21

673 125 4
                                    

***

"Aku tidak tahu," ucap Jiyong dari dalam Hawaii cafe. Sekarang sudah pukul delapan malam, namun pria itu belum juga pergi ke padang chamomile. Ia masih terlalu bimbang, terlalu takut juga khawatir untuk menemui kekasihnya. Jiyong belum ingin melihat raut sedih dalam wajah Lisa. "Aku ingin terus bersamanya. Tapi dia tidak mungkin tinggal di desa ini selamanya, iya kan? Kita tidak akan sakit atau terluka, tapi bagaimana kalau dia sakit? Aku tidak bisa membawanya ke rumah sakit, aku juga tidak bisa menghubungi seseorang untuk membantu. Kalau tinggal denganku berarti membuatnya harus mengasingkan diri, aku tidak ingin dia melakukannya. Tapi aku- kau datang?"

Lisa baru saja membuka pintu Hawaii cafe ketika Jiyong harus menutup mulutnya. Gadis itu tersenyum, walau sebenarnya ia hampir menangis sebab mendengar semua ucapan Jiyong tadi. Lisa berpura-pura tidak mendengar apapun, dan untungnya berakting adalah keahliannya. Dengan senyum yang begitu lebar, gadis itu menghampiri Thomas beserta kekasihnya.

"Aku punya kejutan," ucap Lisa kemudian. "Orang-orang yang kau rindukan, ada di sini," susul gadis itu yang setelahnya mengajak Thomas juga Jiyong ke padang chamomile.

Di padang rumput yang punya banyak bunga chamomile itu, Thomas bisa melihat orang-orang yang dulu ia kenali. Tuan Jang, Wook juga gadis yang sering mengikuti Wook berdiri di ujung batas dunia mereka. Pak Jang dan Wook terlihat begitu gugup, sama halnya dengan Thomas. Lisa yang menjadi penerjemah di sana. Gadis itu menyampaikan apa yang ingin Thomas katakan pada teman-temannya, begitu juga sebaliknya. Setidaknya sampai tengah malam mereka berbincang di sana. Lisa menjalankan tugas penerjemahnya dengan baik sampai kemudian Wook mengajak gadis itu ke mobil untuk membicarakan tawarannya tadi.

"Aku akan membantu," ucap Wook kemudian. "Akan kami cari kekasihmu. Tapi selama kami mencari kekasihmu, bisakah kau memikirkan lagi keputusanmu? Apapun keputusanmu, menyembunyikan atau memakamkannya dengan layak dan memberitahu orangtuanya, apapun itu aku akan menghormatinya, tapi jangan buat keputusan itu sekarang. Buatlah keputusan saat kami menemukannya nanti."

"Kau pikir aku akan berubah pikiran?"

"Aku berharap kau berubah pikiran," balas Wook setelahnya. "Mereka yang hilang, berhak ditemukan. Dibanding memberinya semua itu, bukankah menemukannya adalah hadiah terbaik yang bisa kau berikan?" susulnya, menunjuk beberapa barang-barang Jiyong di dalam mobil Lisa.

Lisa setuju. Bukan karena ia berencana merubah keputusannya, ia hanya tidak ingin berdebat dengan Wook, ia hanya ingin Wook mencari tubuh kekasihnya. Tentang bagaimana pendapat Wook mengenai rencananya setelah tubuh itu ditemukan, Lisa tidak begitu peduli. Ia bisa berpura-pura menyetujuinya kemudian berubah pikiran setelah mendapatkan apa yang ia inginkan dari Wook. Namun sebelum mereka bersepakat, Lisa meminta bantuan lain dari Wook– ia ingin Wook menjual apartemennya.

"Aku tidak punya uang untuk membayarmu dan teman-temanmu." jelas Lisa mengenai alasannya menjual apartemen itu. "Aku juga butuh uang dan tidak punya apapun selain apartemen itu. Jadi bantu aku menjual apartemenku, dengan tenang. Jangan sampai orangtua kekasihku mengetahuinya."

Wook juga bersedia membantu menjual apartemen mewah itu. Bukan karena ia berencana menerima uang dari Lisa, namun karena gadis itu mengatakan ia pun butuh uang. Wook tidak berencana membantu Lisa lalu menerima bayaran, pria itu hanya ingin membantu idolanya yang ternyata begitu kesulitan. "Tapi semua yang kau ceritakan tadi... Hanya itu petunjuknya? Orang yang familiar namun tidak bisa kalian ingat?" tanya Wook kemudian, sembari sesekali melirik ke arah teman-temannya di padang chamomile. Ia ingat kalau ia pernah membantu Yuna menerbangkan lampion di sana, mereka berharap Junho bisa melihat lampion itu namun harapan mereka tidak pernah terwujud.

"Hm... Seorang gadis yang familiar tapi tidak bisa diingat Jiyong oppa, gadis yang ingin menikahi Jiyong oppa, gadis yang sangat menyukai Jiyong oppa juga sangat membenciku. Fans? Sasaeng fans?"

"Petunjuk itu masih terlalu luas-"

"Tidak," potong Lisa. "Fans yang terlihat familiar pasti sering muncul di sekitar Jiyong oppa. Fans Jiyong oppa banyak sekali, dia tidak mungkin mengingat semuanya. Tapi kalau fans itu sering muncul di acara fan meeting atau acara-acara eksklusif seperti itu, Jiyong oppa mungkin sudah beberapa kali melihatnya sampai terasa familiar, iya kan?"

"Kalau dia bisa ikut fan meeting, bisa masuk ke apartemen G Dragon, bisa menyuntiknya dengan narkoba berkali-kali lalu mengurungnya di kamar mewah- dia pasti orang kaya? Kalau begitu aku hanya perlu mencari fans G Dragon yang kaya?" susul Wook dan Lisa menganggukan kepalanya dengan antusias. Gadis itu merasa mereka sudah dekat dengan pelakunya sekarang. "Maafkan aku nona Kim, aku memang mengidolakanmu tapi kali ini aku harus meragukanmu. Apa kau benar-benar secerdas yang orang katakan? Fans G Dragon yang kaya raya tidak sedikit! Petunjukmu masih terlalu luas!" gerutu Wook membuat Lisa menghela nafasnya. Mencari satu diantara beberapa ratus orang tentu masih lebih mudah dibanding melacak CCTV di sekitar apartemen Jiyong selama lebih dari dua tahun.

Sudah lewat tengah malam saat Lisa berjalan bersama dengan Jiyong juga Thomas. Kim Wook dan teman-temannya baru saja pergi. Tanpa sepengetahuan Jiyong juga Thomas, Lisa membuat kesepakatan dengan tiga orang itu. Namun seperti yang telah di duga semua orang, Jiyong menyadari kesepakatan itu. "Mereka akan mencariku?" tanya pria itu sembari merangkul kekasih yang berjalan di sebelahnya. "Bagaimana kau akan membayar mereka? Kau punya uang?"

"Tentu saja punya," jawab Lisa, berbohong tentang masalah keuangannya. Berbohong kepada orang yang tidak bisa ia tipu. "Aku menerima pekerjaan dari Dami eonni." Lisa berbohong sekali lagi.

"Apa yang kalian kerjakan?"

"Dami eonni dengan pekerjaannya dan aku membantunya merias modelnya. Aku belum siap berdiri jadi model lagi, apalagi berakting, jadi aku bekerja dibelakang panggung sekarang. Ternyata gajinya lumayan-"

"Siapa yang ingin kau bohongi? Thomas?" potong Jiyong, tidak lagi tahan mendengar kebohongan-kebohongan itu.

Jiyong meminta Thomas untuk pergi lebih dulu. Jadi ia dan kekasihnya punya waktu berdua untuk bicara. Pria itu ingin memulai pembicaraan mereka setelah melihat Thomas berjalan beberapa meter di depan mereka, namun Lisa menolaknya.

"Tidak bisakah oppa menahannya sampai besok? Atau setidaknya sampai kita tiba di rumah-"

"Aku tidak pulang malam ini." Jiyong menyela.

"Ya? Kemana kau akan pergi kalau tidak pulang? Rumah gadis itu?" tanya Lisa namun sebelum pria di depannya menjawab, gadis itu sudah lebih dulu merasa kesal. "Aku tahu ini berat, bagimu juga bagiku. Tapi haruskah oppa melakukan ini? Haruskah kau menghindariku? Oppa tidak ingin melihatku? Kalau begitu pulanglah, aku pergi saja," kesal Lisa yang setelahnya berjalan menjauhi desa.

Gadis itu berjalan menuju mobilnya dan tentu saja Jiyong menahannya. Bagi Jiyong, terlalu berbahaya kalau Lisa harus mengemudi pulang dengan perasaan kacau begitu. Baik Lisa maupun Jiyong, keduanya kacau karena pertimbangan mereka sendiri, namun tidak satupun dari mereka yang ingin memulai pembicaraan tentang timbang-menimbang itu.

"Menginap saja-"

"Untuk apa? Oppa bahkan tidak ingin melihatku." Hari ini, sepertinya Lisa jadi lebih sensitif dibanding biasanya. Gadis yang selama ini selalu berakting, butuh seseorang yang tidak keberatan dengan semua perasaan yang biasa ia sembunyikan. "Kenapa hari ini semua orang melarangku melakukan yang ku inginkan? Kenapa hari ini semua orang menyuruhku melakukan apa yang mereka mau? Kenapa tidak ada hal yang berjalan sesuai keinginanku?"

***

A Place I Can't FindDonde viven las historias. Descúbrelo ahora