Perkelahian

16 3 0
                                    


*Vote*



Bugh!

Bugh!

Bugh!

Terjadi keributan di depan koridor kelas XI anak IPA. Sekolah digegerkan dengan perkelahian anak SMA IPA most wanted yang terkenal dingin, sering membuat ulah. Namun, dia termasuk murid berprestasi di sekolah "TARUNA" karena kemampuan IQ-nya yang tinggi sehingga membuatnya semakin terkenal di kalangan sekolah terfavorit di Jakarta.

Siapa yang tidak kenal dia? Devano Anggara. Sesosok makhluk tampan dan memiliki wajah bak Dewa Yunani yang dipahat sempurna sehingga tidak ada celah untuk kekurangan dalam fisik wajah maupun tubuh atletisnya yang membuat para siswi terkagum-kagum akan dirinya.

Devano Aggara, keturunan blasteran dari Inggris dan Indonesia. Anak yang terdidik dengan segudang prestasi terlahir dari keluarga kolong merat yang di segani oleh semua orang. Dia hanya terdidik dengan kecerdasannya akan tetapi tidak dengan sifat keras kepalanya.

Devan yang terkenal pintar dan juga terkenal akan kenakalannya di sekolah, kepintarannya sangat tak sebanding dengan kelakuan nakalnya yang sering membuat onar di sekolah dan bahkan tak sesekali bolos jika merasa bosan dengan materi yang guru berikan.

"Lu cari mati dengan berani ngotorin baju gue!" maki Devan, dengan terus membabi buta. Memukul siswa laki-laki yang sengaja menumpahkan jus jeruk yang dia bawa dari kantin.

Bugh!

"Gue gak takut sama lu!" balas lelaki tersebut yang tidak lain adalah Rexlan Abraham musuh bebuyutan sekaligus saingan Devan semenjak mereka masuk sekolah dasar.

Bugh!

Sekarang Rex yang memimpin perkelahian dia yang memukul Devan dengan membabi buta.

"Duh ... dua most wanted bertengkar lagi, padahal baru minggu kemarin bertengkar dan masuk ruang BK."

"Udah dong ih, rebutin aku mulu."

"Jangan bertengkar nanti tampannya hilang."

"Ayo Devanku sayang pasti kamu memang."

"Rexku tunjukkan kekuatanmu."

"Ouh ya ampun, aku gak kuat!"

Begitu teriakan lebay dari fans kedua most wanted yang tiap hari berselisih paham.

Dibalik semua itu ada seorang lelaki yang sudah berumur yang melihat pertengkaran lagi di depan kelas XI. Padahal jam masuk sekolah belum dimulai, tapi keributan sudah terjadi lagi.

Lelaki yang sudah berumur dengan perut sedikit buncit dan mata menatap tajam sekeliling siswa-siswi yang melihat pertengkaran masih terjadi tanpa ada yang mau memisahkan mereka, bahkan semua hanya menonton perkelahiannya layaknya flim action di bioskop.

Semua siswa-siswi yang melihat hadirnya pak kepala sekolah yang bernama Rahmad itu membuat mereka langsung bubar meninggalkan kedua siswa yang masih bergelud saling menampar dan memberi pukulan sekuat tenaga.

"Devan! Rexlan! Ke ruang kepala sekolah sekarang!!!" teriakkan nyaring kepala sekolah membuat keduannya langsung menghentikan pukulan dan berdiri dengan sedikit meringis menahan sakit di tubuh dan muka kedua yang menjadi babak belur.

"Ngapain sih, Pak?" tanya Devan acuh.

"Tumben gak nyuruh ke ruang BK?" tanya Rex menatap kepala sekolah dengan penuh tanda tanya.

"Ke ruangan saya, sekarang!!!" teriak kepala sekolah kembali dengan mengabaikan pertanya tak bermakna dari dua siswa yang suka membuat geger sekolah.

Dengan wajah dingin menahan perih di bibir yang sedikit sobek Devan berjalan dengan tegas ke ruangan kepala sekolah meninggalkan kepala sekolah yang menunggu mereka berjalan terlebih dahulu.

Rexlan juga berjalan dengan tegas dan cepat sambil menahan perih di bawah matanya yang sedikit bengkak dan membiru kibat pukulan keras Devan.

***

Di ruang kepala sekolah keduanya duduk di kursi tepat di hadapan meja kepala sekolah dengan kepala sekolah yang duduk menatap keduanya.

Devan hanya menunjukkan tatapan datar dan dinginnya, sama sekali tidak terpengaruh dengan tatapan tajam kepala sekolah seolah-olah tatapan itu tak ada apa-apa bagi Devan.

Sedangkan Rexlan hanya mengalihkan tatapannya enggan sekali dia melihat ke arah tatapan tajam kepala sekolah karena sejujurnya dia sedikit takut dengan tatapan itu.

Kepala sekolah menghela napas pelan dan merubah tatapan tajam tadi menjadi tatap yang seolah putus asa dan lelah menghadapi keadaan.

"Kenapa kalian bertengkar?" tanya kepala Sekolah.

"Saya tidak akan bertengkar jika orang lain tidak mengganggu saya!" ucap Devan dingin penuh dengan penekanan.

Tatapan kepala sekolah beralih ke arah Rexlan yang hanya diam sedari tadi.

"Saya membenci dia! Itu sebabnya saya menumpahkan jus di bajunya," jawab Rexlan tanpa rasa bersalah.

"Jangan membawa hal pribadi ke dalam sekolah, termasuk permusuhan kalian berdua. Di sini tempat belajar bukan adu tinju!" tekan kepala sekolah.

"Sekarang kalian berjabat tangan maka masalah akan selesai, kalian tenang saja kali ini tidak saya laporkan ke orang tua kalian," ucap kepala sekolah.

'Cih!'

Devan berdecih menatap Rexlan, jangan harap dia akan mau berjabat tangan dengan Rexlan karena itu tidak akan pernah terjadi.

Rexlan hanya membuang pandangannya. Dengan tangan terkepal kuat, jangan harap dia akan mengalah dan berjabat tangan dengan tangan yang ingin sekali dia patahkan.

"Tidak mau!" tegas Devan.

"Tidak mau!" tegas Rexlan.

Keduanya menjawab secara bersamaan dan itu membuat kepala sekolah lagi-lagi menggeleng kepala. Sedangkan keduanya kembali memaling wajah ke sisi yang saling berlawanan.

"Rexlan kau ketua osis baru di sini, jadi ubah perilakumu dan tunjukkan kau pemimpin yang patut dicontoh. Sedangkan kau Devan, kau ketua basket dan anak nomor satu yang paling berprestasi di sekolah, jadi ubah perilaku keras kepalamu dan tunjukkan bagai sikap seorang yang terdidik dan cerdas. Cepat berjabat tangan!" ucap kepala sekolah dengan sabar, akan tetapi penuh dengan penekanan.

"Begini, Pak. Jika berjabat tangan saya tidak keberatan, tapi ini saya berjabat tangan dengan orang yang saya benci dan itu yang membuat saya tidak mau!" tolak Rexlan mentah-mentah.

"Kecerdasanku tidak ada sangkut pautnya dengan berjabat tangan!" tegas Devan.

Kepala sekolah memijit pangkal hidungnya yang mendadak berdenyut sakit, lagi-lagi jawaban ini yang mereka keluarkan setiap kali diminta untuk berdamai dengan bersalaman.

"Pilih berjabat tangan atau berdiri di lapangan hingga jam istirahat berbunyi? Saya hitung dari satu sampai tiga. Satu ...."

Kret!

Bunyi kursi di geser. Belum selesai kepala sekolah menghitung sampai tiga Devan sudah lebih dulu berdiri dan ke luar dari ruang kepala sekolah. Sedangkan Rexlan juga melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Devan.

"Dasar kepala batu! Kenapa bisa mereka memiliki posisi bagus di sekolah tapi selalu membuat onar dengan perkelahian?" gumam kepala sekolah dengan bertanya pada dirinya sendiri.

***

Di sinilah sekarang Devan dan Rexlan berdiri diteriknya matahari dengan memberi hormat kepada bendera yang berkimbar dengan bangganya di tanah Indonesia tercinta.

Keduanya berdiri di jarak yang lumayan jauh tidak saling menatap, tapi saling mengepalkan tangan masing-masing. Apakah perkelahian tadi belum cukup?

Disaat kedua mengontrol emosi masing-masing dan fokus pada menghormati bendera ada seorang gadis SMA yang mereka tidak kenal dengan mudah memasuki lingkungan sekolah mereka padahal saat ini tentu gerbang sudah dikunci dengan rapat, lalu bagaimana bisa siswi itu dengan mudah masuk?

Bersambung ....

Kritik dan sarannya akan diterima^_^

Call Me, Gara (On Going)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora