MHMT 19

8.2K 383 15
                                    

__________________________
__________________

"Tunggu"

Gue menghentikan langkah gue. Menahan nafas dalam, kenapa ga muncul dari tadi aja sih. Gue kenal suara ini. Gue membalikkan tubuh gue pelan, kan Mas Ari.

Gue membuang pandang gue lalu mengusap air mata gue yang gue ga minta untuk turun.

Dia berjalan mendekat, gue yakin dia malu karena sikap gue. Gue makin gugup semenjak Mas Ari mendekat, karyawan juga bertambah banyak. Mereka hanya memandang dan sesekali berbisik, menjadi penonton seolah-olah ini adalah drama yang seru.

Gue nyesel datang kemari, kenapa sih banyak orang menganggap gue rendah. Dulu waktu di restoran sekarang di perusahaan, selalu gue yang malu.

Gue menatap matanya yang juga menatap gue. Wajah datarnya membuat gue takut.

Tanpa gue duga dia menarik gue ke dalam dekapannya, gue melotot kala dengan santainya dia mengusap Kepala gue menenangkan. Setelahnya dia melepaskan dekapannya dia menarik tangan gue lembut

"Kita tunda dulu, saya sedang ada urusan" Ucapnya pada beberapa orang yang mengikuti dirinya tadi. Mereka diem dengan pandangan terkejut, lalu beberapa dari mereka menatap gue.

Mas Ari mulai menarik gue memasuki lift, ia terlihat tidak peduli dengan karyawan yang menatap kami tidak percaya.

Gue berusaha melepaskan tangan gue tapi yang ada dia malah semakin menggenggam erat. Gue masih kesal dengan kejadian tadi. Setelah lift terbuka Mas Ari narik gue kesalah satu ruangan.

"Kamu kenapa nangis?"

Mas Ari melepaskan jasnya lalu menyampirkan dikursi kebesaranya lalu duduk di sofa yang tersedia.

"A-aku ga nangis"

"Sini duduk dulu" 

Gue berjalan lalu duduk di sofa sebelah dia.

"Cerita"

"Aku ga nangis" Gue mencoba mengelak.

"Terus"

"Ck! Ga ada yang perlu diceritakan, lagian Mas bilang entar saya jemput ternyata bukan Mas yang jemput" Ucap gue dengan kesal sambil melipat tangan gue di dada. "Tadi juga aku di usir"

"Kenapa ga bilang kamu istri saya"

Gue memicingkan mata gue. "Mas ga takut dibilang pedofil?"

"Saya tidak peduli, yang jadi kepedulian saya itu kamu. Kamu tanggung jawab saya, saya ga suka kamu disakiti"

Pipi jangan murahan dong please, ga gue ga merona ga boleh!

"Tadi aku udah bilang" Ucap gue berusaha menghindari tatapan Mas Ari.

"Terus?"

"Mereka ga percaya masss karna aku masih pakai seragam SMA. coba tadi mas datangnya cepat kan ga bakalan terjadi masalah kaya tadi" Gue menyandarkan punggung gue.

"Aku ga mau lagi ke kantor Mas"

Bisa gue lihat Mas Ari bingung. "Kenapa?"

"Males, nanti kaya kejadian tadi, jadi pusat perhatian. Aku malu"

"Wajib" Gue melotot kesal.

"Apa yang wajib? Wajib gitu aku malu"

"Kamu udah wajib jadi pusat perhatian"

"Ga bakalan karena aku ga bakalan ke kantor Mas lagi" Ucap gue sambil membayangkan ini terakhir gue jadi pusat perhatian.

"Gak bisa"

"Apanya?" Gue mengerutkan alis gue bingung.

"Karna kamu sudah mengakui kalau kamu istri saya"

"Mereka kan ga percaya" Kata gue dengan nada mengejek.

"Dengan saya sudah memeluk kamu didepan mereka, apa mereka masih tidak percaya?"

Mampus.

Mas Ari menyeringai dan hal itu membuat gue jadi kesal lagi.

"Ish tapikan aku ga ada urusan disini jadi ga perlu kesini"

"Kata siapa?" 

Gue mengerucut kan bibir gue kesal. "Kan emang ga ada, aku masih SMA belum kerja jadi mana ada"

"Sekarang ada"

"Apa?"

"Temani saya"

Ha?

Mas Ari menarik tas gue lalu dia letak di meja yang tersedia. Dia tersenyum kecil lalu menarik gue kedalam dekapannya.

Entah kenapa semua rasa gugup,takut dan kesal gue menguap entah kemana digantikan dengan rasa nyaman. Meskipun ngeselin Mas Ari masih bisa menciptakan rasa tenang didiri gue.

"Saya minta maaf, tadi saya ada rapat yang tidak dapat saya tunda. Saya juga minta maaf karna kejadian tadi sudah membuat kamu malu" Ucapnya mengusap surai gue.

Gue mengangguk pelan, gue ga bisa salahkan dia sepenuhnya.

"Tapi untuk jadi pusat perhatian.. "  Mas Ari menjeda ucapannya. "Mungkin hal itu akan sering terjadi"

Gue menoleh kearah dia dengan binggung. "Kenapa?"

"Karena kamu istri saya"

"Ck! Emang Mas influencer, selebriti, artis?"

Dia menggeleng pelan

"Terus?"

"Saya Mas Kamu"

Gue berdecak sebal. Dia narik gue kepala gue bersandar didadanya.

"Mas keenakan ya dipeluk"

"Iya"

Anjir ga ada gengsinya dong.

"Mass lepas dong sesak ini"

"Tadi fine-fine aja"

"Ish Mas"

"Gini dulu"

Gue bisa nebak dia lagi banyak pikiran. "Mas ada masalah?"

Dia tersenyum samar lalu menggeleng.

"Saya tidak percaya" Ucap gue mengikuti gaya formalnya.

Dia terkekeh lalu memeluk gue lebih erat sambil mengecup Kepala gue.

"Mas aku ga bisa nafasss"

Dia terkekeh lagi.

"Kamu tau.. " Mas Ari menyelipkan anak rambut gue yang menganggu. "Setiap bersama kamu semua beban saya menghilang entah kemana"

********

Tbc

Maaf kalau cerita nya ga seru🙏🏻.

My husband is my teacherWhere stories live. Discover now