- PART 19 -

483 84 7
                                    

Riak-riak air tercipta kala kerikil itu dilemparkan ke seberang sana berulang kali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Riak-riak air tercipta kala kerikil itu dilemparkan ke seberang sana berulang kali. Sayangnya tidak ada satu pun kerikil yang berhasil menyentuh bagian tepi hutan pinus Garina. Sang pelempar mendesah kesal, mengetahui bahwa usahanya sia-sia. Kendatipun dia begitu menyangkal gambaran yang diperlihatkan oleh hutan ajaib itu, apa yang dilihatnya tetaplah sama. Wanita yang sungguh dibencinya karena telah membunuh Sago.

Lily melempar kerikil yang berikutnya, tetapi terhenti ketika mendengar namanya dipanggil. Tanpa menoleh pun, Lily tahu siapa yang berani mengganggunya di saat suasana hatinya benar-benar buruk.

"Apa kau masih melihat Lamia di sana?"

Tao yang baru saja datang langsung mengambil tempat di sebelah Lily. Permukaan batu yang semula luas terasa sempit sekarang. Pria itu bahkan tidak malu untuk menyenderkan sedikit bahunya hingga bersentuhan dengan bahu Lily yang kini tengah menegang.

"Kau masih mengingatku?" terdengar nada sarkasme dari pertanyaan Lily. Cewek itu bahkan segan menoleh kepada Tao. Mengingat fakta bahwa Tao telah pergi dari desa selama satu bulan, membuat kupu-kupu dalam perut Lily bergolak akan kehadirannya kembali.

Tao terkekeh pelan. "Tentu saja, Lily."

Dan tawa serenyah biskuit gandum itu membuat Lily semakin muak kala melihat wajah Tao. Berkat pria itu, dia jadi kehilangan satu-satunya teman perempuan yang ia miliki. Bahkan Lily tidak tahu apakah temannya itu masih hidup atau sudah mati. Tao tidak mau menceritakannya dan hal itulah yang membuat Lily semakin menaruh curiga kepada pria itu.

"Kutanya sekali lagi. Apa kau masih melihat Lamia di sana?" Kali ini Tao berbisik di dekat telinga Lily.

Kontan bulu kuduk Lily meremang, mengirimkan berbagai sinyal bahaya di dalam peredaran darahnya. Rona merah kirmizi menyerap kuning langsat pada pipinya. Sebisa mungkin Lily tidak panik dan menjerit bagai orang gila di depan Tao. Fokusnya lalu terbagi pada pemandangan di seberang Sungai Tegara. Seorang wanita berambut cokelat dengan manik mata hijau cemerlang dan kedua anaknya yang melambai-lambai. Mereka memanggil 'Anastasia' berulang kali.

"Sago terbunuh karena aku."

Tao melirik sekilas ke arah Lily, lalu kembali menatap ilusi yang diciptakan hutan Garina untuknya. Berbeda dengan Lily yang sangat membenci hal itu, Tao justru begitu mendambakan ilusi di depannya. Dia menjadi candu dan seolah kehilangan arah untuk beberapa saat, terbutakan akan ilusi yang mustahil terwujud.

"Apa yang membuatmu berpikiran seperti itu?"

Lily tampak tertegun. Pikirannya berkelana ke memori di saat Amaryllis menceritakan masa lalu Lamia. Walaupun terdengar menyakitkan dan sekeras apa pun Lily berkilah, takdir tetap tidak berubah. "Karena aku adalah Anastasia."

Dahi Tao membentuk lipatan-lipatan. "Apa?"

"Tetua Calabash selalu mengatakan bahwa hutan Garina selalu mewujudkan keinginan terbesar dari orang-orang. Aku ingin melihat keluargaku dan yang selalu aku dapatkan malah sosok Lamia dengan kedua anaknya. Tidak ada Sago, ayah dan ibuku. Bukankah hal yang wajar jika aku berpikiran bahwa aku adalah Anastasia itu sendiri?"

To Kill Wild RosesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang