RAINA 29 - Mengabaikan

143 19 0
                                    

Sebagai hukuman karena berisik di kelas, Bisma dan Raka mengambil sampah di tong di depan setiap kelas.

Dua cowok itu sarung tangan yang mereka minta dari penjaga sekolah dan memakai masker untuk menutupi hidung mereka dari bau menyengat sampah.

"OB di sekolah emang kurang apa sampe-sampe Bu Ajeng nyuruh kita ngambilin sampah?" Raka dari tadi terus menggerutu, membuat kuping Bisma panas mendengarnya.

"Bacot lo, Rak!" Bisma melemparkan botol plastik mineral kosong ke arah Raka dan tepat mengenai tulang pipi cowok itu.

"Bangke!" umpat Raka. Cowok itu mengusap tulang pipinya lalu mengambil botol mineral tadi dan memasukkannya ke dalam kantong kresek besar yang dia bawa.

"Udah cepet kerjain biar cepet selesai!"

Saat sedang mengambil sampah di dalam tong, kedua mata Bisma menangkap sosok seorang cewek yang sedang berjalan bersama temannya sambil tertawa lepas.

"Ngakak banget gue, Mal!"

"Gue nggak bisa berhenti ketawa, Ca!" sahut Mala masih dengan tawanya yang berderai.

Ketika tatapan mereka bertemu, Mala langsung mengalihkan pandangan. Dan, sesuatu yang mengganjal di hati Bisma satu jam lalu dia rasakan kembali muncul.

Sekarang, Bisma tau apa itu. Tapi, dia terlalu takut untuk mengakuinya.

***

"Sibuk banget nih, Pak ketua OSIS kita."

Mendengar suara merdu itu membuat Bryan mengalihkan pandangan dari layar laptop ke arah seseorang yang baru saja duduk di sampingnya.

Bryan tersenyum melihat seseorang itu. "Sibuk banget. Sampe makan aja belum sempet."

Melihat Bryan yang sok-sokan menampilkan wajah memelasnya, Raina berusaha keras menahan tawa.

Ia menepuk pundak Bryan beberapa kali lalu berkata, "Tenang anak muda. Untung kamu mempunyai sahabat sebaik dan secantik saya. Ini saya bawakan bekal berupa nasi goreng untuk kamu."

Tawa Bryan berderai. Ia mengacak puncak kepala Raina saking gemasnya, membuat cewek itu memberengut kesal.

"Ish, rambut gue berantakan, Yan!"

Tawa Bryan semakin berderai. Ia sangat suka melihat raut wajah kesal Raina. "Jangan kebanyakan nonton sinetron deh, Na. Nggak cocok lo jadi--"

"Bentar, sejak kapan lo manggil gue 'Na'?" Raina menatap Bryan dengan kedua alis yang tertaut, bingung.

Bryan tersenyum samar lalu kembali menatap layar laptopnya. "Biar beda aja dari yang lain."

Raina mencibir. "Dih, Bisma aja manggil gue sama kayak yang lain."

Jemari Bryan berhenti mengetik. Lagi-lagi yang Raina bahas adalah Bisma. Sehari saja Raina tidak membahas Bisma padanya, apakah bisa?

Bryan menutup layar laptopnya lalu duduk menghadap Raina yang sedang membuka tutup kotak bekal yang cewek itu bawa.

Tangan Raina yang hendak menyuapkan sesendok nasi goreng ke arah Bryan berhenti di udara ketika cowok itu tak berhenti menatapnya.

Raina kembali meletakkan sendoknya. Lalu, tangannya mengusap kasar wajah Bryan. "Gue tau kalo gue cantik. Awas kalo sampe naksir sama gue!"

"Kenapa emang? Nggak boleh?"

Raina mematung. Pertanyaan seperti itu tidak pernah Raina pikirkan akan terlontar dari mulut Bryan.

Tiba-tiba, tawa Bryan berderai. "Serius banget, Mbak, mukanya," ledek Bryan.

Raina memukul keras lengan Bryan. "Rese lo!"

Bryan terkekeh. "Na, laper. Suapin, dong!"

Raina tersenyum. Lalu menyuapkan sesendok nasi goreng ke dalam mulut Bryan. Mereka memang sering seperti itu.

Bahkan Raina sering menyuapi makan keempat sahabatnya ketika mereka sedang main PS di rumah Satriya. Maklum, kalau mereka sedang main, tidak bisa diganggu.

"Na," panggil Bryan dengan mulut penuh makanan.

"Telen dulu baru ngomong," tegur Raina.

Bryan nyengir lebar. Setelah menelan makanannya, baru dia berbicara. "Misalnya nih, Na, Si Satriya suka sama Fira gimana?"

Mendengar itu, Raina malah tertawa. "Nggak mungkin Satriya suka sama Fira. Orang Satriya naksir berat sama Inta."

"Ya udah deh ganti. Putra suka sama Fira. Menurut lo, perasaan Putra salah nggak?"

Raina mengernyit bingung. "Salah gimana maksud lo?"

"Emm...maksud gue gini, kan mereka sahabatan. Boleh gitu salah satu dari kita naksir sama sahabat sendiri?"

Sebenarnya, Bryan ingin tau bagaimana pendapat Raina mengenai hal ini. Iya, mengenai perasaannya yang naksir pada sahabatnya sendiri. Raina.

Bryan melihat Raina tersenyum. Cewek itu menyuapkan sesendok nasi goreng lagi ke dalam mulutnya baru menjawab pertanyaan yang tadi dia tanyakan.

"Menurut gue, nggak papa, sih. Kan perasaan orang nggak bisa dipaksakan. Suka-suka mereka mau suka atau sampe pacaran sama sahabatnya sendiri."

Mendengar jawaban Raina, Bryan tersenyum.

Namun, kalimat berikutnya yang Raina lontarkan, berhasil membuat senyum di wajah Bryan menghilang.

"Kayak gue sama Bisma."

Dengan rasa sesak yang menghimpit dada, Bryan bertanya. "Lo sayang banget ya, sama Bisma?"

Tanpa mendengar jawaban langsung dari bibir Raina, tetapi hanya dengan melihat semburat merah yang muncul di pipi cewek itu, Bryan sudah tau jawabannya.

Raina sangat menyayangi Bisma.

***

Bisma keluar dari kelas bertepatan dengan seseorang cewek yang menganggu pikirannya dari tadi pagi berjalan melewatinya sambil membawa tumpukan buku.

Entah mengapa, Bisma tidak bisa mencegah kakinya untuk tidak melangkah menghampiri Mala. Tanpa permisi, dia mengambil separuh tumpukan buku paket yang dibawa Mala.

"Eh?" cewek itu tersentak kaget dan berhenti berjalan. Ia mendongak, melihat Bisma yang menampilkan wajah datarnya. "Sini, balikin bukunya!"

Bisma menggeleng samar. "Gue bantuin."

Untuk pertama kalinya, Bisma melihat tatapan tajam yang cewek itu lemparkan padanya. "Gue nggak perlu bantuan lo! Siniin bukunya!"

Ketika Mala mengambil buku paket yang dia bawa, Bisma tidak bisa mencegahnya. Apalagi ketika melihat Mala yang berjalan cepat menjauh darinya.

Persis seperti seseorang yang sedang menghindar. Kali ini Bisma mengakui hal yang tadi pagi sangat takut dia akui.

Rasa sakit karena diabaikan seseorang.









🍂🍂🍂

Dah lama nggak update ya, maaf :(

Selamat membaca bab berikutnya
Terima kasih sudah membaca dan memberi suara😊

Raina✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang