34🌧

65 10 13
                                    

Happy Reading!

🌧🌧🌧

"Video?"

"Video apa kak?" tanya Asya panik memandang teman-teman Dea satu persatu.

"Nggak penting kok. Ya nggak guys?" ucap Difa, salah satu dari mereka yang lalu dijawab anggukkan oleh yang lainnya.

"Udah yuk, cabut! Di sini bau!" perintah Dea ke pada teman-temannya.

Asya masih dibuat ingin tahu soal video itu. Apa maksud mereka? Apa mereka merekamnya tadi? Untuk apa mereka merekamnya? Atau video lain?

Mereka mulai melangkah dari hadapan Asya yang sedang berjongkok memunguti alat tulisnya yang kotor. Asya tidak bisa menangis atau berteriak minta tolong. Karena jika ia melakukannya maka Dea akan semakin bangga dengan kelakuan busuknya.

Asya hanya bisa diam dan memendam marah yang sebenarnya ingin sekali meledak. Hanya saja masih ditahan olehnya.

Andai Dea tidak lebih tua darinya pasti sudah Asya balas perbuatannya sejak awal. Mungkin sudah ia masukkan ke dalam kolam kodok yang ada di sebelahnya.

Tapi nyatanya Dea lebih tua darinya, ia senior di sini. Asya masih punya rasa sopan terhadapnya meski Dea sudah memperlakukan seenaknya.

"Tunggu!"

Cegat seseorang yang datang dari arah belakang Asya. Ia membuat langkah Dea dan teman-temannya berhenti dan berbalik.

"Arga, kamu ngapain di sini?"

Arga tidak menjawab pertanyaan dari Dea. Ia hanya menatap tajam ke arahnya dengan tangan yang sudah mengepal erat. Terlihat seperti singa yang siap menerkam mangsanya kapan saja.

"Masih nggak sadar alasan gue nggak suka lo?" tanya Arga membuat Dea menautkan kedua alisnya bingung. "Karena kelakuan lo!"

"Maksudnya?" tanya balik Dea seolah ia belum paham.

Arga hanya tertawa miring ketika mendengar respon Dea. Terlihat bodoh, dia yang melakukannya namun dia juga yang masih banyak tanya.

"Pikir sendiri!" ucap Arga singkat lalu berjongkok membantu Asya membereskan alat tulisnya yang berserakan di tanah.

"Mm biar aku bantu," ucap Dea ikut berjongkok dan memunguti buku milik Asya. Namun langsung direbut oleh Arga dengan kasar.

"Nggak usah sok baik! Gue tahu lo baik hanya di depan gue!"

Sedari tadi teman-teman Dea hanya bisa diam menyaksikan kejadian di hadapannya. Mereka tidak berani bergerak apalagi berulah di depan Arga.

Sedangkan Dea? Ia terlihat lebih marah dari sebelumnya. Bangkit dan langsung pergi dengan teman-temannya meninggalkan Asya dan Arga yang masih sibuk memunguti barang milik Asya.

Asya memandang Arga yang masih mengutak-atik tasnya. Ya sempat ditarik sampai patah tadi. Dan Arga sedang berusaha memperbaikinya.

"Makasih ya kak," ucap Asya lalu diangguki oleh Arga.

"Lo bisa nolak kan? Kalau dipaksa Dea jangan mau!" ujar Arga memegang kedua bahu Asya erat.

Bukannya Asya menuruti kemauan Dea. Ia sudah menolaknya namun Dea mencengramnya sangat erat. Tubuhnya kalah dengan tubuh Dea yang lebih besar dan tinggi darinya.

Asya merunduk tidak mau menatap Arga dalam keadaan seperti ini. Arga terlihat seram ketika sedang marah. Tatapannya lebih tajam dan Asya tidak mau melihatnya meski ia marah bukan dengannya.

"Lepas kak, Asya bau." pintanya namun Arga justru semakin mendekatkan tubuhnya dengan tubuh mungil Asya. Tentu membuat jantung Asya tiba-tiba berdegup lebih kencang dari sebelumnya.

"Bau wangi,"

"Mana ada bau wangi! Asya udah kena air kolam tadi."

"Masa? Kok baunya tetep wangi sih?"

"Ih dasar, hidungnya rusak!"

"Enak aja, masih normal!"

Tunggu! Kenapa jadi mendebatkan soal 'bau'? Mereka berdua menertawakan perdebatan tidak pentingnya sambil berjalan keluar dari sekolahan.

Seolah kejadian barusan tidak pernah terjadi.

🌧🌧🌧

🌧🌧🌧

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Ehh

Jangan lupa voment!
Terimakasih.

aiunda (04/11/2020)

CRYING UNDER RAIN [Selesai]Onde histórias criam vida. Descubra agora