Finally

992 96 53
                                    

Tes tes.. satu dua satu dua

Akhirnya gwhk update yh

.
.
.
.
.





Siapkan mental dulu hehe🤡🤳

.
.
.
.
.


~•~

"Apa ini?"

Hana ngehempas lembaran kertas itu ke meja, tepat di hadapan Jimin yang nampak mengerutkan kening, bingung.

Hana makin mendidih ketika melihat Jimin malah memalingkan wajahnya sambil ngehembusin napas gitu aja--jengah.

"Dijawab! Jangan sok bego!"

Hana menunjuk kertas berserakan itu dengan jari telunjuk. "Apa-apaan maksudnya?"

Di pukul 1 tengah malam begini, Hana bela-belain pergi ke apartemen, sendirian buat ketemu Jimin. Dia gamau bangunin Yungi atau oranh rumah dan bikin repot, ini urusan dia sama Jimin, jadi biar mereka berdua aja yang ngelurusin.

"Ini surat persepakatan pernikahan." Jawab Jimin santai, mengumpulkan lalu menyusun kertas itu dengan rapi, lalu meletakkannya di tengah meja.

Dada Hana naik turun, marah, sedih, sakit, semuanya bercampur jadi satu. Ia menghembuskan napasnya dengan tenang. "Tapi di sana udah ada tanda tangan kamu, Jim. Jadi--"

"Iya."

Jimin berdiri, berjalan pelan membelakangi Hana, lebih berminat menatap vas bunga estetik di dekatnya.

"Dari awal, aku emang udah ngerencanai ini." Jimin menjeda, menjilat bibir bawahnya sekilas. "Aku berencana pisah sama kamu, setelah satu setengah tahun menikah."

Pria itu menoleh ke Hana, mengulas senyum dingin. "Kalo kamu belum tau, aku juga udah tunangan. Dan aku cinta banget sama tunangan aku, Somi."

Hana menahan napas, matanya makin memanas, tapi dia berusaha keras buat gak nangis, Hana gak boleh nangis. Ibarat paku yang ditusuk-tusukkan ke jantung, Hana memejam dan kembali mengatur napasnya.

Dan ketika Hana membuka mata, ia melihat Jimin di depannya.

Jimin ngeluarin pulpen dari kantong celananya, lalu nyodorin benda itu ke Hana. "Silahkan,"

'Apanya yang silahkan bangsad!'

Tanpa aba-aba Hana melayangkan tangannya ke pipi Jimin, tamparannya keras banget. Sampai tubuh Jimin oleng ke samping.

Pria itu memegangi pipinya.

Panas.

"Ga! Aku ga mau! Walaupun kamu paksa, aku tetep gamau!" Suara Hana bergetar, terdengar pedih. Air matanya mulai jatuh turun ke pipi.

Jimin menyeringai kecil, "kenapa? Kamu bergantung banget ya sama aku?"

Hana terdiam, lebih tepatnya mematung. Kalimat Jimin tepat sasaran, sulit untuk mengakuinya, tapi itu memang benar.

Hana menaruh harapan besarnya pada Jimin, menyerahkan seluruh masa depannya pada Jimin.

Kenapa jadi begini?

"Asal kamu tau Han.. selama ini aku pura-pura peduli sama kamu, tapi kamu malah peduli banget sama aku. Jadi mungkin, aku bakalan membagi dua penghasilan aku selama kita menikah. Anggap aja imbalan dari aku." Kata Jimin sambil mainin pulpen di tangannya, menunjukkan senyum tipisnya ke Hana.

Hana menggeleng, bersusah payah menyembunyikan senggukannya dari Jimin. "aku ga percaya." Suaranya bergetar.

Jimin ngehembusin napasnya, "terserah mau--"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 04, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang