sayang, ini part sepuluh.

17.8K 3.3K 749
                                    

Aku hari ini bahagia sekali.

Lebih tepatnya, mengusahakan diri untuk kembali normal seperti Dipraya Kaluna sedia kala.

Demi menerapkan teori Anya Geraldine, aku sampai lupa diri. Maksudku, aku pasti benar-benar tidak waras karena berhasil tidak mengirimi pesan atau menelepon Jivan.

Setelah pulang dari rumahnya malam pembongkaran rahasia sialan ala mas Indra itu, aku tidak bisa tidur. Benar-benar sampai suara azdan terdengar, mataku masih terjaga dengan pemikiran mengerikan lainnya.

Seberapa banyak lelaki yang menjadikanku bahan masturbasi? Apakah semua mantan-mantanku? Jivan yang terlihat tidak begitu tertarik secara seksual denganku saja ternyata menyimpan rahasia besar, apalagi beberapa mantan yang jelas-jelas menginginkan.

Aku kadang menyesal, kenapa bodoh sekali soal pengetahuan yang satu ini. Padahal, mantanku banyak, logikanya manusia awam lain, aku jelas profesional dalam bidang rayu-merayu seputar sentuhan intim.

Okay lupakan.

Intinya, aku bilang dengan Jivan kalau akan menghabiskan waktu satu minggu tanpa menghubunginya. Alasannya adalah karena restauran papa mengalami masalah dan aku sebagai manusia yang ada di sini harus bertanggungjawab.

Realitanya, aku bikin konten setiap hari, sampai editorku bilang aku mengerikan. Pertama dalam sejarahku, satu hari satu video. Aku masak bersama mbak Ersih, makan bersama, make up bersama. Pokoknya, satu minggu bersama mbak Ersih. Mencoba menerima bahwa Jivan-lucifer-satu-itu manusia normal yang doyan dengan seks juga.

Dan kembali ke hari ini, malam ini maksudku, aku diajak mas Indra ke cafe tempat dia akan menyumbangkan sebuah lagu. Cafe favorit dia dan Jivan, dan dia lumayan sering bernyanyi di sana.

Tentu saja aku tidak duduk sendirian, karena di seberangku ada Mahesa yang terlihat sangat berbahagia berada di sini. Tempatnya tidak terlalu padat karena memang pengunjungnya dilarang full seperti biasa. Ada banyak kursi dan meja yang dibersi tanda silang merah juga.

"Dia emang penyanyi, Di?"

"Bukan. Eh, maksudnya nggak tahu. Yang gue tahu dia suka nyanyi. Kata Jivan dia update banget soal lagu."

"I see. Temennya Jivan dari kuliah kan?"

"Yap. Eh lo berapa kali sih ketemu Jivan?"

"Lupa. Satu, dua, tiga? Entah. Enggak banyak sih. Yang jelas, seketika gue tahu harus matiin total perasaan." Dia tergelak sendiri dengan kalimatnya. "Geli banget yak kalimat gue."

"Banget." Aku pura-pura memandang horor. "By the way, gue seneng banget lo mau dateng lagi ke kehidupan gue, Sa."

"Najis lo!"

"Serius. Seenggaknya, lo enggak akan kasih pertanyaan spermanya Jivan kentel atau enggak atau kasih tantangan gue buat ajak Jivan VCS."

"Holy shit! Di, siapa yang berani kasih pertanyaan tolol kayak gitu?"

Aku mengangkat bahu sambil mencebik tak acuh. Lupakan teman-temanku lainnya, karena malam ini adalah malam untuk sad-om kita bersama. Bilangnya enggak patah hati, tetapi pilihan lagunya anak muda yang sedang patah hati sekali.

"Saya punya cerita singkat," mas Indra memulai lagi kalimat-kalimat yang sepertinya akan panjang. "Cowok dewasa menjelang tua, yang kisah cintanya terlalu labil kayak anak muda." Seruan heboh dari mayoritas perempuan terdengar. "Ada yang bilang, punya rumah sebelum umur 30, begini sebelum umur ini, dan lain-lainnya. Saga cuma mau bilang, bahkan ada yang masih patah hati berkali-kali di usianya yang udah kepala tiga. Jadi, yuk, mulai menormalkan apa pun bukan karena usia. Termasuk, ayo, kita lanjutkan hidup baru. Pergilah kasih." Ia mulai melantunkan lagu tanpa diiringi musik. "Kejarlah, keinginanmu." Senyumnya melebar lagi. "Selagi. Masih. Ada. Waktu. Jangan hiraukan diriku. Aku rela. Berpisah. Hanya untuk dirimu. Semoga tercapai. Segala keingiiiiinanmuuu." Matanya menemukanku, dan mas Indra nyengir lebar sambil menganggukan kepala.

komitmen butuh waktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang