prolog

109 13 0
                                    

Lucas berlari menghampiri saudara kembarnya yang tengah duduk di bangku taman. Marcus terlihat tengah membaca buku yang baru saja ia beli dari dunia manusia.

"Marc!" seru Lucas penuh semangat.

Marcus tak bergeming, ia masih fokus membaca dengan raut wajah serius yang tandanya ia sedang tak ingin diganggu.

"Hey sialan!" Lucas mulai kesal, ia mengayunkan tangannya hendak menjitak kepala saudaranya itu namun dengam cepat Marcus menahannya tanpa menoleh, kedua bola matanya masih menatap tumpukan kertas yang dijilid dengan rapi itu.

Lucas tak terima, ia menarik tangannya dengan kasar dan dengam cepat mengambil buku yang tengah Marcus baca. Ia tertawa puas karena berhasil menjahili saudara kembarnya itu.

"Apa ini?" Lucas membaca judul buku itu, "Harry Potter and the pri-"

"Hey kembalikan!" Marcus menjambak rambut pirang panjang milik Lucas hingga Lucas menjerit, bukan karna kesakitan, ia merawat rambut pirang berkilaunya itu dengan hati-hati, Marcus malah menjambak rambut itu dengan seenaknya.

"Hentikan!" Lucas melempar buku Marcus ke langit, karna terlalu kuat, buku itu terlempar jauh ke langit dan butuh beberapa waktu untuk jatuh ke tanah lagi. Lucas juga langsung menjambak rambut hitam yang tersisir rapi itu. Yah... Mereka berdua hampir tak pernah akur.

Setiap hari.

Alex menepuk jidat, kenapa dua keponakannya ini terlihat sangat bodoh. Mereka berdua seharusnya saling adu tinju atau banting-membanting, mereka malah saling jambak seperti wanita. Alex melesat dan langsung menjewer masing-masing kuping dua pria itu.

"Kalian-ah sudahlah." Alex terlalu malas untuk mengomeli mereka berdua.

"Ada apa lagi?" Jane datang dari kejauhan langsung melipat tangannya di dada.

"Tolong beritahu dia Ratu yang cantik jelita, jika dipanggil seharusnya menjawab, bukan diam saja seperti mayat!" Lucas mengomel dengan keadaan telinga yang masih dijewer.

Jane menatap Marcus, "Marcus, ada yang ingin disampaikan juga?" tanya Jane dengan nada yang sangat lembut.

"Berhenti menggangguku kau keparat!" ujar Marcus langsung pada wajah Lucas.

Alex tersenyum tipis, batinnya begitu senang karena keponakannya yang satu ini sangat persis dengannya.

"Heh-apa-darimana kau belajar kata kasar seperti itu?" Jane menatap Marcus dengan tatapan dingin.

"Paman Alex, aku sering mendengar dia berkata seperti itu saat bersenang-senang dengan prajurit."

Alex menahan tawa, ia melepas tangannya dari telinga keponakannya dan tak berani menatap Jane.

Jane memicingkan matanya pada Alex, membuat Lucas tertawa terbahak-bahak.

"50 tahun. 50 tahun kalian hidup, 50 juga kalian setiap harinya bertengkar.  Apa tidak lelah? Ibu yang melihatnya saja sudah sangat lelah." Jane memijat pelipisnya, sangat berat memiliki dua anak kembar yang kepribadiannya sangat berbeda.

"Sepertinya aku ada urusan," Alex langsung melesat pergi dari sana, karena ia tak mau kena semprot juga oleh Jane.

"Aku juga lelah, sampai ingin membunuh orang itu rasanya," sahut Marcus dengan mata merahnya memicing ke arah Lucas.

"Marcus!"

"Lihat ibu! Marcus jahat sekali, padahal aku hanya ingin memberitahu hal yang tadi ibu minta, tapi dia malah marah-marah begitu," Lucas mengadu dengan nada manja dan mendekati Jane.

Jane mengelus kepala Lucas sambil tersenyum, "Maafkan ibu ya, seharusnya ibu bilang sendiri tadi."

Marcus berdecih.

"Minggu depan kerajaan dari pulau seberang akan datang, bersama anak gadisnya. Ibu harap kalian berdua bisa menyambutnya dengan ramah. Lagi pula, kalian belum bertemu remaja seusia kalian bukan?"

"Aku sering bertemu di dunia manusia," sahut Marcus tak acuh.

"Itu berbeda. Usia mereka masih sekitar 17 tahun"

"Aku tahu."

Jane menarik nafas dalam agar tidak terpancing emosinya. Walau seperti itu, ia yakin bahwa Marcus sebenarnya tak berniat seperti itu.

"Sudahlah, lupakan. Ibu harap kalian bisa mempersiapkan diri-dan jangan bertengkar lagi atau kalian akan ibu hukum!"

Marcus melesat tepat di hadapan Jane, menangkap buku miliknya yang akhirnya jatuh juga ketanah-tidak-hampir menjatuhi kepala ibunya.

Marcus langsung menggunakan kekuatan supranatural miliknya, yaitu menghilang, bersama bukunya juga. Ia langsung mencari tempat yang aman untuk membaca kembali bukunya, tapi boong. Dia menyempatnya diri untuk menjambak rambut Lucas sekali lagi karena adikknya itu buku barunya rusak.

"Ah! Curang!" Lucas menoleh kesana kemari mencari Marcus untuk membalas, namun percuma saja, seluruh jejak, bau, dan apapun dari Marcus ikut menghilang.

"Marcus!" bentak Jane.

Marcus berbaring di pondok yang ia buat sendiri, dengan taman bunga di sekelilingnya. Membaca satu persatu kata yang ada di dalam buku itu sambil memikirkan apa yang baru saja dikatakan oleh ibunya, seorang gadis. Ia akan kedatangan seorang gadis. Tidak bohong, ia merasa sedikit senang karena ada mendapat teman baru, setidaknya kebosanannya terhadap kehidupan ini akan sedikit berkurang.

Sedikit.

Ia tak mendapat ijin untuk sekolah di dunia manusia, padahal itu terdengar menyenangkan dari pada hanya makan tidur di kerajaannya sendiri.

Ia menghembuskan nafas, menatap langit-langit pondok yang terbuat dari jerami itu dan menghayati suasana sekitar yang selalu gelap seperti mendung. Ia kembali menampakkan wujudnya, berjalan menuju istana dan mencari keberadaan Alex. Ia selalu suka jika mendengarkan cerita Alex tentang kisahnya selama menjadi pengawas kerajaan yang lama saat di dunia manusia. Terutama kisah cintanya dengan seorang manusia yang tanpa Marcus ketahui bahwa wanita yang berada di dalam cerita Alex itu adalah ibunya sendiri, Jane.

••••

Halloooo
Lama banget ya bikin sequelnya haha...
Sorry banget, karna aku bener2 lost interest sama dunia cerita😭
Tapi sekarang aku makin termotivasi buat terjun kesini lagi karna kaliannn❤ walau ga banyak yang request sequel, tapi segelintir dari kalian udah cukup bikin aku kembali semangat. Thank youuu!
02/11/2020

MarcusDonde viven las historias. Descúbrelo ahora