13

18 5 3
                                    

"An, kamu aku aja yang nganter pulang," tutur Deo. Sama sekali tidak terdengar menawarkan, melainkan sebuah pernyataan mutlak.

Senja berniat menolak, karena daerah ini lumayan jauh dari rumah Liza, takutnya gadis itu nanti akan kenapa-napa di jalan jika dibiarkan sendiri.

"Biar gue yang nganterin Liza, Ja," seru Hastin cepat saat melihat raut khawatir Senja.

"Gak apa-apa, Za?"

"Gak apa-apa kok, Ja." Bukan Liza yang menjawab, melainkan Bima dan Bagas.

Dua cowok itu beradu tos, menjadikan Hastin bahan bulan-bulanan adalah hal yang bagus.

Pemuda berdarah turunan Tiongkok itu hanya akan pasrah saat dijahili, tapi bukan juga orang yang dendaman.

"Ja, apa Deo boleh tau kenapa kamu melukai diri sendiri?" tanya Deo tiba-tiba  memecah keheningan yang membelenggu.

"Bukan hal yang penting kok, De. Cuma gak sengaja aja aku kenapa begini.

Deo diam setelahnya. Mungkin memang itu privasi oleh Senja.

Sesampainya di rumah gadis itu, Senja terkejut melihat sang mama yang berdiri di teras rumah, menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa Senja artikan.

"Ma--makasih, ya, Deo. Mau mampir dulu?" tawar Senja, ia harap Deo akan menolak.

Cowok itu memikirkan sesuatu, tampak mengingat-nginget. Membuat Senja deg-degan.

"Gak deh kayaknya, An. Aku ada acara hari  ini," tolak Deo langsung menghidupkan kembali motornya.

"Aku pergi dulu, ya, bye, An."

Motor Deo melaju, meninggalkan pekarangan rumah Senja. Begitu hilang dari pandangan-nya, Senja berbalik hendak memasuki rumah.

"Siapa? Pacar?" tanya Saras tanpa nada julid seperti biasanya.

Senja menghela napas, ia tidak boleh ketus pada sang ibu. "Temen, Ma."

Tanpa bersalaman dengan Saras, Senja langsung saja menuju kamarnya.

***

Dilain tempat ... Bagas dan yang lainnya masih stay di sekolah.

"Tar, ayo pulang," ajak Bagas, menarik pelan tas sekolah yang tersampir di pundak Tari.

"Ish, emang Bagas kira Tari itu kambing apa? Main seret-seret aja," gerutu Tari, menarik pelan jambul kesayangan Bagas.

Sedangkan yang lain hanya bisa tertawa melihat tingkah laku sepasang kekasih bobrok itu.

"Anjir jambul gue yang cetar membahana," teriak Bagas yang histeris, karena jambulnya kini lepek.

"Hilih lebay," celetuk Tari, menyumpal  mulut Bagas dengan tisu bekas keringatnya.

"Jorok banget sih lo," bentak Bagas, tak terima dirinya menjadi bahan lelucon kali ini.

Tari yang tadi dibentak hanya bisa menegang, mengerjabkan matanya lugu. Ia lemah sekali jika sudah dibentak, apalagi kedua orangtuanya tidak pernah membentaknya.

"O-ouh Tari salah, ya? Maaf, kalo gitu Ta-tari pulang duluan, ya. Bagas nggak usah nganter. Temen-temen, Tari duluan, ya, bye!" seru Tari gelagapan, setelah itu ia pergi meninggalkan Bagas dan yang lainnya.

"Woy Bagas, apa yang lo lakuin?! bisa-bisanya ngebentak tari," teriak Karina ngegas seperti biasa.

"Lo tau kan, Gas? Dia nggak kuat kalo dibentak," peringat Hastin, menatap Bagas tak habis fikir.

Bagas pun hanya diam, kenapa ia bisa kelepasan kontrol seperti tadi. kini ia merasa bersalah kepada Tari, Bagas tak mau kehilangan sinarnya lagi.

"Ngapain bengong?! kejar dongo!" teriak Bima greget sendiri pada temannya itu.

"Kalo sampe terjadi apa-apa sama Tari, gue dan kita semua, nggak akan pernah maafin lo," ujar Laila penuh penekanan.

Tanpa basa-basi, Bagas menancapkan gasnya dan mencari keberadaan tari,. padahal ia tau kalo Tari itu lemah tapi ia lupa akan hal itu. Bagas terus menyusuri trotoar, hingga menemukan Tari yang tengah duduk di sisi trotoar sambil memegang dadanya. Tanpa basa-basi Bagas berlari menuju Tari sebelum itu ia sudah memperkirakan motornya terlebih dahulu.

"Tari," panggil Bagas takut.

Tari mendongak dan tersenyum canggung. "Ba-bagas ngapain di sini?"

"Aku mau cari kamu."

"Tari bisa pulang sendiri, gak papa."

"Dada kamu masih sakit? Maafin aku, aku nggak sengaja ngebentak kamu, aku khilaf, Tar," sesal Bagas, menggenggam tangan tari.

Tak ada jawaban dari Tari membuat Bagas kalut, ia takut jika Tari akan meninggalkannya pergi, tanpa pikir panjang Bagas langsung memeluk Tari dengan erat.

"Maafin aku, jangan tinggalin aku, Tar. Aku sayang sama kamu," sesal Bagas, tanpa dia sadari, Bagas menangis. Sedangkan Tari membuka matanya, bingung mengapa Bagas menangis.

"Bagas kenapa nangis, katanya mau pulang, kuy! Maaf, tadi Tari ketiduran, ngantuk soalnya," tutur Tari polos.

Bagas hanya menarik napas, ia harus extra sabar karena tingkah lemot dan polos Tari yang bisa bikin orang sakit jiwa, berarti ia ngomong dari tadi tak didengarkan oleh tari.

"O-ouh. Yuk pulang!" jawab Bagas, menetralkan amarahnya lagi.

Setelah itu dia sejoli itu beriringan jalan menuju motor sport milik Bagas dan melangsungkan pulang ke rumah.

To be Continue

-DevithaaNdhaa🐥

Kalau ado typo kita mohon maaf, karena tanpa kesalahan kita tidak akan belajar lebih baik ke depannya. *plak

Senja [TAMAT]Onde histórias criam vida. Descubra agora