan pintu. Sore itu swalayan cukup ramai, orang-orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Pandangan Elang menyapu setiap tempat, dalam tatapan lurus, matanya tertuju pada seseorang yang ia cari. Terlihat gurat bahagia di wajah Elang.

Tanpa ragu Elang bergerak menghampiri Rania.

"Hai ...."

Rania yang sedang sibuk menghitung belanjaan salah seorang pembeli menoleh ke arah Elang. Kemudian mereka saling tatap dan saling canggung. Semuanya buyar kembali saat Rania dengan ketus mengatakan, Silakan antre dari belakang.
Elang baru sadar jika ia menyerobot beberapa antrean untuk sampai meja kasir.

Beberapa pasang mata menatapnya sinis. Tak ingin semakin rumit, Elang memilih mundur dan mengambil troli belanja. Sembarangan ia mengambil barang-barang dan memasukkannya dalam troli lalu ikut berbaris sesuai antrean untuk sampai kasir.
Alunan musik dan suara-suara penyiar diskon menggema di dalam swalayan. Elang mengeluarkan belanjaannya begitu sampai di meja kasir. Ia menatap Rania yang belum menyadari kehadirannya.

"Rania ...."

Ada perasaan aneh dalam dada Rania ketika seseorang yang ada di hadapannya itu menghunusnya dengan tatapan tajam.

"Ya, ada yang bisa dibantu?" Rania membuyarkan pandangan Elang. Mendadak Elang kaku dan mati gaya, sementara Rania kembali menyibukkan diri dengan menghitung belanjaan Elang.

“Aku Elang. Sepertinya kita pernah ketemu." Elang mengulurkan tangannya.

Beberapa saat sebelum menerima uluran tangan Elang, Rania menatap Elang curiga. Namun Rania memilih tak menanggapinya.
Nampak gurat kebingungan pada wajah Rania, ia mencoba memutar ingatan namun tetap tak ingat apa-apa tentang sosok di hadapannya itu.

"Aku orang yang menitipkan kartu nama sama teman kamu tempo hari." Elang mencoba mengingatkan.

"Totalnya dua ratus lima belas ribu rupiah." Kalimat itulah yang justru keluar dari bibir Rania. Sambil mengeluarkan uang dari dalam dompet Elang kembali melancarkan serangan.

"Kamu sudah terima kan kartu nama itu?"

"Sebenarnya ...."

"Maaf, saya sedang bekerja. Kalau sudah selesai bisa minta tolong gantian dengan yang lain?" ucap Rania dengan sopan sembari menunjuk antrean yang semakin memanjang.

Elang kembali mengurungkan niatnya, ia tidak ingin menggangu Rania yang sedang bekerja. Akhirnya ia pergi dengan perasaan kecewa.

****

Ada sesuatu yang tak bisa diubah dari seseoarang yang sedang jatuh cinta, yaitu perasaan. Hati memang tidak bisa dipaksakan, ia bahkan tetap cinta meski tahu sudah dikecewakan. Ia bahkan tetap rindu meski seseorang yang dirindukan tak menanggapinya. Dan parahnya ia rela menunggu padahal belum tentu yang ditunggu akan datang.

Barangkali itulah yang sedang dialami Elang. Entah sejak kapan rasa kagumnya terhadap Rania secepat itu berubah menjadi cinta. Elang pun juga tak menyangka secepat itu cinta datang untuk menghapuskan luka-luka dalam hatinya.

Setelah tiga jam menunggu, akhirnya Elang melihat Rania keluar dari swalayan yang mulai sepi. Terlihat beberapa karyawan yang masih di sana, untuk menunggu jemputan. Dari dalam mobil Elang masih memperhatikan gadis itu, ia terlihat sibuk menatap layar ponselnya.

Elang melepas earphone yang terpasang di telinga lalu bergegas turun dari mobil. Dengan langkah gontai, Elang menghampiri Rania.

"Hai, Rania."

Rania terkejut melihat kemunculan Elang yang tiba-tiba. Beberapa detik Rania tidak bicara apapun hingga ia menyadari jika Elang sedang menatapnya.

"Sudah malam, biar aku antar kamu pulang ya?"

Rania melirik jam yang ada di tangannya. Ia memutar otak mencari cara untuk menolak manusia nekat di hadapannya ini. Namun tubuhnya mendadak kaku, ia seperti tak bisa bergerak dari tempatnya.

"Kamu tunggu bentar, aku ambil mobilku." Langkah Elang terhenti saat Rania mencegahnya.

"Tunggu. Nggak perlu. Aku sudah pesan ojek online, bentar lagi sampai," ucap Rania sembari menunjukkan aplikasi ojek online yang dipesannya beberapa menit lalu.

"Sudah jam segini, bahaya naik ojek sendirian. Masih bisa dibatalkan, 'kan?"

Rania hanya menggeleng begitu melihat pengemudi ojek online yang menghampirinya. Sangat jelas tergambar letih di wajah Elang. Ia memang sudah mengantuk setelah seharian disibukkan dengan urusan kantor juga menunggu beberapa jam untuk bertemu Rania.

Sepertinya semesta belum berpihak pada Elang. Secepat kilat Rania meninggalkannya begitu saja. Tanpa basa-basi bahkan tanpa menanyakan alasan Elang beberapa kali mencarinya.

****

Cinta ini kadang kala tak ada logika.

Sepotong lirik lagu dari Agnes Monica itu sepertinya bisa menggambarkan apa yang tengah Elang rasakan saat ini. Terkadang logika dan hati memang tak sejalan, terlebih saat keduanya terikat oleh yang namanya cinta.

Seperti hari ini, secara logika Elang harusnya menyerah dan pergi begitu saja saat diperlakukan seperti itu oleh Rania. Namun hatinya seolah dibutakan. Elang memutuskan untuk mengikuti ojek online yang membawa Rania. Ada rasa cemas yang mengusiknya, ia khawatir karena selarut ini membiarkan Rania naik ojek sendirian.

Sepanjang jalan Rania berusaha menahan kantuk juga lapar. Rania membiarkan tubuhnya dihempas oleh angin. Ia lupa tidak membawa jaket. Baginya udara malam sudah menjadi teman yang selalu mengirinya pulang usai bekerja.

Lima belas menit jarak yang harus ditempuh Rania dari swalayan tempatnya bekerja. Akhirnya sepeda motor menepi di depan sebuah gang sempit. Rania memilih turun di ujung gang, ia berencana untuk membeli nasi goreng karena hari ini terlalu lelah baginya jika masih harus memasak untuk makan malamnya.

Sambil menenteng plastik berisi sebungkus nasi goreng, Rania menyusuri gang sempit untuk pulang ke rumah kosnya. Aroma nasi goreng yang khas memancing cacing-cacing dalam perutnya. Ia semakin tak sabar untuk menyantap nasi goreng langganannya itu.

Langkah Rania tiba-tiba terhenti begitu mendengar ada yang memanggil namanya. Suaranya terdengar asing namun Rania seolah mengenalinya. Gadis itu menoleh dan betapa kaget saat ia mendapati Elang sudah berdiri beberapa langkah di belakangnya.

Elang bergerak menghampiri Rania. Ada perasaan aneh yang menggelitik dadanya saat menatap Elang dari jarak sedekat ini.

"Kamu ngikutin aku? Aku teriak kalau kamu macam-macam," Ancam Rania yang sedikit khawatir melihat aksi nekat Elang. Terlebih mereka belum saling kenal.





RANIAWhere stories live. Discover now