DRAFT SATU : CERITA PERTAMA SENJA

5 1 3
                                    



Anne menyunggingkan bibirnya membentuk lekukan senyum sempurna. Namun karena matanya yang tampak sayu dan lelah, senyum itu kurang memiliki arti. Alih-alih dibalas senyum, ia mungkin akan dapat balasan ekspresi wajah yang bingung setengah terkejut.

" Aku mirip alien," gerutunya kesal mengembalikan lekukan yang dirasanya menyeramkan itu.

Malam tadi ia bisa tidur nyenyak. Setelah menyerah dengan meminum pil tidur. Lagi-lagi insomnianya tak kunjung sembuh. Anne tak menyukai obat-obatan, kadang ia memilih tak tidur daripada harus meminum pil yang membuat perutnya eneg itu. Terpaksa, ia harus tampil setidaknya lebih semangat hari ini. Walaupun begitu, hoodie dan jeans serta tas ransel menjadi outfit andalannya lagi, kali ini. Parahnya lagi, ia hanya memakai sendal jepit.

Setelah berdiskusi sendiri tentang apa yang akan dibawanya, Anne beranjak pergi. Masih sebagai wanita yang tepat waktu, ia berangkat empat puluh menit lebih awal dari waktu janjian. Padahal tempat yang dituju, berseberangan dengan kompleks apartemennya. Sebuah perpustakaan dengan nuansa klasik, dan terdapat kafe disampingnya. Tempat terbaik untuk sebuah pertemuan.

Tentunya Anne yang mengusulkan kapan dan dimana mereka akan bertemu. Setelah menimbang-nimbang kejadian dan menariknya dengan suatu kesimpulan terberat, ia memutuskan akan membantu seseorang yang menamai dirinya senja. Syukurnya, pertemuan dengan Pamannya membuka pikirannya. Anne juga sebenarnya di lubuk hatinya merindukan menulis dan menyusun kata demi kata lagi.

Bisa saja senja menceritakan pengalamannya lewat obrolan di messenger, atau grup yang berisi mereka berdua. Namun Anne menolak dan ingin mendekatkan diri kepada narasumber dengan bertemu tatap muka langsung. Ya walaupun keputusannya membuat tekanan darah dan denyut jantungnya tak menentu semenjak memutuskan untuk bertemu.

Apakah dia seorang lelaki yang galau?, seorang lelaki yang ingin mencari pasangan?, buruknya lagi dia adalah mantan kekasih Anne?. Kalau saja Anne bertanya lebih detail kepada pamannya tentang "sepotong senja" yang ternyata adalah mahasiswanya sendiri, Anne tak perlu menebak-nebak. Untuk meredakan hal itu semua, ia membaca beberapa buku teka-teki usang yang ditemukannya di sudut rak buku. Barangkali pikirannya teralihkan.

Empat puluh lima menit berlalu, Anne telah menyelesaikan setengah halaman dan memecahkan masalah di dalam buku itu. Diliriknya sekeliling, tak ada tanda-tanda seseorang baru datang atau akan hadir.

" seseorang datang terlambat" pikirnya.

Anne tak pernah mengeluh dengan resiko yang diambilnya jika harus berangkat lebih awal. Menunggu tidak menjadi masalah, yang memalukan adalah ketika kita telah menyanggupi tapi tak menepati. Suatu bentuk terbalik dari ke-loyal-an terhadap waktu. Sekarang Anne hanya berharap orang yang akan ditemuinya memiliki alasan yang baik dan masuk akal. Kalau bisa tidak klise seperti, maaf jakarta macet. -,-

***

Anne tak mengalihkan pandangannya dari buku sebelum seorang wanita tiba-tiba menyapanya.

" Anu, permisi mbak Anne ya?"

Anne melihatnya cukup lama, dia tak menyangka yang datang adalah seorang wanita, ya walaupun ia berharap begitu supaya tidak canggung satu sama lain.

" Oh, iya benar. Sepotong senja? Eh silakan duduk"

" ha, ha, ha terimakasih" balas wanita itu dengan tertawa.

Sayang, suasana menjadi sedikit canggung, bukan, tepatnya Anne merasa minder. Berbanding terbalik dengan Anne, wanita yang duduk di depannya tampak sangat elegan. Anne hanya melihat gaya berpakaian seperti ini di drama-drama yang sering di nonton bibinya. Wanita itu cocok berperan sebagai seorang puteri yang dihormati. Gaya dan perawakannya dapat ia terima dengan cepat. Tak perlu waktu lama, wanita itu mungkin dapat berteman dengan siapa saja karena teduh yang bersamanya.

CERITA SEPOTONG SENJAWhere stories live. Discover now